Di satu pagi yang indah sekali*) aku bangun tak biasanya. Aku terbangun karena mendengar suara orang banyak berkerumun di depan rumahku yang cuma tipe 36 itu. Oh rupanya mereka sedang beramai-ramai bekerjasama untuk memasang umbul-umbul dan bendera untuk memeriahkan kemerdekaan negara ini. Karena kamarku di lantai atas aku bisa melihat mereka semua. Anak-anak kecil yang berlarian sambil membawa bendera pada sebatang lidi, ibu-ibu yang tiba-tiba lupa memberhentikan tukang sayur dan lupa membuatkan sarapan, bapak-bapak yang masih mengenakan sarung sambil merokok. Semuanya berkumpul. Aku juga lihat pemuda dan remaja sedang memasang gawang di lapangan.
Maka ketika mereka melihat ke arahku. Mereka hanya tersenyum. Mereka maklum. Karena pekerjaanku seorang pilot. Seorang pilot dengan jadwal terbang yang tak tentu. Kadang sebulan aku tidak pulang, kadang pula hanya dirumah saja. Semuanya terjadi begitu saja. Tetapi, mereka masih menunjukkan rasa hormatnya padaku. Toh, aku bukan siapa-siapa, jadi aku tidak terlalu terbebani ketika mengeluarkan 5 lembar uang 100ribu untuk sekedar konsumsi mereka pagi ini.
Ketika aku sedang melamun di teras sambil merokok dan minum kopi, tiba-tiba saja henponku bernyanyi "...masihkah kau ingat... sayang...."**) lagu itu lagi. Artinya, ada telepon masuk. Hmmm. Selendang Merah menelponku. Ada apa ya, apa karena aku melanggar larangan terbang dari Uni Eropa kemarin, yang melibatkanku pada sebuah pertarungan hebat hingga akhirnya Departemen Luar Negeri dan Departemen Perhubungan turun tangan. Aduh, sial pikirku.
"Siapkan pesawat sekarang!"
"Tapi masih di GMF^), Pak."
"Siapkan sekarang. Kamu terbang hari ini. Temui saya dengan pesawat dan seluruh armada darat jam 10 tepat."
"Segera, Pak"
"Jangan lupa helikopter yang selalu kita pakai ke sawah dan ladang itu"
"Siap, Pak"
Aku tidak pernah bisa menolak panggilan sekaligus perintah Selendang Merah. Aku hanya bisa menurutinya itu saja. Aku tidak peduli apakah perintahnya benar atau salah. Itu bukan urusanku. Urusanku hanya menerbangkan pesawat, titik. Tapi, aku juga heran kenapa ia menyuruhku juga untuk menyiapkan seluruh armada. Bukannya si Sarman yang mantan reserse itu. Ah, lagi-lagi aku hanya bisa mengikuti perintahnya. Hari ini pasti ada yang terjadi. Sesuatu yang besar untuk Selendang Merah. Ah, lagi-lagi-lagi itu bukan urusanku. Tapi, mungkin saja. Logis.
Aku menemuinya di base Selendang Corporation. Ia tidak banyak berkata. Ia hanya bilang, "hari ini semua armada akan digunakan ke Garut. Batalkan seluruh jadwal terbang dan perjalanan." Untungnya, hari ini semua armada sedang off karena tidak ada jadwal.
"Sarman, pimpin seluruh armada darat ke Jatinangor, Cirebon, dan Jakarta, Siapkan juga 1 bus di dekat gerbang tol Pasteur. Midun, kau bawa 737."
Tinggal aku yang belum disuruhnya.
"Kau denganku di heli"
Sudah kuduga.
"Ada pertanyaan?"
Semua diam
"Hari ini sahabatku akan tunangan. Saya minta anda semua menjemput semua teman saya yang di Bandung, Jatinangor, atau bahkan yang luar kota sekalipun, ini alamat dan kontak mereka. 737 disiapkan untuk mengangkut rombongan dari keluarga teman saya. Saya minta ba'da dzuhur semua sudah tiba di Jl. Patriot Dalam 1 No. 12. Tarogong. Tidak ada yang telat."
Semua mengangguk. Tanpa aba-aba semua bubar.
Memang semua armada darat kami adalah yang terbaik dan berbeda dari kebanyakan perusahaan travel. Kami punya Toyota Land Rover untuk angkutan reguler, Nissan Elgrand yang entah sama rasanya dengan Toyota Alphard, dan puluhan Toyota New Camry, serta 10 unit bus SAAB-SCANIA dari Swedia. Rasanya, kalo kami masih telat kami pasti malu.
Selendang Merah masih berada di kantor denganku. Rupanya ia sibuk mengatur teman-temannya agar mau datang ke Garut. Aku hanya mempersiapkan helikopter. Membuka tudungnya dan membuka kotak peralatan untuk membuka peralatan tempur yang menempel. Aku hanya menyesuaikan saja dengan tema hari ini: Pertunangan. Tidak lucu kalau kami datang ke pertunangan sahabatnya dengan peralatan tempur yang fully-loaded. Kita sudah merdeka Bung!.
"Siap-siap, kita terbang 30 menit sebelum Dzuhur. Kita shalat dulu di Masjid Raya Tarogong. Lalu, pulangnya kita makan dan berendam di Sumber Alam***)"
"Siap, Pak."
Sekarang aku yang bingung, helikopter Apache seperti yang kau lihat ini mau diparkir dimana?
