Minggu, 09 Desember 2012

The Chronicles of Parlindungan Marpaung: Tiga Buku Motivasi

Perkenalan pertama saya dengan Parlindungan Marpaung berlangsung medio 2005. Saat itu, anak-anak Himpunan Mahasiswa menyelenggarakan sebuah bookfair. Pada satu stand, terdapat buku “Setengah Isi , Setengah Kosong”. Awalnya, saya mengira buku ini hanyalah sebuah buku motivasi yang memandang segala persoalan kehidupan dengan perspektif ‘looking through the glass’.

Kemudian, setelah membaca beberapa cerita dalam buku itu, ternyata ‘Setengah Isi, Setengah Kosong’ itu hanyalah satu bagian cerita saja dari sekian banyak cerita pendek motivasional. Mengertilah saya bahwa buku ini bukanlah buku motivasi yang straight. Tetapi terpilah menjadi tiga bagian diikuti dengan kumpulan cerita pendek yang menggugah sisi kemanusiaan kita untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan.

Sebetulnya, saya masih kurang paham makna cerita-cerita motivasional dalam buku “Setengah Isi, Setengah Kosong”. Entah karena waktu itu saya masih kuliah dan belum bersentuhan dengan lingkungan pekerjaan yang menuntut profesionalitas. Pengalaman itu akhirnya mengantarkan saya pada implementasi dari cerita-cerita itu sewaktu mendapat pekerjaan tiga bulanan di sebuah galeri seni di Bandung Utara medio 2006 dan magang di perusahaan telekomunikasi milik negara medio 2007.

Kebetulan, saya pernah mendapati seorang karyawan yang duduk di sebelah kubikel ikut membaca buku itu juga. Saya rasa beliau yang duduk di sebelah ini masih mau untuk belajar dan menemukan kembali hakikat dari pekerjaan yang dilakoninya. Melihat hal itu, dengan sok tahu, saya membuat kesimpulan bahwa siapapun dimana pun tentu membutuhkan guide atau panduan untuk menemukan kembali motivasi yang luntur, baik itu tergerus arus zaman, stagnansi korporat, atau faktor-faktor eksternal lainnya.

Setengah Isi, Setengah Kosong



Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, tentu manusia itu sendiri memegang peran inti sebagai objek sekaligus subyek pelaksana perubahan. Kekuatan untuk selalu belajar dan mau berubah ke arah yang lebih baik tergantung pada sejauh mana kemampuan individu untuk melihat ke dalam dirinya sendiri untuk kemudian melakukan perubahan yang dimaksud. Dalam lingkup organisasi, baik yang kecil maupun yang besar, dinamika yang terjadi didalamnya tentu mempengaruhi motivasi indidivu. Naik turun, besar kecil gelombang dinamika tersebut menuntut kita untuk tidak kehilanga sedikitpun nilai integritas dan profesionalisme. Baru waktu itu, saya rasa ada manfaat dari buku “Setengah Isi, Setengah Kosong”.

Membaca kembali buku ini rasanya seperti menjalani recurrent training atau semacam refreshment. Untuk menyelaraskan kembali nilai-nilai kemanusiaan yang behubungan dengan nilai-nilai integritas dan profesional. Sampai saat ini pun, saya masih merasa perlu untuk membuka kembali lembaran demi lembaran buku ini. “Setengah Isi, Setengah Kosong” masih memiliki nilai relevansi yang tinggi dengan keadaan saya sekarang, yang juga masih akan berkutat dengan lingkungan organisasi yang besar dengan segenap dinamikanya.

Nilai-nilai kearifan dari kehidupan tidak akan berubah hanya karena tuntutan zaman. Manusia akan selalu menyesuaikan diri dengan habitatnya. Oleh karena itu, dimanapun manusia itu berada, ia tentu akan selalu menggali nilai-nilai kemanusiaan sepanjang semua itu berkaitan dengan keadaan diri dan lingkungannya.

Fulfilling Life: Merayakan Hidup yang Bukan Main


Buku ini saya anjurkan untuk dibaca setelah “Setengah Isi, Setengah Kosong” walau tidak menutup kemungkinan bahwa pembaca lebih memilih untuk membaca buku ini terlebih dulu. Alasan saya, ada beberapa konteks tertentu yang bisa dicapai dengan membaca buku yang pertama. Buku ini sebagai kelanjutan “Setengah Isi, Setengah Kosong” membawa pembaca pada  tingkatan selanjutnya. Artinya, pengejawantahan “Setengah Isi, Setengah Kosong” akan nampak ketika pembaca sudah mulai bisa merayakan kehidupan.

Betul bahwa buku kedua Parlindungan Marpaung ini lebih banyak bercerita tentang aktualisasi nilai-nilai motivasional buku yang pertama. Fulfilling Life memberikan insight soal esensi dari kehidupan yang sedang kita jalani. Kecenderungan pengungkapan makna yang lebih kuat dalam buku ini tidak didapatkan dari cerita-cerita praktis seperti buku pertama. Eksplorasi makna hakiki kehidupan pada buku ini mendapat porsi lebih. Sehingga, tanpa berkesan menggurui penulis  mengungkap banya makna dan nilai-nilai kehidupan yang mampu mengaliri kembali jiwa yang gersang (baca: terdemotivasi/demotivated).


Buku ini terbit kembali dalam edisi revisi yang kemudian judulnya menjadi “Life is Choice: Hidup Adalah Pilihan” dan kembali diterbitkan oleh penerbit yang sama.

Setengah Pecah, Setengah Utuh


Sekilas terdengar mirip dengan judul buku sebelumnya: “Setengah Isi, Setengah Kosong”. Buku terbaru Parlindungan Marpaung ini mengambil konsep dari sebutir telur. Sebelum sebuah kue yang enak disajikan tentu sebutir telur ini tadi mengalami beberapa proses. Mulai dari dipecahkan, kemudian diaduk dalam adonan, untuk kemudian dibentuk sedemikian rupa menjadi sebuah kue yang menarik dan tentunya memiliki rasa yang enak.

Begitulah kehidupan ini sendiri. Kebahagiaan dan kesuksesan tidak datang dengan sendirinya. Tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan. Tidak ada cara singkat menuju pintu kebahagiaan. Melainkan keduanya datang setelah kita ditempa seperti butiran telur tadi. Proses-proses dalam kehidupan membutuhkan kesabaran, kekuatan, dan keikhlasan. Melalui kehendak Yang Maha Kuasa, kita diberikan ujian, cobaan, dan godaan yang bukan tanpa maksud kecuali untuk menjadikan kita sebagai pribadi yang kuat, tangguh, dan hebat.

Buku ini melengkapi khazanah buku motivasional lainnya dari penulis. Untuk pembaca setia Parlindungan Marpaung, tentu akan memiliki pengalaman-pengalaman khusus yang berkaitan dengan buku-buku sebelumnya. Ibarat hubungan antarkonteks yang kembali menemukan benang merahnya.



Paninggilan, 9 Desember 2012

1 komentar:

Salon Vikka mengatakan...

bisa ngasih resensinya life ia choise kah??

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...