Sabtu, 28 Februari 2015

Kisah Tiga Negeri (5)

Message in the Bottle

Sudah jadi kebiasaan saya mengoleksi botol minum sejak mulai aktif mengikuti berbagai lomba lari. Kebiasaan itu juga yang mendorong saya untuk mengoleksi botol minum dari sebuah jaringan kedai kopi internasional. Sebut saja Sbux! (you’re very fond of it!).

Cukup sederhana memang, botol minum mereka bentuknya masih begitu-begitu saja namun perbedaannya cukup signifikan dari satu negara ke negara lainnya. They put a name of their city (or country) on the bottle. Satu alasan yang cukup untuk sebuah eksistensi.

Saya belum punya tumbler dari negerinya Lee Kuan Yew ini, maka satu target saya sepanjang perjalanan ini adalah mendapatkan botol minum dari kedai di Singapura ini. Kebetulan, di Vivo City ada outletnya. Saya membeli satu botol berwarna oranye seharga SGD 20 yang sudah termasuk satu large chocolate/tea/coffee pilihan. Saya memilih coklat panas dan langsung berlari menuju area check-in ferry Batam Fast.

Bad luck for us. Kami tidak mendapatkan jadwal ferry jam 3 sehingga harus menunggu satu jam lagi untuk ferry selanjutnya. Oke, sampai disini kami belum panik. Bahkan kami masih bisa menyeruput habis coklat panas dan sebotol air mineral.

Jam empat lebih kami naik ferry. Kami berdoa supaya tidak ada aral melintang dalam penyeberangan kami. Pesawat Garuda ke Bandung akan take-off pukul 17.30 WIB. Tak lama, kami pun tertidur dan terbangun ketika ferry akan merapat ke Batam Center. Sudah pukul 17.00 ketika ferry bersandar. Kepanikan mulai terasa ketika kami mengantri lagi di lajur imigrasi kedatangan. Entah berapa menit yang kami habiskan, kami pun segera mencari taksi menuju Bandara Hang Nadim. Oh ya, itu pun sudah pukul 17.30.

Kami tidak menemukan taksi resmi menuju bandara. Sehingga kami mau saja ketika seorang supir menawari kami. Tak banyak pikir, kami pun segera mengiyakan tawarannya. Harga taksi dari pelabuhan Batam Center menuju bandara Hang Nadim adalah Rp. 90.000,-. Kami mencoba menawar namun si supir bilang kalau itu harga resmi dari Koperasi Taksi disana.

The Delay

Supir taksi memang tahu kami terlambat dan ia segera mengebut. Saya tidak tahu apa yang ada di benak Ella. Ada guratan lelah diwajahnya. Untuk saya sendiri, seandainya memang kami terlambat check-in, saya rela menghabiskan semalam lagi di Batam. Tiket pesawat tidak hangus dan mudah-mudahan bisa dapat flight. Walau tentunya hal itu akan berdampak pada jadwal kami keesokan harinya di Bandung.

17.50 WIB kami sampai di Hang Nadim. Selesai bayar taksi, kami bergegas menuju counter Garuda Indonesia. Petugas disana bilang kalau kami sudah terlambat. Itupun ditandai dengan anggukan teman di petugas tadi yang menandakan bahwa kami sudah tidak bisa check-in. Oke, saya tidak akan mengalah walau terlihat mengemis untuk kebaikan mereka. 

Akhirnya, saya tanya status pesawat tujuan Bandung itu, apa sudah pushback, taxi, atau take-off. Si petugas nampak terdiam dan rekannya yang tadi itu mengangguk. Saya diperingatkan untuk tidak terlambat lagi pada penerbangan-penerbangan saya selanjutnya. Who cares, now where is your airplane? Boarding pass pun issued, artinya pesawat memang masih belum berangkat ke Bandung. Alhamdulillah.

Setengah berlari menuju boarding room. Eng ing eng. Now, there’s the airplane. Standing still on the apron. Kami tak henti-hentinya mengucapkan syukur. Pertanda Yang Maha Kuasa masih mendengar doa kami. Belum sempat kami duduk di ruang tunggu, sudah ada panggilan naik ke pesawat. Yeah! We are going home!

Jam 18.15 pesawat masih tidak bergerak kendati penumpang sudah mulai duduk rapi dan permen sudah dibagikan oleh pramugari. Tak lama, mesin pesawat dinyalakan. Saya sempat bertanya pada seorang pramugari yang bertugas. Memang di musim liburan tahun baru ini semua jadwal penerbangan GA mengalami efek domino dari delay pada penerbangan sebelumnya. Pesawat yang kami naiki pun bernasib sama setelah sebelumnya menerbangi rute Denpasar-Bandung, Bandung-Batam, dan kini Batam-Bandung.

18.30 pesawat berhenti sempurna di ujung runway Hang Nadim. Menunggu clearance dari ATC Officer untuk mengangkasa. Saya cukup lega. Begitu pun Ella yang melamun menghadap jendela kabin.

Life is Very Long



Satu hari ini terasa sangat panjang bagi kami. Sejak sarapan nasi goreng di hotel, jalan-jalan ke Masjid Sultan Abu Bakar, mengantri di Woodlands, lunch di Bugis, ketinggalan ferry di Harbourfront, hingga telat check-in di Hang Nadim. Time management is a must on your travel line. Itu pelajaran utama kami. Selanjutnya, choose the option for your convenient. Tentukan kenyamananmu sendiri. Seperti ketika kami membeli daily pass dan tiket ferry pulang-pergi di Hang Nadim.

Kami melewati langit yang sama seperti kemarin sementara pencarian QZ8501 masih diteruskan. Guncangan terasa di beberapa titik. Perjalanan ini tak lama lagi segera berakhir. Ketika akhirnya kami landing di Husein Sastranegara, tak ada kata selain ucapan syukur. Kami pun sudah terlalu lelah untuk berfoto wefie. Keluar bandara, kami pun berjalan kaki santai menuju tempat pemberhentian angkot.

Saya bersyukur karena dengan selamat sentosa berhasil menyelesaikan perjalanan 'Satu Hari, Tiga Negeri' bersama Istri tercinta. Masih ada perjalanan lain yang akan kami tempuh. The story has to ends where it’s begins. Menyisakan cerita pada ingatan yang tak lekang. Au revoir.

Bandung, 2 Januari 2015.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...