Sabtu, 14 April 2012

2 Weddings and a Clayderman

2 Weddings

Awalnya, memang sulit menerima kenyataan kalau Jatnika ini, Muhammad Jatnika Fathurrahman, Ketua OSIS yang punya SMP 9 jaman kita dulu, jadian sama si calon istrinya ini. Secara kita tahu, kalo doi memang naksir sama Jatnika dari dulu tapi gak pernah berani buat ngungkapin. And tiba tiba aja gitu, sekarang she's having Jatnika for entire life. What a fact!

 

Tuhan telah pilihkan perempuan untuk Jatnika. Selanjutnya, adalah perjalanan untuk tetap menjadi diri sendiri dalam jalinan ikatan pernikahan dua takdir anak manusia. Sebagai sahabat yang baik, saya percaya Jatnika mampu jadi imam yang baik, penuntun, dan pemimpin yang adil untuk keluarga mereka kelak. Saya sangat berharap mereka bisa jadi keluarga sakinah mawaddah warrohmah seperti apa yang selalu didambakan keluarga muslim pada umumnya. Apapun itu, untuk kebahagiaanmu, Jat.

Ada perasaan haru ketika berhasil menyalami Ibu Jatnika untuk pertama kalinya setelah kelulusan SMP. Beliau masih ingat saya, dan itu melegakan sekali. Pun, ketika melihat kakak-kakak dan adik-adiknya. They're all grown up. See, time has changing them all. Semuanya seakan masih sama seperti dulu. Tapi, satu yang tidak akan pernah kembali. Tidak akan pernah sama lagi.

Kejadian macam ini menyadarkan saya pada sesuatu, bahwa pernikahan adalah garis persinggungan antara takdir Tuhan dan kehendak usaha manusia. Seseorang yang dulu kita pikir akan memiliki segalanya dengan segala kepatutan dan kepantasan untuknya, bisa berubah dalam sepersekian detik. Seseorang yang kita pikir bahwa nanti dia akan memiliki hidupnya sendiri dengan seseorang yang memang pantas untuknya ternyata punya suratan takdir sendiri. Kita tidak pernah punya kuasa atas yang terjadi kepadanya. Itu benar-benar terjadi, saat Jatnika bersanding di pelaminan.

Sebenarnya, di hajatan 'tokoh' seperti Jatnika ini yang saya harapkan adalah pertemuan dengan beberapa sahabat lama. Itu memang terjadi. Kami bertemu dengan sahabat-sahabat lama. So, this is the time to remembering those days. Loe tau sendiri kan gimana deketnya saya, dia, kita, mereka dulu? Semuanya berhamburan. Saya selalu merasa baru bisa jujur pada saat-saat seperti ini.

Mengerikan sekali, melihat waktu berganti tetapi image yang sudah dulu terbentuk tentang seseorang itu masih melekat. Saat ini, saat kita bertemu lagi, image itu terlanjur melekat kuat. Isn't it ridiculous? Time flies and nothing's change. Seperti kata @adhityamulya di bab Life Happens, memang benar begitu adanya, makannya saban hari kita reuni, kita selalu bilang 'wah, gak nyangka loe bisa jadi seperti ini...'.

He's married now, and we're all alone. Again.

Next. We still have to attend Darmawan's wedding. Darmawan. Dengan segala kelakuan aneh di kampus. Masih larak-lirik gadis di FPIK padahal udah punya pacar. Mungkin, one is never enough berlaku untuk dia. Kalau ingat waktu itu, waktu ketemu Darmawan di kampus, banyak pertanyaan yang ingin saya ajukan. Kalau bisa di pelaminan, biar sekalian ketahuan sama istrinya. Misalnya saja, kenapa baru mau menikah sekarang padahal sudah empat tahun berlalu sejak kelulusan mereka? Apa masih ada yang ‘ngganjel’ untuk menggenapkan setengah agama?

