Senin, 23 Januari 2012

Gitarku: Hidupku, Kekasihku


"Jika ingin sungguh-sungguh berdamai dengan diri sendiri, kita harus memenuhi takdir hidup kita."
(Hal. 7)


Seorang musisi sejatinya hanyalah seorang yang berkarya dengan memainkan alat musik sepenuh jiwanya. Dengan musiknya, ia mencoba menembus celah-celah sepi dalam jiwa manusia. Menyelami kemudian menemukan rumah dimana ia akan terus berkarya dalam melodi dan simfoni. Ia akan terus hidup dalam pengembaraan karena baginya musik adalah horison tanpa batas. Ia tidak akan pernah berhenti karena hidupnya telah diabdikan untuk penciptaan-penciptaan yang kelak akan mengekalkan namanya.

Sangat jarang sekali musisi di Indonesia yang mau menulis buku. Apalagi, bila itu menyangkut rahasia dibalik penciptaan dan permainan musiknya. Kalau hanya sekedar biografi rasanya sudah banyak musisi yang melakukannya. Namun, sepanjang menyangkut hal-hal detail dalam permainan dan penguasaan alat musik masih sangat terbatas sekali. Dewa Budjana melakukan hal ini dengan sangat berhasil. Selain mampu bercerita tentang pengalaman musik, ia juga menulis beberapa komposisi yang ia ciptakan bersama GIGI maupun album solo. Budjana juga membagi tips-tips dalam bermain gitar dan membuat set-up gitar untuk keperluan panggung. Lengkap dengan diagram dan skema koneksi gitar, efek, dan amplifier.

Catatan Seorang Kolumnis Dadakan

Membuka halaman pertama dari lembaran cover buku sudah terasa aroma magis emosional. Sebuah  potret halaman buku agenda kerja ayahanda Dewa Budjana yang memaparkan detail situasi kelahiran gitaris yang bernama lengkap I Gede Dewa Budjana ini. Dalam konteks penciptaan karya, hal ini merupakan sebuah prelude (pembukaan) yang menandakan awal kelahiran. Selain sebagai pengantar memasuki ranah biografis personal penulisnya.


Dalam buku ini, Budjana seolah ingin menceritakan seluruh pengalaman yang telah ia alami sebagai musisi. Baik itu dalam konteks GIGI maupun sebagai personal Budjana seorang. Siapa mengira bahwa Dewa Budjana, satu gitaris terbaik di Tanah Air Indonesia ini dulunya belajar bermain gitar dari seorang kuli bangunan yang tinggal di dekat tempat tinggalnmya di Klungkung, Bali. Sejak memainkan lagu pertamanya “Hilangnya Seorang Gadis” yang dipopulerkan oleh Deddy Dores, Budjana kemudian jatuh cinta pada instrumen yang kemudian mengantarkan dirinya pada takdir: menjadi gitaris papan atas Indonesia.

Seperti halnya banyak gitaris besar lainnya, perjalanan hidup Budjana tidaklah pendek dan selalu mulus. Budjana tidak dilahirkan dari keluarga musisi dan tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang musik. Rasa ingin tahu yang besar dan passion terhadap musik, utamanya gitar, tidak pernah surut dan inilah yang menjadi faktor penentu dalam pencarian jati dirinya.

Perjalanan dengan band pertamanya Squirrel hanyalah batu loncatan bagi kegemilangan yang akan segera diraihnya. Pada 1994 Budjana bertemu empat seniman musik berbakat, Armand Maulana, Ronald, Baron Arafat, dan Thomas Ramdan yang kemudian membentuk GIGI. Bersama GIGI semua pengalaman bermusik Budjana semakin terasah mengingat usia GIGI yang semakin matang. Lengkap dengan pasang surut kehidupan bermusik. Sebut saja ketika Baron memutuskan untuk keluar dari GIGI karena akan melanjutkan sekolah. Belum lagi, ketika Thomas mengaku kecanduan narkoba hingga memutuskan untuk keluar. Penjualan album “2 x 2” yang tidak sesuai harapan. Hingga, ketika Budi (drummer) memutuskan juga untuk keluar karena sudah tidak cocok lagi dengan musik GIGI.

Tidak hanya lantas puas dengan segala pencapaian bersama GIGI, Budjana pun berusaha untuk menyalurkan ide-ide musiknya lewat album solo. Kalau lagu-lagu di GIGI adalah hasil pengamatan dan pengalaman hidup, maka lagu-lagu di album solo lebih merupakan hasil perenungan. Visi musik yang bagaikan sebuah kehidupan spiritual bagi Budjana mendorongnya untuk menelurkan beberapa buah album bernafaskan religi. Pembuatan album solo ini merupakan suatu bentuk pencarian dan eksplorasi wilayah-wilayah baru dalam khasanah musik serius Indonesia. Semua digarap dengan penuh dedikasi dan totalitas sehingga musik yang dihasilkan pun musik yang bagus dan dapat diterima publik penikmatnya.

Bagi Dewa Budjana, gitar tidak hanya sekedar instrumen musik. Gitar adalah hidup dan kekasih sekaligus sakral. Gitar adalah alat mencari kepuasan lahir batin dengan berkarya lewat musik. Melalui gitar, Budjana mencapai Tri Hita Karana (Hubungan dengan Tuhan, Hubungan dengan sesama, dan Hubungan dengan alam). Gitar juga adalah titian yang menghubungkan Budjana dengan dunia tempat mengejawantahkan mimpi. Dunia yang masih kental warna tradisi dan budayanya, dengan dunia di luar sana. Lewat gitar, Budjana menunjukkan pada dunia kekayaan budaya dan musik negerinya, Indonesia. Gitar pula yang mengantarkan Budjana pada GIGI. Rumah dan alamat Budjana yang sangat penting. Bersama GIGI, Budjana melewati beberapa periode musik dan berhasil mengekspresikan diri.


Judul: Gitarku: Hidupku, Kekasihku
Penulis: Dewa Budjana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2007
Tebal: 116 hal.
Genre: Biografi-Musik


Pharmindo, 23 Januari 2012

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...