Kamis, 21 Mei 2009

Haji dan Babi

Pada suatu sore yang biasa, aku membaca catatan:

Agaknya, selain isu siapa pendamping SBY di Pilpres, kasus Antasari Azhar, dan merebaknya Flu babi yang kini masih menjadi most wanted news di berbagai media, ada juga suatu kabar yang tidak kalah pentingnya. Tunggu dulu, penting menurut siapa? Oh, tentu saja menurut pikiran saya. Rasanya penting sekali untuk mengetahui tentang hal ini supaya tidak dibiarkan dan berlangsung terus menerus. Bagi umat Islam ini menyangkut urusan yang paling detil yaitu Halal dan Haram.

Babi dan haji, belakangan telah menjadi bintang baru dalam jagad pemberitaan sebelum ketiga isu diatas menggantikannya. Babi dan haji, sekilas adalah dua hal yang bertentangan. Tentu bila kita melihatnya dari sudut pandang yang mana, kalau dari sudut pandang agama, sudah tentu bertentangan apabila kita mencoba mengkaitkannya. Babi adalah binatang yang diharamkan secara syar’i oleh Islam. Sedangkan, haji adalah ibadah rukun islam yang ke-5. Haji adalah ibadah yang istimewa dan hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup. Kecuali, jika anda memang mampu untuk melaksanakannya berulang-ulang dengan tidak melanggar prinsip-prinsip syar’i pelaksanaannya.

Babi dan haji menjadi saling berkaitan dengan terkuaknya penggunaan unsur babi dalam vaksin meningitis yang diberikan kepada setiap calon jemaah haji dan umroh asal Indonesia. Pemberian vaksin tersebut didasarkan kepada Nota Diplomatik Dubes Saudi Arabia untuk Indonesia di Jakarta No. 211/94/71/577 tanggal 1 Juni 2006 (Harian Republika, 8 Mei 2009).

Penggunaan unsur babi dalam vaksin meningitis sempat menimbulkan kontroversi. Pemerintah beralasan pemberian vaksin tersebut adalah dalam keadaan darurat dimana belum ditemukan lagi unsur-unsur selain babi untuk membuat vaksin meningitis. Pemberlakuan keadaan darurat itu sampai batas waktu yang belum ditentukan. Hal ini tentu menimbulkan sebuah pertanyaan besar: Apakah sejak diberlakukannya aturan itu (merujuk pada nota diplomatic) hingga kini belum ditemukan unsur pengganti babi dalam vaksin meningitis? Apabila kondisi seperti ini dibiarkan maka dikhawatirkan akan menodai kesucian ibadah haji.

Ibadah yang kita lakukan adalah untuk Allah SWT, bagaimana bisa kita mendapatkan pahalanya bila dalam ibadah itu masih tercampur dengan yang haram? Sama saja dengan kita menyumbang dan menyandang dana pembangunan masjid tetapi uangnya dari hasil korupsi, tipu sana-sini, dan malah hasil judi. Nah, semuanya jadi percuma kan? Tidak akan berarti apa-apa. Ibadah kok dicampur yang haram.

Mungkin, itulah sebabnya banyak haji yang tidak benar-benar mabrur sekembalinya ke tanah air. Unsur babi yang sudah terlanjur bercampur didalam darah mereka bertemu dengan sifat-sifat cinta duniawi. Perpaduan kedua unsur tersebut menjadikan manusia itu kembali pada sifatnya yang semula. Ibadah haji yang telah dilaksanakannya tidak lagi membawa pengaruh apa-apa bagi kualitas ibadahnya bahkan kualitas hidupnya sekalipun. Haji hanyalah sebagai simbol.

Kalau merujuk pada tanggal keluarnya nota diplomatic itu maka setidaknya sudah 3 kali musim haji vaksin tersebut digunakan. Kalau setiap musim haji ada (kurang lebih) 200.000 jamaah, maka saat ini ada sekitar 600.000 orang yang dibadannya pernah mengandung unsur babi dari vaksin meningitis. Tadinya, sebelum saya tahu bahwa vaksin meningitis itu diberikan sejak musim haji 2006 saya maunya menggeneralisir keadaan ini dengan menganggap setiap orang yang pergi haji pasti mendapatkan suntikan vaksin meningitis. Sehingga, saya punya alasan yang tepat untuk menganggap negara ini hanya menghasilkan haji-haji palsu, yang jumlahnya akan semakin bertambah tetapi tidak membawa dan menghasilkan apapun demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat Islam di Indonesia ini.

Sudah berapa banyak haji dan hajjah yang pulang dari Tanah Haram Mekkah, tapi justru tidak ada perubahan yang signifikan dalam tatanan hidup masyarakat. Ataukah memang berhaji ke tanah suci itu hanya jadi syarat dan sekedar status saja? Tanpa peduli bagaimana caranya memberikan endorsement kepada masyarakat sekitar untuk lebih meningkatkan kualitas hidupnya melalui ibadah.

Maka dari itu, kepada anda yang membaca tulisan ini, mari kita pikirkan solusinya agar kesucian ibadah seperti ibadah haji ini tetap terjaga dan tidak bercampur dengan hal-hal yang haram dan dilarang oleh syariat. Apakah selama ini tidak ada usaha untuk mencari alternatif lain? Apakah kondisi darurat itu akan masih terus diberlakukan? Sudah seharusnya pemerintah (dalam hal ini Depkes, Depag, dan MUI) saling bekerjasama untuk mencari dan menemukan unsur-unsur yang halal dan baik untuk vaksin meningitis, sehingga calon jamaah haji tidak lagi khawatir akan kesucian ibadahnya.

Jangan sampai noda setitik macam ini mengotori kesucian niat dan ibadah haji. Ibadah itu adalah semacam ungkapan terima kasih untuk Tuhan dan Tuhan sendiri yang akan membalasnya. Masalahnya, kalau Tuhan tidak terima ibadah kita Cuma gara-gara hal seperti ini, apa mau dikata?

*****
Hmm. Siapa pula manusia yang menulis catatan macam begini?




Kelapa Gading, 11 Mei 2009




Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...