Niatnya begitu, tapi kita masih punya perasaan. Sudah saya pendam semua tanya itu. Biar hilang sendiri. Setiap orang punya alasan masing-masing. Setiap orang punya rahasia masing-masing juga. Sekali lagi, pernikahan dua orang sahabat ini membuka kembali mata dan pikiran kami. Kami disini adalah term untuk Saya, Eddy, dan Adit, if i may add. Kami disadarkan lagi bahwa tangan Tuhan akan bekerja dengan caraNya sendiri.

Kami pulang sambil menakar tanya. Jatnika kawin, Darmawan kawin euy, kita kapan? Yang terpenting, pernikahan ini menyadarkan saya sekali lagi bahwa pernikahan itu adalah persimpangan takdir dan kehendak dalam usaha manusia untuk menggenapkan setengah agamanya. Sudah jelas jodoh itu urusan Tuhan, kita tidak diberi pengetahuan melainkan sedikit saja. Ketika takdir mengantarkan anasir-anasir ketidakpastian hasil usaha manusia, percayalah takdir Tuhan bekerja dengan caraNya sendiri.

Richard Clayderman

Entah kenapa, saya merasa harus mendengarkan lagi Richard Clayderman. Saya ingat, Bapak punya satu album instrumental Richard Clayderman. Disitu ada lagu instrumen favorit saya. Saya sudah jelas lupa judul lagunya. Kapan terakhir kali mendengarkan pun sudah lupa. Mungkin dulu. Sekitar tahun 1997, waktu masih SD. Hanya saja, seandainya saya punya kesempatan menjajal satu per satu lagunya, saya tentu akan tahu yang mana lagu favorit saya itu. Sayangnya, saya selalu lupa untuk mencarinya di rumah.


 
Saya sudah mencarinya via website resmi Richard Clayderman. Saya terlalu bingung untuk mencari album itu. Saya hanya ingat warna cover albumnya yang berwarna merah. Tetapi, terlalu banyak pilihan. Mungkin juga, covernya memang berbeda dengan versi internasional.

Seusai menghadiri pernikahan Darmawan, akhirnya kami memutuskan untuk singgah sebentar di Toko DVD langganan. Saya tidak perlu sebut namanya. Yang jelas, kalau memang anda orang Bandung, tidak terlalu susah untuk menemukan Toko DVD di daerah Jalan Ambon. Sekitar dua minggu yang lalu, saya mampir kesana dan membeli film ‘I Don’t Know How She Does It’ dan MP3 David Foster Collection.

Iseng-iseng, saya menemukan yang saya cari. MP3 Richard Clayderman Album Collection. Menemukan CD ini saya rasa sama halnya dengan urusan jodoh. Ketika kita mempunyai satu kehendak, semesta akan membawa kita kesana, dalam pertemuan yang tidak sengaja. Begini, maksudnya saya memang tidak berniat sedikit pun untuk mencari album Richard Clayderman, hari itu. Hanya saja, saya telah tiba pada suatu momen dimana kehendak bersimpangan sempurna dengan takdir. Saya pikir, begitu juga dengan jodoh. Tiba-tiba hadir dalam suatu pertemuan yang tidak sengaja dan kadang tanpa diharapkan sama sekali. Tetapi, kita cukup sadar bahwa memang itulah yang kita butuhkan. Tanpa sengaja, pikiran macam ini melintas begitu saja saat kami bertiga sedang menikmati dimsum di sebuah warung di sebelah Toko DVD itu.
 
*

Agaknya, akhir pekan kemarin itu memang Tuhan telah takdirkan seperti itu. Supaya kami benar-benar bisa mengambil pelajaran dari dua momen bahagia sahabat kami. Saya pun bisa memahami sedikit demi sedikit jalan pikiran dan sudut pandang dua sahabat saya itu. Tentang bagaimana memaknai kejadian-kejadian sepanjang akhir pekan ini.

Angin berhembus pelan. Bandung masih macet.

Pharmindo-Paninggilan, 14 April 2012.

1 komentar:

toxiclane mengatakan...

Baru baca nih bro...insya Allah engkau segera menikmati pelaminan dengan teman hidupmu sedari SD :D

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...