Awalnya
Semalam aku mimpi, mimpi buruk sekali...
(Mimpi Buruk – Elvi Sukaesih)
Pertengahan bulan Maret 2012, saya mengalami sebuah mimpi yang tidak biasa. Mimpi yang kemudian mengantarkan saya pada sebuah perjalanan napak tilas. Malam itu, malam minggu. Saya tidur dalam keadaan junub (penting gitu???). Saya berharap didatangi oleh Kayla Paige atau Lydia Lee. Tapi, saya justru didatangi oleh Eyang Kakung (Bapak dari Bapak).
Eyang datang dan menuntun saya ke sebuah rumah. Dari kejauhan, tampak sedang ada aktivitas di rumah itu. Eyang terus menuntun saya tanpa mengucap sepatah kata pun. Ketika tiba di muka rumah, saya kemudian berpisah dengan Eyang. Eyang meneruskan masuk melalui pintu samping. Sedang saya disuruh masuk lewat pintu depan.
Rupanya, sedang ada acara Yasinan. Para pengaji mengelilingi jenazah yang dibaringkan. Saya menyalami pengunjung satu per satu. Setelah selesai, saya pun disuruh untuk membuka dan melihat sendiri jenazah yang sedang disemayamkan itu. Alangkah kagetnya, karena jenazah itu adalah jenazah Eyang. Saya kemudian menangis kencang hingga tak sadar kemudian terbangun. Saat terbangun itu pula saya mendapati air mata telah membasahi pipi ini.
Antara sadar atau tidak, saya terhanyut dalam peristiwa di dalam mimpi itu hingga ke alam nyata. Sejenak saya merenung, sambil memikirkan apa maksud kedatangan Eyang dalam mimpi saya. Mungkin saya kurang berdoa dan sudah lama tidak mengirim Al-Fatihah kepada beliau. Saya lalu tidur lagi dan melewatkan waktu Subuh seperti biasa.
Kejadian itu terus membekas meninggalkan sebuah tanya. Apakah arti dibalik mimpi itu. Tersirat sebuah keinginan, bahwa saya akan mengunjungi makam Eyang. Sebuah ziarah. Tetapi sebelum itu, saya bertanya lebih dahulu kepada anak dari Eyang, Bapak saya sendiri. Bapak hanya bilang kalau saya hanya perlu mengirimi beliau Al-Fatihah sesering mungkin. Konon, Bapak pun sering “ditegur” Eyang bilamana tidak melakukan itu.
Saya masih belum yakin dengan jawaban Bapak. Kemudian, saya bertanya pada seorang rekan kantor yang juga seorang Ustadz. Tidak butuh waktu lama untuk curiga bahwa ia adalah Ustadz jadi-jadian. Lihat saja tapak sujud yang melegam hitam di jidatnya. Kemudian, ia juga sering memimpin Shalat Jum’at di kantor. So, i have no doubt about this one.
Saya utarakan maksud saya untuk ziarah ke makam Eyang. Beliau menanggapinya dengan senang hati. Bahwa ada seseorang yang masih ingat untuk menziarahi makam leluhur. Hal ini sejalan dengan budaya dan tradisi di sebagian masyarakat negeri ini bahwa mengunjungi makam leluhur adalah suatu peristiwa rohani-spiritual yang sangat baik untuk dilakukan. Kalau tidak begitu, mana bisa makam Gus Dur bisa sepi dari peziarah.
Saya pun kemudian merancang rencana perjalanan. Seingat saya, Eyang Kakung dimakamkan di Kota Jombang. Saya tidak pernah tahu lokasi detilnya. Saya hanya ingat, waktu itu saya duduk di depan pusara yang dinaungi saung kecil. Saya tidak mengerti saya sedang berada dimana. Yang jelas, Eyang Kakung sedang dalam prosesi pemakaman. Sedangkan, makam Eyang Putri (Eyang Ti), saya tidak pernah tahu sekalipun lokasinya. Waktu beliau wafat tahun 2000, saya tidak diizinkan untuk ikut ke Pare, Kediri, kota kelahiran Bapak. Hanya Bapak, Ibu, dan Adik perempuan yang ikut serta kesana. Sementara, saya dititipkan di rumah Nenek di Bandung.
Sedikit mengenai Eyang Ti, saya pernah mengalami kejadian serupa. Beliau mendatangi saya tepat pada malam pertama beliau wafat (Eyang wafat siang hari). Kurang lebih mirip dengan kedatangan Eyang Kakung, saya disuruh membuka jenazah Eyang Ti dan seketika mata Eyang Ti menatap tajam mata saya. Eyang Ti kemudian bangkit sembari mengejar saya. “Anggi, mau kemana... mau kemana..” katanya, dengan nada seperti orang yang mengejar.
Saya sangat ketakutan sehingga ketika terbangun saya hanya bisa merinding dan sangat ketakutan. Saya merasa itu hanya godaan saja karena saya tidur di kamar depan sendirian. Untuk dicatat, kamar depan di rumah Nenek di Bandung itu sudah banyak mengalami kejadian aneh. Makanya, saya pikir itu bukan apa-apa, hanya efek sugesti dari kamar saja. Suatu hal yang kemudian saya pahami lain artinya. Bahwa, Eyang Ti menuntut saya untuk sering-sering mengirim doa kepada beliau.