Bukit Pakat Timur 100, 16 Agustus 2008, 17.49
****)dibuat untuk 2 sahabat yang akan segera bertunangan, Vita-Waluyo. Anda Inspirasinya.
^) GMF, Garuda Maintenance Facility, fasilitas maintenance pesawat maskapai Garuda Indonesia Airlines
*)Koes Plus, Pagi Yang Indah
**) Iis Sugianto - Jangan Sakiti Hatinya
***) Sebuah resort di Cipanas, Garut
Maka ketika mereka melihat ke arahku. Mereka hanya tersenyum. Mereka maklum. Karena pekerjaanku seorang pilot. Seorang pilot dengan jadwal terbang yang tak tentu. Kadang sebulan aku tidak pulang, kadang pula hanya dirumah saja. Semuanya terjadi begitu saja. Tetapi, mereka masih menunjukkan rasa hormatnya padaku. Toh, aku bukan siapa-siapa, jadi aku tidak terlalu terbebani ketika mengeluarkan 5 lembar uang 100ribu untuk sekedar konsumsi mereka pagi ini.
Ketika aku sedang melamun di teras sambil merokok dan minum kopi, tiba-tiba saja henponku bernyanyi "...masihkah kau ingat... sayang...."**) lagu itu lagi. Artinya, ada telepon masuk. Hmmm. Selendang Merah menelponku. Ada apa ya, apa karena aku melanggar larangan terbang dari Uni Eropa kemarin, yang melibatkanku pada sebuah pertarungan hebat hingga akhirnya Departemen Luar Negeri dan Departemen Perhubungan turun tangan. Aduh, sial pikirku.
"Siapkan pesawat sekarang!"
"Tapi masih di GMF^), Pak."
"Siapkan sekarang. Kamu terbang hari ini. Temui saya dengan pesawat dan seluruh armada darat jam 10 tepat."
"Segera, Pak"
"Jangan lupa helikopter yang selalu kita pakai ke sawah dan ladang itu"
"Siap, Pak"
Aku tidak pernah bisa menolak panggilan sekaligus perintah Selendang Merah. Aku hanya bisa menurutinya itu saja. Aku tidak peduli apakah perintahnya benar atau salah. Itu bukan urusanku. Urusanku hanya menerbangkan pesawat, titik. Tapi, aku juga heran kenapa ia menyuruhku juga untuk menyiapkan seluruh armada. Bukannya si Sarman yang mantan reserse itu. Ah, lagi-lagi aku hanya bisa mengikuti perintahnya. Hari ini pasti ada yang terjadi. Sesuatu yang besar untuk Selendang Merah. Ah, lagi-lagi-lagi itu bukan urusanku. Tapi, mungkin saja. Logis.
Aku menemuinya di base Selendang Corporation. Ia tidak banyak berkata. Ia hanya bilang, "hari ini semua armada akan digunakan ke Garut. Batalkan seluruh jadwal terbang dan perjalanan." Untungnya, hari ini semua armada sedang off karena tidak ada jadwal.
"Sarman, pimpin seluruh armada darat ke Jatinangor, Cirebon, dan Jakarta, Siapkan juga 1 bus di dekat gerbang tol Pasteur. Midun, kau bawa 737."
Tinggal aku yang belum disuruhnya.
"Kau denganku di heli"
Sudah kuduga.
"Ada pertanyaan?"
Semua diam
"Hari ini sahabatku akan tunangan. Saya minta anda semua menjemput semua teman saya yang di Bandung, Jatinangor, atau bahkan yang luar kota sekalipun, ini alamat dan kontak mereka. 737 disiapkan untuk mengangkut rombongan dari keluarga teman saya. Saya minta ba'da dzuhur semua sudah tiba di Jl. Patriot Dalam 1 No. 12. Tarogong. Tidak ada yang telat."
Semua mengangguk. Tanpa aba-aba semua bubar.
Memang semua armada darat kami adalah yang terbaik dan berbeda dari kebanyakan perusahaan travel. Kami punya Toyota Land Rover untuk angkutan reguler, Nissan Elgrand yang entah sama rasanya dengan Toyota Alphard, dan puluhan Toyota New Camry, serta 10 unit bus SAAB-SCANIA dari Swedia. Rasanya, kalo kami masih telat kami pasti malu.
Selendang Merah masih berada di kantor denganku. Rupanya ia sibuk mengatur teman-temannya agar mau datang ke Garut. Aku hanya mempersiapkan helikopter. Membuka tudungnya dan membuka kotak peralatan untuk membuka peralatan tempur yang menempel. Aku hanya menyesuaikan saja dengan tema hari ini: Pertunangan. Tidak lucu kalau kami datang ke pertunangan sahabatnya dengan peralatan tempur yang fully-loaded. Kita sudah merdeka Bung!.
"Siap-siap, kita terbang 30 menit sebelum Dzuhur. Kita shalat dulu di Masjid Raya Tarogong. Lalu, pulangnya kita makan dan berendam di Sumber Alam***)"
"Siap, Pak."
Sekarang aku yang bingung, helikopter Apache seperti yang kau lihat ini mau diparkir dimana?
Bukit Pakat Timur 100, 16 Agustus 2008, 17.49
****)dibuat untuk 2 sahabat yang akan segera bertunangan, Vita-Waluyo. Anda Inspirasinya.
^) GMF, Garuda Maintenance Facility, fasilitas maintenance pesawat maskapai Garuda Indonesia Airlines
*)Koes Plus, Pagi Yang Indah
**) Iis Sugianto - Jangan Sakiti Hatinya
***) Sebuah resort di Cipanas, Garut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar