Rabu, 19 Januari 2011

Le Memoir du Soir

Aninda,

Entah cepat atau lambat, aku tahu saat seperti ini akan terjadi. Saat meninggalkan kota ini dengan segenap perasaan yang tertinggal. Tertinggal pada hatimu atau malah disela-sela rerumputan di perbukitan Utara itu. Ini bukan pertama kali, tapi sudah untuk kesekian kalinya. Kini, semua itu kembali menyeruak dalam ingatan. Mengiringi deru mesin-mesin, pada suatu sore di terminal yang tak rapi.

Aku pernah membayangkan bahwa saat ini memang akan tiba. Melaju mengejar mimpi-mimpi kosmopolis-artifisial buatan ibukota dengan bis paling eksekutif yang pernah ada. Impianku melaju didera deru mesin yang saling berkejaran dengan parau suaramu. Usai kau ucapkan salam perpisahan kita di ujung jalan itu. Menangiskah kau kemarin?

Aninda,

Tahukah engkau? Dulu, aku selalu menatap getir matahari sore yang selalu mengantar senja. Dibalik jendela bis sambil menatap keluasan semesta. Sesekali terbayang wajah-wajah sahabat dan semua yang pernah mengisi hati ini. Ah, betapa kenyataan memang tidak selalu menyenangkan.

Rasanya sangat tidak pantas bila aku mengeluh pada Tuhan. Ini hanya bagian kecil dari jutaan potongan scene kehidupan yang tentu masih berlanjut. Kalau aku menyerah dan kalah saat ini, aku justru malu pada diriku sendiri. Betapa masih banyak orang yang pernah lebih menderita dibandingkan dengan aku yang disiksa perasaanku sendiri. Yeah, sometimes i'm afraid of myself.

Aninda,

Aku belum pahami betul apa maksud semua ini. Apakah ini hanya ujian godaan religi ataukah hanya sekedar momen penguras rasa? Rasa dimana gelisah tak pernah pudar.



Pharmindo-Leuwi Panjang-Paninggilan 16-18 Januari 2011.



Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...