Hari Senin (11/3), hari dimana sejarah telah menetapkan (Alm) Soeharto sebagai penerima mandat sebagaimana kini dikenal sebagai Supersemar, Surat Perintah Sebelas Maret, menjadi sangat berarti bagi saya. Bukan karena saya mendapatkan perintah serupa. Dulu, 11 Maret ini selalu dianggap tanggal ‘keramat’ oleh beberapa sahabat di kampus, misal @lucktygs yang selalu menandai 11 Maret sebagai ‘gerbang’ menuju skripsi yang akan mengantarnya ke prosesi ritual bertoga.
11 Maret 2013, usai menjalani pemeriksaan neurologi melalui tes EEG (electro encephalography) di Lakespra Saryanto, Cawang, saya kembali ke Balai Kesehatan Penerbangan di Kemayoran untuk mengambil hasil dari test kesehatan yang saya jalani sejak hari Jum’at (8/3). Alangkah terkejutnya, bahwa ketika hasil tes sudah dirilis , saya dinyatakan tidak memenuhi standar kelaikan medis bagi penerbang. Dalam detail pemeriksaan, disebutkan kadar asam urat saya sangat tinggi, yaitu 8,4 jauh melebihi standar 7,0. Dengan demikian, saya menerima ‘supersemar’ versi dokter penguji: (1) turunkan kadar asam urat, (2) diet rendah purin, (3) diet rendah lemak. Saya resmi menjalani ‘terapi’ untuk mengurangi kadar asam urat yang dinilai membahayakan.
Bagi saya, hal ini adalah sebuah pukulan telak. Dalam pengertian sederhana yang saya tahu, penderita asam urat tidak diperbolehkan mengkonsumsi sayuran hijau. Tak pelak, kenyataan itu sangat membuat saya kecewa. Artinya, di usia saya yang ke 27 tahun, saya tidak boleh lagi menikmati tumis sosin (sawi hijau) paling enak sedunia buatan Ibu, setidaknya selama masa pemulihan. Hari-hari selanjutnya, saya hanya bisa menyesali diri sendiri. Saya tidak boleh makan sayuran hijau yang jelas-jelas adalah makanan favorit. Saya merasa kecewa terhadap diri saya sendiri karena tidak berhasil menjaga kesehatan badan. Terbukti dengan 3 catatan ‘supersemar’ dokter penguji plus satu bonus catatan lagi: Turunkan BMI (body mass index) ke level < 30 (sekarang saya 32). Ini menandakan saya harus mengurangi berat badan at least 10 kg.
Setelah vonis dokter tersebut dibacakan, saya harus belajar menerima kenyataan. Saya harus mulai memperhatikan asupan makanan. Mengubah pola makan, pola pikir, dan kebiasaan makan harus segera saya lakukan demi kesehatan jangka panjang. Untuk itu, saya sempat kembali pada program Diet Golongan Darah, sesuai petunjuk dari buku “Diet Golongan Darah O” tulisan Dr. Peter J. D’Adamo. Saya mereview kembali kategori makanan yang dianjurkan dan beberapa pantangan. Saya semakin dibuat tersiksa dengan petunjuk buku yang mengisyaratkan bahwa saya akan kehilangan lagi beberapa makanan favorit.
Untuk Golongan Darah O, buku itu menyarankan agar saya mengurangi konsumsi sayuran, apapun bentuknya. Saya semakin berusaha menghindari kenyataan, namun saya tidak punya pegangan lain dalam usaha saya menjalankan ‘supersemar’ dokter penguji.
Saya diminta untuk melakukan tes ulangan hari Rabu (14/3). Pada hasil tes ulangan, ada hasil menggembirakan. Kadar asam urat sudah turun, sehingga saya dinyatakan laik medis sebagai penerbang. Dibuktikan dengan Certificate of Medical yang dirilis Balai Kesehatan Penerbangan.
Hasil konsultasi dengan dokter, seorang sahabat SMP |
Smart Eating #menujuLangsing2013
Bulan Februari kemarin, presenter kondang Erwin Parengkuan @erwinparengkuan, bersama Jana Parengkuan, istrinya, dan Dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK., merilis sebuah buku berjudul “Smart Eating: 1.000 Jurus Makan Pintar & Hidup Bugar”. Saya sempat tertarik untuk membacanya namun keinginan itu masih terpendam hingga Jum’at kemarin (15/3) saya menghadiri Diskusi Buku ini di Periplus Plaza Indonesia. Informasi yang saya peroleh dari twitter kemudian menuntun saya untuk segera melakukan reservasi.
Erwin Parengkuan bercerita tentang kebiasaan makan sehat yang sudah dijalaninya. Kemudian, Jana Parengkuan memberikan tips dan insight seputar memadukan menu makanan sehat dalam menu harian keluarga. Apalagi ketika harus berhadapan dengan anak-anak untuk memperkenalkan menu makanan sehat. Dr. Samuel Oetoro, banyak memberikan insight seputar kandungan gizi dalam makanan sehat yang dibuat oleh Erwin Parengkuan dan Jana Parengkuan. Wawasan yang diperoleh dari pertimbangan sisi medis ini turut memberikan encourage kepada partisipan bahwa makanan sehat itu tidak selalu mahal dan membuat repot dalam penyajiannya.
