Jumat, 08 Januari 2010

Pahlawan

Jadilah bandit berkedok jagoan, agar semua sangka engkau seorang pahlawan*)

Ternyata, lebih cepat untuk mengurus gelar pahlawan daripada menemukan siapa-siapa yang ikut menikmati aliran dana Century. Ternyata, masih lebih cepat melakukan pembahasan untuk gelar pahlawan ketimbang menetapkan Anggodo sebagai tersangka. Entah atas kehendak massa atau karena memang dianggap berjasa seseorang dipermudah urusannya untuk dihadiahi gelar pahlawan.

Seorang pahlawan tentu saja punya jasa yang besar bagi bangsanya. Bisa saja mereka yang gugur di medan laga peperangan demi melepaskan diri dari belenggu penjajahan sampai pada mereka yang tanpa tanda jasa. Segenap pencapaian bangsa Indonesia hingga detik ini dibiayai oleh setiap tetesan darah, keringat, dan air mata serta doa mereka yang gugur di taman bakti.

Semua bisa jadi pahlawan. Untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan dunia. Semua bisa jadi pahlawan menurut versinya masing-masing. Hanya saja, yang membedakan adalah status pengakuan atas gelar pahlawan tersebut. Kalau Negara suatu saat menghadiahi gelar pahlawan untuk kita itu bukan hanya berarti nama kita ada di daftar pahlawan yang fotonya dipajang di poster, atlas, buku pintar, dan jadi bahan pertanyaan ujian anak SD. Tak hanya itu saja, nama kita akan disejajarkan dengan mereka yang terlebih dahulu membangun peradaban dan meletakkan batu pertama fondasi bangsa ini. Itu juga berarti bahwa setelah melalui berbagai tahapan pertimbangan kita dianggap memiliki kontribusi yang berarti dalam sejarah perjalanan bangsa-dalam bidang apapun.

Perdebatan tentang layak atau tidaknya seseorang untuk mendapatkan gelar pahlawan seperti yang menyeruak saat ini adalah suatu kemestian bagi bangsa yang telah paham betul apa itu demokrasi. Lebih dari 6 dekade sudah Indonesia mengenal macam-macam demokrasi dan belajar banyak darinya. Mulai dari yang benar-benar demokratis sampai demokrasi semu. Sudah berapa banyak orang-orang yang pulang ke Indonesia sambil membawa oleh-oleh pemikiran demokrasi? Agaknya dalam situasi berbangsa saat ini hal itu maklum adanya. Termasuk ketika pluralisme, produk turunan demokrasi mulai diperkenalkan.

Menyimak kembali isu pemberian gelar pahlawan, kiranya hal itu bisa dijadikan satu referensi pembelajaran politik bangsa yang konon demokratis ini. Tidak selamanya politik memberikan pengaruh buruk bagi kehidupan kita. Ada nilai-nilai dari kehidupan politik yang patut ditiru. Yaitu, budaya untuk tidak lupa mengucapkan terima kasih. Secara politis, bisa jadi FPKB mengikuti ide FPDIP untuk mengangkat Gus Dur jadi pahlawan nasional itu sebagai etika politik belaka, karena tidak bisa dipungkiri bahwa PDIP harus berterimakasih kepada Gus Dur, karena sepeninggalnya, Megawati dan PDIP mendapat jatah untuk ikut berkuasa dan menikmati setiap impian yang hanya boleh dimiliki penguasa.

***

Apa yang telah diperbuat oleh sang (calon) pahlawan? Membangun peradaban pasca kolonialisme dan revolusi sambil menanamkan mental kere selama lebih dari 3 dekade atau jalan-jalan ke 80 negara selama 20 bulan masa jabatan sambil meninggalkan korban gempa Bengkulu tahun 2000 untuk melawat ke luar negeri dan hanya mengirim wakil presiden untuk sekedar menyampaikan rasa duka cita. Apakah itu perbuatan yang patut ditiru dan diteladani dari sang (calon) pahlawan?

Mana ada (calon) pahlawan yang menganggap sesama koleganya di DPR sebagai kumpulan anak TK. Mana ada (calon) pahlawan yang terlibat skandal pengadaan sapi impor sampai menelan sendiri dana hibah dari tetangga di Brunei sana. Mana ada pahlawan yang dapat mosi tidak percaya dari DPR sehingga MPR menjungkalkannya dari kursi presiden. Kalau memang itu bakal terjadi, hebat betul Negara ini. Seperti Mantan Menhub Jusman Syafei saja yang sudah dimosi tidak percaya semua karyawan PT.DI tapi dijadikan Menhub oleh SBY. Ada-ada saja.

Agaknya, sekarang bukan saat yang tepat untuk larut dalam euforia untuk mejadikan seseorang yang telah dan baru meninggal dunia sebagai seorang pahlawan. Terlalu dini untuk membahas hal itu. Masih ada pertimbangan-pertimbangan lainnya yang bukan sekedar menjadi corong demokrasi dan pluralisme.

Mari lihat kembali Tugu Pahlawan di Surabaya sana supaya orang bisa berkaca kalau dirinya pantas atau tidak untuk mendapat gelar pahlawan. Berapa banyak orang yang mati berjuang pada peristiwa 10 November 1945 bersama Bung Tomo? Mereka itulah sebenar-benarnya pahlawan yang gugur untuk kehormatan tertinggi dan kedaulatan bangsanya tanpa harus merasa pantas untuk diusulkan sebagai pahlawan nasional.

Bila Gus Dur dan Pak Harto tidak lepas dari kontroversi semasa jabatannya hingga kini saat mau diberi gelar pahlawan, Chairil Anwar, si Binatang Jalang yang masih mau hidup seribu tahun lagi ini pun tidak kalah kontroversialnya. Penyair yang hadir pada suatu situasi bangsa terjajah menuju semangat untuk merdeka itu menjadi polemik ketika bersamaan dengan rekan-rekannya mencetus “Surat Kepercayaan Gelanggang” pada tahun 1950. Pun ketika ia dinilai hanya menjadi plagiator bagi karya-karya penyair Barat seperti Schopenhouer, Nietzsche, Slauerhoff, Andre Gide, dan Albert Camus.**)

Kalau mau, sekalian saja Chairil Anwar, diusulkan untuk jadi pahlawan. Setidaknya di bidang sastra karena hakikat Chairil Anwar bagi dunia sastra Indonesia adalah sastrawan pendobrak zaman. Sastrawan yang mampu bersuara lantang kepada Pemimpin Tertinggi Revolusi dengan puisi mimbarnya***) sekaligus bercerita tentang indahnya waktu senja hari di suatu pelabuhan dengan puisi kamarnya***).



Cimahi, 8 Januari 2010


*) Lirik lagu “Nak”, dinyanyikan oleh Iwan Fals, album “1910”.
**) dikutip dari buku “Kebebasan Pengarang dan Masalah Tanah Air: Esai-esai Iwan Simatupang”, Penerbit Kompas, 2004. Hal.17
***) Sastra Mimbar adalah sastra yang secara tematis sangat erat hubungannya dengan keadaan dan persoalan zaman. Hal itu dapat berupa tanggapan atau jawaban dari persoalan-persoalan besar zaman itu. Sedangkan, Sastra Kamar adalah sastra yang menggarap tema keseharian serta berlatarkan situasi keseharian. Dikutip dari Majalah “Sastra”. No. 01 Tahun 1 Mei 2000. Hal.1

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...