Rencana yang terbengkalai
Sebagus dan serapi apapun rencana dibuat, tanpa aksi ia hanya tidak berarti apa-apa. Rencana tinggal rencana. Saya kemudian larut sibuk dalam arus pekerjaan. Saya terlena oleh nikmatnya perjalanan dinas dan tugas luar. Terbang ke kota-kota yang belum pernah saya singgahi. Mulai dari Bengkulu, Padang, hingga menjelajahi sisi kota Medan selama seminggu. Pun, ketika kembali lagi ke Balikpapan untuk presentasi, liburan di Lombok, dan sosialisasi program keselamatan penerbangan di Palangkaraya.
Akhir November 2012, sambil iseng browsing tiket murah maskapai Merah Putih dari Malaysia itu, saya teringat akan rencana yang sudah lewat itu. Delapan bulan telah berlalu sejak dicetuskannya ‘A Road to Jombang’ (sebab ‘A Walk To Remember’ sudah duluan jadi film). Baru pada medio Desember 2012, saya confirm tiket untuk pergi ke Jombang, melalui Surabaya, pada pertengahan Februari.
Saya merasa malu pada diri sendiri, bahwa saya melupakan sebuah hal yang hakiki akan keberadaan saya di muka bumi ini (apaan sih, situ eksistensialis?). saya melupakan sebuah hal yang mungkin akan membuka esensi nilai-nilai kehidupan. Siapa tahu, barangkali disana ada jawabnya, untuk setiap mimpi-mimpi dan harapan. Who knows?
Awal tahun 2013 ini saya awali dengan sebuah harapan bahwa saya akan benar-benar pergi ke Makam Eyang. Tiket sudah dibeli. There’s no way back. No return point. Saya akan pergi kesana. Saya akan tiba disana. Saya kemudian mengambil cuti 3 hari kerja terhitung 11-13 Februari. Selalu ada godaan dalam setiap rencana. Kebetulan tanggal 11 dan 13 Februari, saya harus menghadiri sebuah acara sosialisasi program yang sudah dirintis sejak tahun lalu. Saya tidak bisa mundur. Saya memutuskan untuk tidak hadir. Lagipula, masih ada anggota tim lain yang bisa menggantikan saya. I’m not that special, anyway.
Saya sempat mendiskusikan rencana perjalanan ini dengan Bapak. Bapak masih menganggap saya main-main dengan rencana itu. Sehingga, seringkali Bapak menganggap rencana saya itu sebagai guyonan belaka. Ah, saya jadi terkenang beberapa hari sesudah pengumuman kelulusan SPMB.
Menjelang hari keberangkatan, 10 Februari 2013, Bapak bertanya kenapa saya pulang ke Bandung hari itu, apakah ada undangan atau ada alasan lain. Saya utarakan kembali niat saya untuk perjalanan spiritual ini. Bapak kaget dan tidak percaya sampai saya tunjukkan tiket penerbangan besok pagi.
Walhasil, Bapa kemudian menghubungi Kakaknya (Pak De Wid) yang tinggal di Pare. Bapak bilang bahwa saya akan pergi ke Pare dan singgah semalam disana. Pak De langsung menanggapi pesan Bapak sambil menangis, begitu kata Bapak.
Route Plan Pare-Jombang |
Route Plan Surabaya-Jombang-Surabaya |
Target Operasi (tanda panah hijau) dusun Mancar, Peterongan, Jombang |
Oleh Bapak, saya kemudian dibriefing mengenai lokasi dan rute kota-kota yang akan saya singgahi. Dari Bandara Juanda, saya akan mengarah ke kota Surabaya menemui Bu De (saudara sepesusuan Bapak) untuk sekedar ‘melapor’ kedatangan saya dan mungkin bercerita sedikit tentang maksud perjalanan ini. Lalu, siangnya selepas Dzuhur saya akan langsung menuju Pare dengan naik bis antar kota melalui terminal Bungurasih. Di Pare, saya akan menginap semalam. Bercengkerama sebentar dengan Pak De Wid. Lalu, besoknya saya akan menuju Jombang. Menuju tempat pencarian saya. Selepas dari Jombang, saya akan pergi kembali ke Surabaya karena pesawat Airbus itu akan mengangkut saya lusa pagi pada flight pertama ke Bandung. Waktu saya memang singkat. Saya membuat rencana sepadat mungkin dengan tetap mengutamakan prioritas utama ke Makam Eyang Kakung dan Eyang Ti, lalu kemudian bersilaturahmi dengan segenap keluarga besar di Pare, Kediri, dan Surabaya. (...bersambung...)
Sambungan - Menjombang: Sebuah Napak Tilas (2)
Sambungan - Menjombang: Sebuah Napak Tilas (3-tamat)
Pare-Surabaya-Pharmindo-Paninggilan, Februari 2013.
Sambungan - Menjombang: Sebuah Napak Tilas (2)
Sambungan - Menjombang: Sebuah Napak Tilas (3-tamat)
Pare-Surabaya-Pharmindo-Paninggilan, Februari 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar