Bung, lama rasanya saya tidak menyurati anda. Saya kira anda sedang sibuk ya. Oh ya, saya baru ingat kalo anda sedang berada di luar negeri, tepatnya di Inggris sana, nonton opening ceremony English Premier League. Wah, anda masih suka sepakbola toh. Salut. Anda tonton match yang mana? Newcastle vs United? Atau anda malah berada di Stamford Bridge, atau di Emirates Stadium. Saya tunggu saja kiriman fotonya bung, sebagai bukti kalau anda benar-benar ada disana.
Begini Bung. Suatu malam saya berkenalan dengan seorang Bule dari Jerman, Michael namanya (jadi teringat Michael Ballack). Dia datang dari Jakarta dua hari yang lalu. Rupanya dia diundang untuk menjadi pembicara dalam suatu forum yang membahas tentang Arsitektur. Banyak yang kami ceritakan terutama mengenai dunia perpustakaan di Jerman dan di Indonesia, negeri kita ini Bung.
Perbincangan kami makin menarik terutama ketika saya menunjukkan Jalan Braga tempat dimana banyak gedung lama dengan arsitektur masa art deco. Walaupun bahasa inggris saya tidak terlalu bagus rupanya dia sangat antusias dengan cerita saya. Apalagi waktu dia bercerita tentang keadaan perpustakaan di negerinya BMW itu.
Staat Bibliotheek, bahasa Jerman dari Perpustakaan Milik Negara atau yang dikelola negara dan bisa berada di daerah (semacam Bapusda). Dia bilang, "library is a part of our daily life, even politicians made decisions after they're going and find something in library." Wow. Amazing sekali bukan, "part of our daily life..." bagian hidup sehari-hari. Mungkin saja, karena itu pula Pak Habibie Sang Teknokrat produk Bavaria yang kurang lebih sekelas dengan Mercedes-Benz buatan Stuttgart itu mendapatkan predikat summa cum laude(IPK = 4) waktu sekolah dulu. Anda tahu itu kan Bung, walau pun anda cuma magna cum laude? Pertanyaan besarnya bukan itu, tetapi sudahkah kita seperti itu? Dimana perpustakaan menjadi bagian dari gaya hidup kita. Saya kira kalau cuma perpustakaannya saja secara fisik itu sulit. Tapi, apa yang perpustakaan punya dan bisa disebarkan pada masyarakat itulah yang akan lebih bermanfaat. Dan rasanya tidak salah bila itu menjadi tanggung jawab pustakawan, ya kan Bung?
Nah, bagaimana menurut pendapat anda sendiri. Saya yakin bukan hanya pustakawan saja yang harus melakukannya, tetapi juga peran masyarakat juga diperlukan, tinggal bagaimana kita meng-encourage mereka untuk memberikan nilai tambah pada kehidupan mereka sendiri dengan datang ke perpustakaan atau malah membaca buku yang mereka sukai.
Anda tentu suka baca kan Bung? Waktu saya ke rumah anda waktu itu saya lihat anda sedang membaca Kitab Omong Kosong dari Seno Gumira Ajidarma. Anda sudah sampai pada pertengahan cerita, yang seingat saya Rama dan Sinta sudah moksa dan Maneka dan Satya sedang melanjutkan perjalanan mencari Hanoman yang sedang bertapa. Saya pikir Kitab Omong Kosong adalah sebuah kumpulan omong kosong layaknya janji-janji calon wakil rakyat yang sekarang nongkrong di DPR. Ternyata tidak, buku itu juga memberi pencerahan tentang bagaimana seorang negarawan harus bersikap pada rakyatnya, lalu apakah kejahatan harus dibalas dengan kejahatan pula, apakah cinta dan kekuasaan adalah hal yang terlarang, dan masih banyak lagi.
Nah, bayangkan saja seandainya masyakarat kita mau membacanya atau minimal mereka mau mendengarkan juru cerita tentu kita bisa mengambil hikmah dibalik cerita yang cuma omong kosong itu. Kita terlalu sibuk untuk itu Bung, yang kita pedulikan hanyalah BBM yang harganya naik, Susahnya nyari LPG (baca: elpiji), gosip artis hari ini, siapa pemenang kontes instan ini, harga komoditas yang semakin membungkam mulut para ibu rumah tangga kala berhadapan dengan tukang sayur keliling, dan masih banyak lagi tak terkecuali rencana pemerintah menaikkan gaji PNS pada Januari 2009. Semua itu lah yang mengisi pikiran kita hingga kadang-kadang kita lupa untuk memikirkan isi hidup kita sendiri. Bila memang masyarakat kita sudah sampai pada tahapan ini, saya yakin kita tidak perlu lagi berteriak lantang untuk mensosialisasikan larangan korupsi, kita tidak perlu lagi berselisih pandang tentang pelaksanaan hukuman mati, tidak perlu lagi bertentangan pendapat hingga saling berebut kekuasaan. Saya optimis, Anda Bung?