Dalam diskusi ini juga disisipkan demo membuat makanan sehat. Diantaranya Sanapi, yaitu jus paduan dari Sawi, Nanas, dan Pisang, dan juga Salad Apel Kismis Almond Seledri. Selain itu juga, partisipan bisa mencoba resep lainnya, yaitu Ayam Rendang Kemiri. Semua menu itu dibuat berdasarkan pengalaman Erwin Parengkuan dalam menjalani pola makan sehat.
@erwinparengkuan menyiapkan Sanapi |
@janaparengkuan membuat Mixed Salad |
Untuk dapat kesempatan berpartisipasi dalam diskusi ini cukup melegakan saya. Saya jadi tahu apa yang harus saya lakukan untuk menindaklanjuti rekomendasi ‘supersemar’ dari dokter penguji. Saya pun tahu batas-batas yang tidak boleh saya langgar dalam usaha menurunkan kadar asam urat. Melalui konsultasi langsung dengan Dr. Samuel, saya mendapatkan wawasan baru tentang tantangan yang harus saya hadapi ke depan. Ditambah, buku Smart Eating, yang dibagikan gratis kepada partisipan, saya anggap sebagai manual book dalam merubah kebiasaan makan.
Salah Persepsi Food Combining dan Diet Golongan Darah
Saya lebih dulu mengenal konsep food combining dibandingkan dengan diet golongan darah dan smart eating. Ketika saya tanyakan itu kepada Dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK, beliau membuat membuat sebuah penjelasan singkat dengan analogi sederhana.
Food combining menuntut kita untuk memiliah makanan sesuai dengan konsep asam-basa. Makanan yang mengandung asam harus dipadukan dengan makanan yang mengandung basa. Dengan demikian, sistem pencernaan akan lebih mudah melakukan tugasnya, sehingga diperoleh suatu efisiensi atas proses penyerapan makanan.
Konsep ini berlainan dengan teori yang Dr. Samuel jelaskan. Bahwa, apapun makanan yang masuk ke dalam tubuh, baik itu asam atau basa tetap akan menjadi netral di dalam organ pencernaan. Dengan sendirinya, asam lambung beserta enzim-enzim yang ada dalam siklus pencernaan akan kembali membuat makanan yang masuk bersifat netral.
Kemudian, tentang diet golongan darah, Dr. Samuel memberikan analogi yang sangat jelas. Ketika kita sakit lalu datang ke dokter kemudian tidak kunjung sembuh, apakah kita akan datang ke dokter yang sama? Maksudnya adalah, perbandingan berapa banyak orang yang merasakan manfaat dari golongan darah dengan yang tidak memperoleh apapun dari diet tersebut yang datang kembali ke dokter yang sama tidak pernah disebutkan. Lagipula, diet golongan darah ini tidak berangkat dari pijakan hasil sebuah penelitian, Evidence-Based Medicine, kata Dr. Samuel.
Diet golongan darah berawal dari pengamatan terbatas terhadap pasien-pasien yang kemudian pendapat mereka dijadikan testimoni untuk melakukan sebuah terobosan dalam diet. Belum ada hasil penelitian sial diet golongan darah. Sehingga, anda tentu dapat menilai sendiri kadar reliabilitas dan validitas data (halah) dalam kesimpulan diet tersebut.
Konklusi
Berawal dari hashtag #menujuLangsing2013 dari Ligwina Hananto @mrshananto, saya berniat mempunyai program serupa ketika melihat lingkar perut melebihi angka 95. Usaha yang saya lakukan sejauh ini adalah rutin lari pagi setiap weekend dengan judul Paninggilan Morning Run. Usaha itu ternyata tidak cukup karena saya belum berhasil merubah pola makan dan mengurangi asupan kalori, saya pun masih belum bisa menghentikan kebiasaan merokok.
Keadaan seperti ini terus berlangsung hingga saya melakukan tes kesehatan dengan standar kelaikan medis untuk penerbang. Mengapa saya melakukan itu? Spesifikasi medis untuk penerbang dirancang sedemikian rupa dengan detail-detail tertentu sehingga diperoleh hasil yang strict, ketat, sehingga apabila salah satu komponennya dianggap melebihi batas maka peserta tes dianggap failed atau gagal. Saya mengalami kegagalan itu. Baru setelah meminum obat dari dokter penguji, menahan diri untuk tidak melanggar pantangan, lalu masuk lab kembali, saya memperoleh Certificate of Medical (Medex Certificate).
Kejadian ini membuat saya harus melakukan sesuatu. Rekomendasi tertanggal 11 Maret 2013 itu membuat saya harus membuat keputusan untuk melakukan turnover terhadap kebiasaan yang masih dijalani hingga hari ini. Percepatan mutlak diperlukan demi mencapai tujuan #menujuLangsing 2013.
Konsep Smart Eating yang diperkenalkan Erwin Parengkuan and Friends melalui buku ‘Smart Eating’ adalah panduan yang simpel dan praktis untuk merubah kebiasaan itu.Variasi menu dalam smart eating tidak lantas membuat rutinitas makan menjadi suatu kebiasaan yang harus dikurangi. Justru, konsep makan dalam smart eating kembali diperkuat dengan gagasan yang mudah dipraktekkan. Bila seorang penerbang butuh panduan dari Aircraft Flight Manual, saya menjadikan buku ‘Smart Eating’ ini sebagai manual/panduan saya dalam program kesehatan yang saya canangkan. Memang sulit untuk merubah kebiasaan, tapi seperti pepatah bilang: tidak ada kata terlambat untuk memulai.
You Ask, Doctor Answer
Dalam diskusi itu, saya juga mencatat beberapa pertanyaan lain yang diajukan ke narasumber. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam buku catatan kecil saya.
My Question:
Setelah mengenal food combining dan diet golongan darah terlebih dahulu, saya menemukan beberapa makanan pantangan, terutama dalam kaitannya dengan diet golongan darah yang sedang saya jalani, bagaimana korelasi hal tersebut dengan konsep smart eating, karena ada beberapa makanan pantangan yang masuk ke dalam menu smart eating? Misal, sayuran hijau untuk penderita asam urat.
Doctor’s Answer:
Untuk penderita asam urat dengan kadar > 8 (it’s me, anyway), memang sangat diwajibkan untuk tidak mengkonsumsi lagi sayuran hijau. Perlu dicatat juga untuk mengurangi asupan protein. Kalau kadar asam urat sudah < 7, sudah boleh lagi menkonsumsi sayuran hijau dalam batasan tertentu. Tetapi, harus tetap berhati-hati dengan asupan protein, karena protein jadi satu faktor pemicu tingginya asam urat
Anyway, pertanyaan yang lebih mirip curhat ini membuat saya punya harapan biar hanya sedikit. Bahwa, suatu hari nanti, saya akan bisa kembali makan sayuran hijau favorit saya :)) .
Q: Apakah boleh mengganti gula dengan madu dalam asupan makanan sehari-hari?
A: Madu termasuk asupan yang mengandung kadar glisemik tinggi, sehingga takarannya tetap harus diperhatikan
Q: Bagaimana cara mengkonsumsi teh hijau yang baik?
A: Sebagai anti-oksidan dan anti-karsinogenik, teh hijau akan bermanfaat dikonsumsi 3-5 cangkir per hari. Diseduh dengan suhu air 70 derajat celcius. Catatan, tidak diminum sehabis makan karena akan mengganggu metabolisme enzim pencernaan. Hal ini berlaku juga untuk teh hitam dan teh lainnya.
Q: Mengapa dalam demo digunakan batang sayuran, lalu bagaimana kadar vitamin C yang terlarut dalam variasi minuman jeruk, dan bagaimana mendapat manfaat dari konsumsi susu?
A: batang sayuran digunakan karena memiliki kadar air yang tinggi, sehingga ketika masuk dalam pencernaan akan memberikan sinyal kenyang ke otak, akibatnya kita tidak akan merasa lapar lagi. Vitamin C dalam jeruk tidak boleh disajikan dalam keadaan panas karena kadar vitamin akan segera menguap bila terkena air panas. Susu harus diminum dalam keadaan hangat, tidak dalam keadaan dingin atau panas.
Q: Saat ini, produk gula jagung sudah banyak beredar di pasaran, apakah efek jangka panjang dari mengkonsumsi produk gula jagung tersebut?
A: Perlu diperhatikan bahwa dalam komposisi produk gula jagung yang kini beredar di pasaran (lihat bagian belakang kemasan) tetap mengandung bahan pemanis buatan, aspartam. Aspartam dalam batasan tertentu diperbolehkan. Efek jangka panjang dari konsumsi produk gula jagung yang mengandung aspartam ini akan membahayakan kesehatan. Menurut penelitian terbaru, gula termasuk ke dalam toxic yang mengakibatkan penyakit degeneratif, dan mempercepat penuaan sel.
Sedikit catatan pribadi dari pertanyaan tentang gula jagung diatas. Usai divonis menderita diabetes, Bapak saya menggunakan gula jagung sebagai pengganti gula murni. Namun, saya juga kaget karena komposisi gula jagung ini tidak murni atau sebagian besar terdiri dari jagung, tetapi malah terbuat dari aspartam. Hal ini membuat saya dan Bapak tidak lagi mengkonsumsi produk tersebut lalu mengganti gula murni dengan madu.
Semoga tulisan ini membantu dalam menuju kehidupan yang lebih sehat sebagai bekal di hari depan.
Paninggilan, 16 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar