Jumat, 01 Juli 2022

Adam Makrifat

Sumber gambar: www.goodreads.com


Pertama kali mengenal judul ini lewat sebuah pertanyaan dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) Bahasa Indonesia zaman duduk di bangku sekolah. Sebagai siswa yang tidak pernah membaca buku ini tentu saja saat itu saya kebingungan karena tidak tahu isi ceritanya. Paling banter sampai kelas 1 SMA, hanya kumpulan cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku” saja yang pernah saya tamatkan.
 
Kekaguman pada karya Alm. Danarto muncul kembali ketika membaca buku “Kitab Omong Kosong” karya Seno Gumira Ajidarma, dimana sampul bukunya merupakan hasil karya gambar Alm. Danarto. Buku Alm. Danarto yang pernah saya baca sebelum Adam Makrifat adalah “Orang Jawa Naik Haji” dan saat ini sedang berusaha menamatkan “Godlob”.
 
Hasrat untuk membaca “Adam Makrifat” datang tiba-tiba saja pada suatu malam. Saya tertarik untuk memilih buku bekas dengan karakter gambar sampul aslinya. Rupanya, kondisinya masih acceptable dan merupakan edisi cetakan pertama. Pernah dijadikan koleksi sebuah kelompok teater juga. 
 
Rupanya, hanya ada enam cerpen dalam buku ini. Tidak banyak memang tetapi saya rasa ada maksudnya. Entah karena saat itu format kumpulan cerita pendek seperti ini memang punya daya tarik tersendiri bagi pembaca maupun penerbit atau memang penulisnya sengaja hanya memberikan enam cerita pendeknya saja untuk dibukukan. Saya kembali teringat pada buku “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan” karya Umar Kayam yang hanya menampilkan cerita pendek dengan jumlah yang sama.
 
Ada banyak kejutan sepanjang pembacaan buku ini. Kejutan itu dimulai tidak saja ketika dalam pembacaan ceritanya. Tetapi juga, dalam kata pengantar dalam kolom. Alm. Danarto benar-benar membuat sastra meriah dan merangsang pembaca untuk ikut mengomentari hasil karya penulis. Saya merasa kagum pada Alm. Danarto karena pada tahun-tahun tersebut sudah berani merangsang pembacanya untuk benar-benar memberikan kritik yang pantas pada sastra.
 
Saya merasakan sebuah karya yang meriah. Penuh dengan sensasi, fantasi, dan kebebasan bercerita. Lepas dari pakem-pakem teoritis. Fantastis rasanya, mengingat karya ini ditulis pada rentang tahun 1975-1981, pada masa-masa pembangunan Orde Baru. Entah, saya sulit menemukan kaitan atau hubungan antara keenam cerita pendek itu dengan kejadian-kejadian selama Orde Baru. Rasanya, keenam cerita pendek ini adalah hasil cipta karya rasa dan karsa dari seorang Alm. Danarto yang membuat cerita-cerita itu tidak hanya hidup dalam sekedar teks belaka. Ada sebuah petualangan fantasi dan imajinatif dari kisah-kisah yang seakan nyata ini.
 
Adam Makrifat sendiri diambil dari satu judul cerpen dalam buku ini yang terbit pada tanggal 3 September 1975, sehari setelah ulang tahun Bapak saya yang ke-20. Judul-judul lainnya adalah “Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat” (11 Maret 1975), “Megatruh” (28 Maret 1978), “Lahirnya Sebuah Kota Suci” (17 September 1980), “Bedoyo Robot Membelot” (7 April 1981), dan sebuah cerpen yang sangat unik, tidak ada judulnya dan hanya diberi gambar not balok dengan tanda bunyi ‘ngung-ngung’ dan ‘cak-cak’cak’ mirip pada sebuah tarian dari Bali.

Judul           : Adam Makrifat
Penulis        : Danarto
Penerbit       : Balai Pustaka
Tahun          : 1982
Tebal           : 72 hal.
Genre          : Sastra Indonesia-Cerita Pendek
 

Pajang, 1 Juli 2022

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...