Salam dari Bukit,
Bukit Pakar Timur 100, 23 Agustus 2008, 15.48
NB: Anda masih mau lanjut baca kitab itu kan?
Begini Bung. Suatu malam saya berkenalan dengan seorang Bule dari Jerman, Michael namanya (jadi teringat Michael Ballack). Dia datang dari Jakarta dua hari yang lalu. Rupanya dia diundang untuk menjadi pembicara dalam suatu forum yang membahas tentang Arsitektur. Banyak yang kami ceritakan terutama mengenai dunia perpustakaan di Jerman dan di Indonesia, negeri kita ini Bung.
Perbincangan kami makin menarik terutama ketika saya menunjukkan Jalan Braga tempat dimana banyak gedung lama dengan arsitektur masa art deco. Walaupun bahasa inggris saya tidak terlalu bagus rupanya dia sangat antusias dengan cerita saya. Apalagi waktu dia bercerita tentang keadaan perpustakaan di negerinya BMW itu.
Staat Bibliotheek, bahasa Jerman dari Perpustakaan Milik Negara atau yang dikelola negara dan bisa berada di daerah (semacam Bapusda). Dia bilang, "library is a part of our daily life, even politicians made decisions after they're going and find something in library." Wow. Amazing sekali bukan, "part of our daily life..." bagian hidup sehari-hari. Mungkin saja, karena itu pula Pak Habibie Sang Teknokrat produk Bavaria yang kurang lebih sekelas dengan Mercedes-Benz buatan Stuttgart itu mendapatkan predikat summa cum laude(IPK = 4) waktu sekolah dulu. Anda tahu itu kan Bung, walau pun anda cuma magna cum laude? Pertanyaan besarnya bukan itu, tetapi sudahkah kita seperti itu? Dimana perpustakaan menjadi bagian dari gaya hidup kita. Saya kira kalau cuma perpustakaannya saja secara fisik itu sulit. Tapi, apa yang perpustakaan punya dan bisa disebarkan pada masyarakat itulah yang akan lebih bermanfaat. Dan rasanya tidak salah bila itu menjadi tanggung jawab pustakawan, ya kan Bung?
Nah, bagaimana menurut pendapat anda sendiri. Saya yakin bukan hanya pustakawan saja yang harus melakukannya, tetapi juga peran masyarakat juga diperlukan, tinggal bagaimana kita meng-encourage mereka untuk memberikan nilai tambah pada kehidupan mereka sendiri dengan datang ke perpustakaan atau malah membaca buku yang mereka sukai.
Anda tentu suka baca kan Bung? Waktu saya ke rumah anda waktu itu saya lihat anda sedang membaca Kitab Omong Kosong dari Seno Gumira Ajidarma. Anda sudah sampai pada pertengahan cerita, yang seingat saya Rama dan Sinta sudah moksa dan Maneka dan Satya sedang melanjutkan perjalanan mencari Hanoman yang sedang bertapa. Saya pikir Kitab Omong Kosong adalah sebuah kumpulan omong kosong layaknya janji-janji calon wakil rakyat yang sekarang nongkrong di DPR. Ternyata tidak, buku itu juga memberi pencerahan tentang bagaimana seorang negarawan harus bersikap pada rakyatnya, lalu apakah kejahatan harus dibalas dengan kejahatan pula, apakah cinta dan kekuasaan adalah hal yang terlarang, dan masih banyak lagi.
Nah, bayangkan saja seandainya masyakarat kita mau membacanya atau minimal mereka mau mendengarkan juru cerita tentu kita bisa mengambil hikmah dibalik cerita yang cuma omong kosong itu. Kita terlalu sibuk untuk itu Bung, yang kita pedulikan hanyalah BBM yang harganya naik, Susahnya nyari LPG (baca: elpiji), gosip artis hari ini, siapa pemenang kontes instan ini, harga komoditas yang semakin membungkam mulut para ibu rumah tangga kala berhadapan dengan tukang sayur keliling, dan masih banyak lagi tak terkecuali rencana pemerintah menaikkan gaji PNS pada Januari 2009. Semua itu lah yang mengisi pikiran kita hingga kadang-kadang kita lupa untuk memikirkan isi hidup kita sendiri. Bila memang masyarakat kita sudah sampai pada tahapan ini, saya yakin kita tidak perlu lagi berteriak lantang untuk mensosialisasikan larangan korupsi, kita tidak perlu lagi berselisih pandang tentang pelaksanaan hukuman mati, tidak perlu lagi bertentangan pendapat hingga saling berebut kekuasaan. Saya optimis, Anda Bung?
Salam dari Bukit,
Bukit Pakar Timur 100, 23 Agustus 2008, 15.48
NB: Anda masih mau lanjut baca kitab itu kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar