Minggu, 31 Oktober 2010

Membaca Emha

Kaya tidak berarti jaya di mata Tuhan atau di skala dunia akhirat. Miskin tidak berarti kehinaan. (Tuhan Tidak Murka)



Itu yang pertama. Singkat kata, pesan itu (buat saya) mengandung makna optimisme yang sangat.

Selanjutnya.

Berumah tangga itu bagaikan rasa pedas. Rasa pedas tidak bisa diinformasikan meskipun melalui sepuluh tesis ilmiah para doktor. Ia hanya bisa dialami. Kalau seseorang mengulum isi lombok barang satu menit, baru ia ngeh tentang apa itu rasa pedas. Waktu dibayangkan, ia adalah kehangatan dan kenikmatan, sesudah dikulum baru tahu itu panas.

Istri tidak sama dan sebangun dengan jodoh, seperti juga jodoh tidak identik dengan istri. Istri belum tentu jodoh, jodoh juga belum tentu jadi istri. Jodoh adalah suatu pengertian obyektif tentang komposisi dan harmoni antara dua manusia. Tetapi juga bisa dipahami di luar frame itu: jodoh adalah dua titik yang ditentukan oleh (sunnah) Tuhan untuk menyatu, terserah secara obyektif ia harmonis atau tidak. Sebab orang lembut tidak harus memperoleh harmoni dengan orang lembut. Bisa sebaliknya: ada yang namanya dialektika, atau kematangan karena konflik. (Kawin Gelap, Poligami, Negara...)


And i truly have no idea about that.


Pharmindo-Paninggilan, 24 Oktober 2010. Saat Jakarta dilanda kemacetan yang (katanya) parah.


*dua artikel tersebut dapat dibaca dalam buku Emha Ainun Nadjib, "Kiai Untung, Kiai Hoki, Kiai Bejo", Penerbit Buku Kompas, 2007.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...