Jumat, 16 September 2022

Surat Cinta dari Fuzhou (lagi)

Cintaku,

Hari ini aku kembali ke Fuzhou. Seharusnya aku sudah berada disampingmu, saat ini. Seharusnya aku sudah menghapus peluhmu, Mencium keningmu dengan segenap perasaan. Penuh cinta dan romansa. Sayang sekali, kita tidak pernah bisa memilih takdir. Seperti saat kita menuang segelas bir.

Aku kembali pada suara gemuruh ombak yang sama. Entah berapa juta hari yang lalu. Aku kembali pada angin yang sama. Angin yang terbawa topan Muifa dari arah ShangHai sana. Aku kembali pada aroma yang sama. Aroma perpisahan yang selalu tidak pernah menyenangkan.

Aku tidak pernah tahu apa yang terjadi. Apakah kembalinya aku ini meninggalkan jejak pada dia dan dirinya. Aku tidak pernah tahu apakah ini adil untuk mereka. Siapa bilang hidup ini begitu "fair" soal asmara dan membagi hati.

Manisku,

Sudah terlalu banyak perasaan di dunia ini. Setiap saat, setiap waktu, kita menciptakannya. Aku, engkau, kita, mereka, dan entah siapa lagi. Aku kembali menatap lampu-lampu jembatan yang masih sama warnanya seperti saat kutinggalkan. Gemerlap, serupa kilau auramu yang takkan pernah mudah untuk kulupakan.

Sayangku,

Agaknya, kali ini perasaaanku sedikit lega. Aku tahu akan menuju kemana. Aku akan pulang padamu. Kembali lagi padamu. Kembali seperti dulu. Saat desah nafasmu begitu dekat, dan engkau kupeluk erat.

Terimalah salam sayangku yang kesekian juta kalinya. Entah engkau masih mau apa tidak. Aku hanya tahu satu hal. Aku mencintaimu.


dari tempat paling sepi di dunia.
Teluk Haiying, Fuzhou. 14 September 2022

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...