Jumat, 15 Mei 2015

Rahvayana: Aku Lala Padamu

Menikah itu nasib. Mencintai itu takdir.
Kamu dapat berencana menikah dengan siapa, tapi tak bisa kamu rencanakan cintamu untuk siapa.


 
Sejak pertama kali melihat sampul buku ini, dengan judul perpaduan antara Rahwana dengan Ramayana, saya sudah menduga bahwa Rahwana akan mendapat semacam ‘pembelaan’ disini. Dalam berbagai versi Ramayana yang sudah umum, Rahwana selalu dikisahkan sebagai antagonis. Dalam Rahvayana milik Resi Sujiwo Tejo ini, Rahwana tampil sebagai sosok yang lebih apa adanya. Rahwana dibebaskan dari pakem wayang pada umumnya.

Pembebasan pakem ini berlaku juga pada keseluruhan cerita. Rahwana yang dasamuka ini jatuh cinta pada titisan Dewi Widowati. Kelak, Dewi Widowati akan menitis pada Dewi Sukasalya dan Dewi Citrawati, lalu bermuara di Dewi Sinta. Itulah mengapa Rahwana selalu jadi tersangka dalam kisah Ramayana.

Rahvayana, perjalanan Rahwana, adaah kumpulan surat-surat bernada mesra kepada Sinta. Dengan menggunakan sudut pandang ‘Aku’, Resi Sujiwo Tejo rupanya segaja membiaskan sang tokoh utama, apakah dia memang benar Rahwana atau orang lain selain Rahwana, silakan pembaca yang menentukan.

Pertemuan antara ‘Aku’ dan Sinta sejak pertama kalinya di Borobudur itulah yang jadi penyebab semua cerita dalam Rahvayana. Dalam tulisannya, sang ‘Aku’ bercerita panjang lebar tentang jalan hidupnya. Saya kaget ketika pembebasan pakem ini malah menghadirkan drama-drama lain semacam ‘Romeo dan Juliet’ yang duluan kesohor ataupun ‘Isolde dan Tristan’. Pun, ketika mereka sibuk membahas ‘Les Miserables’ dalam surat-surat mereka. Saya tidak menyangka akan menemukan Anne Hathaway dalam lakon yang mereka mainkan.

Saya menyukai buku ini karena bukan saja karena pembebasan pakem itu. Penafsiran bahwa Rahwana sebagai tokoh antagonis yang sudah pasti salah tidak lagi menjadi menu utama pembicaraan. Rahwana sendiri menurut saya memiliki cinta yang dahsyat dan tulus, tapi tidak pernah memaksa. Ia tak pernah menyentuh Sinta. Meskipun cukup mudah baginya bila ia menginginkan hal itu. Kalau pun saja ada yang salah dari cinta Rahwana itu karena Rahwana masih kurang sabaran dalam menggapai cintanya.

Hal ini juga sebagai kritik saya pada Rama. Rama selalu dikisahkan sebagai pihak yang tidak menerima kesucian Sinta sepulangnya dari Argasoka. Dalam penantian panjangnya selama 12 tahun di Argasoka, Sinta berhasil menjaga kesuciannya. Namun, hal itu tidak lantas membuat Rama percaya. Saya jadi meragukan Rama. Rasanya, sudah cukup jelas siapa yang mempunyai cinta yang tulus, murni, dan sejati kepada Sinta.

Rahvayana tidak saja menyuguhkan pengalaman menikmati lakon dan cerita pewayangan. Rahvayana membuka cakrawala bahwa kenyataan mampu bermain indah dengan fiksi. Resi Sujiwo Tejo, agaknya, banyak mengeluarkan jurus-jurusnya demi memberi nilai lebih pada bukunya ini. Saya yakin itu sejak membaca daftar pustaka di bagian akhir buku. Jarang sekali buku (fiksi) yang terang-terangan mencantumkan daftar pustaka dalam proses penyusunannya. Rahvayana, eksepsional!

Satu hal lagi, Seno Gumira Ajidarma pun sedikit disinggung dalam buku ini. Dalam bab kritik terhadap versi Ramayana karangan Resi Walmiki. Saya tidak heran bila buku SGA yang berjudul “Kitab Omong Kosong” masuk dalam daftar pustaka Rahvayana. SGA sudah terlebih dulu mengolah segenap jiwa dan raga pengetahuannya terhadap Ramayana dalam bukunya itu. Termasuk segala kritik atau gugatannya. Maka, seperti saya menikmati ‘Kitab Omong Kosong’, saya pun amat menikmati Rahvayana.


Judul        : Rahvayana: Aku Lala Padamu
Penulis     : Sujiwo Tejo
Penerbit   : Penerbit Bentang
Tebal        : 252 hal.
Tahun       : 2014
Genre       : Fiksi-Novel Sejarah

 
Dharmawangsa – Medan Merdeka Barat, 15 Mei 2015

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...