Kamis, 25 September 2014

Sepuluh Tahun

Adakah waktu mendewasakan kita?
Kla Project - Semoga

Dalam sebuah perjalanan singkat untuk bersilaturahmi, saya mendapat sebuah pertanyaan. Satu pertanyaan yang agak mengganggu dan agak eksistensialis. Kali ini bukan pertanyaan “Kapan kamu nikah?” dan sejenisnya. Hanya sekedar “Sepuluh tahun yang lalu kamu dimana?”.



Bicara soal dekade, ingatan saya selalu tertuju pada album Kla Project dengan judul yang sama, Dekade (1989-1999). Satu album yang dibuat untuk memperingati umur mereka di pentas musik Indonesia. Album itu adalah teman saya melewati malam-malam yang penuh dengan angka. Bila sedang waktunya, jam belajar malam saya diiringi oleh musik mereka.

It’s always amazing to see how time flies. You may see all that you can’t leave behind or else.

Satu dekade lalu, tepatnya tahun 2004 adalah tahun yang penuh dengan keajaiban. Saya bisa berkata bahwa tahun itu adalah tahun penentuan. Tahun dimana saya hanya punya waktu kurang dari setengah semester untuk menyelesaikan pendidikan menengah di SMA. Saya juga dihadapkan oleh keinginan masuk kuliah di kampus plat merah (baca: negeri).

Setahun sebelumnya, secara ajaib saya bisa masuk kelas IPA. Kemudian, saya juga bisa lulus dengan hasil yang tidak terlalu mengecewakan alias nggak jelek-jelek amat. Tahun itu juga saya mengambil keputusan terbesar sepanjang hidup saya hingga saat itu. Kebetulan, sistem penerimaan mahasiswa baru masih menggunakan cara yang sama hanya saja namanya sudah berganti bukan lagi UMPTN dan berubah menjadi SPMB. Saya memutuskan untuk pindah haluan dari yang asalnya ujian IPA menjadi IPS. Keputusan itu tidak saya ambil atas pertimbangan seketika. Saya sadar dan cukup tahu diri.

Keputusan itu pula yang mengantarkan saya masuk ke Program Studi Ilmu Perpustakaan di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Ajaib rasanya untuk bisa mengalami sendiri sebuah keberuntungan. Nama saya ada di seluruh harian yang menayangkan hasil ujian SPMB. Feels like you fulfill your destiny. Saya masih ingat rasanya pertama berjalan kaki dari gerbang lama Unpad Jatinangor menuju kampus FIKOM pada waktu registrasi ulang. Saya juga masih ingat bahwa saya bersimbah keringat melewati jalan menanjak yang rindang dan agak gersang itu.

Selebihnya, setengah tahun kedua di dekade lalu saya lewati dengan segala macam ‘first thing’. Pertama kali merasakan kehidupan anak kost, agak mirip seperti yang dibilang Project P dalam lagu “Nasib Anak Kost”. Pertama kali menjadi Ketua Regu saat Ospek. Pertama kali terpilih menjadi Ketua Kelas. Pertama kali ikut organisasi pers kampus. Pertama kalinya memakai kameja untuk kuliah. Pertama kali jatuh cinta, barangkali :)))).

Anyway, saat itu saya tidak pernah membayangkan dimana saya sepuluh tahun yang akan datang. Dalam sebuah lomba menulis tahun 2012 lalu saya menulis imajinasi saya 20 tahun mendatang. Saya hanya bisa nyengir bila membaca lagi tulisan saya yang dimuat oleh sebuah penerbit independen. Padahal, saya tidak pernah bisa membayangkan akan jadi apa jadinya 10 atau 20 tahun lagi. Saya bukan Raffi Ahmad yang bisa bilang masih akan mencintai Yuni Shara selama 50 tahun lagi. Atau Christina Perri yang mampu mencintai kekasihnya selama beribu-ribu tahun lamanya.

Through the fire, through the limit, through the wall. Through the fire, through whatever come what may.

Ada banyak rasa syukur bila kemudian berkaca kembali pada keadaan saya sekarang. Agaknya, perjalanan waktu memang mampu mendewasakan. Saya percaya bahwa siapa menabur maka akan menuai. Tuhan tidak pernah tidur maka tangan Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri. Dengan segala kekurangan dan kelebihan saat ini, rasanya semakin pantas dan belum terlambat untuk menengadahkan tangan seraya berucap “Terima kasih, Tuhan.”


Paninggilan, 25 September 2014
selesai makan malam

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...