Minggu, 25 Maret 2012

Batik, Identitas, dan Nasionalisme

Merenungkan Indonesia adalah juga merenungkan identitas kebangsaan kita.*

Sekilas Sejarah Batik

Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan Kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.  Jadi, kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit. Meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920.

Kata "batik" sendiri secara etimologis berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik". Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu, batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO sejak 2 Oktober 2009.

Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuno membuat batik. 

Identitas Bangsa

Batik telah resmi dan diakui keabsahannya secara internasional. Kita sebagai bangsa Indonesia boleh berbangga bahwa (akhirnya) batik Indonesia secara resmi telah mendapatkan klaim dari dunia internasional sebagai warisan budaya nusantara. Hal ini menandakan pengakuan dan pengukuhan terhadap batik sebagai warisan budaya asli Indonesia. Pengukuhan ini setidaknya membuat lega perasaan Bangsa Indonesia dari ancaman dan rongrongan negara tetangga Malaysia yang selalu tanpa malu mengklaim  beberapa jenis budaya asli Indonesia sebagai kepunyaannya.

Perdebatan pun selalu meruncing mengingat akulturasi dan asimiliasi budaya sesama bangsa rumpun Melayu. Kita ini bangsa Indonesia, bangsa yang punya identitas kuat baik secara sosiologis, historis, dan kultural walau memang masih ada keterkaitan hubungan dengan bangsa Melayu.  Bagaimana seandainya bila kemarin itu Malaysia tidak mengutak-atik batik? Bagaimana bila kemarin itu Malaysia tidak melakukan self-recognition atas segala sesuatu yang jadi milik bangsa Indonesia? Mengapa kita harus menunggu saat dimana identitas kita terancam oleh bangsa yang terjebak di persimpangan jalan dalam proses pencarian identitasnya?

Budaya bangsa direpresentasikan dalam berbagai bentuk kesenian di tiap daerah. Batik, hanyalah satu representasi dari sekian banyak elemen yang menyusun dan membentuk identitas kebangsaan. Batik kini telah mengalami pergeseran dalam nilai utilisasi atau penggunaannya. Batik tidak hanya digunakan dalam acara yang sifatnya resmi saja seperti undangan pernikahan maupun jamuan resmi lainnya. Bahkan sejak lama pun anak-anak sekolah sudah menggunakan batik sebagai seragam sekolah mereka. Kini, giliran orang-orang kantoran pun mengikuti tren tersebut. Batik kini telah jadi bagian dari keseharian kita.

Nasionalisme

Dalam pengamatan yang masih terbatas dan masih dapat terbantahkan oleh tesis doktoral studi kebudayaan, kenyataan yang ada saat ini menunjukkan bahwa kita masih terjebak dalam nasionalisme semu (pseudo-nationalism). Nasionalisme adalah perasaan sebangsa dan setanah air. Meliputi setiap pencapaian kebudayaan bangsa didalamnya. Segala kekayaan bangsa, mulai dari rangkaian sejarah pembentukan negara kesatuan hingga ragam budaya yang mengakar kuat dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Rasa nasionalisme kita bukan lagi dibangun dan dipelihara dari peringatan Sumpah Pemuda dan Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Nasionalisme kita kita ini terbentuk dari perasaan khawatir. Khawatir akan meledaknya bom akibat teroris pelarian dari Negeri Jiran. Khawatir akan dicaploknya Reog Ponorogo, Tari Pendet, dan Ambalat oleh negeri yang merasa dirinya menjadi pusat peradaban bangsa Melayu (dengan Kerajaan Melayu sebagai basisnya).

Perasaan khawatir ini seakan terus menggelora. Kita tentu khawatir bila perasaan seperti ini dibiarkan akan merusak sendi-sendi identitas kebangsaan. Maka kita pun mulai sadar bahwa kita ini cenderung memandang remeh dan lengah pada apa yang telah kita miliki dalam hal yang berhubungan dengan konteks sosiologis-historis-kultural. Nasionalisme yang berangkat dari kekhawatiran ini tentu akan sangat berbahaya bagi identitas bangsa sebesar Indonesia. Perlahan, hal ini akan menggerogoti makna eksistensial dari identitas bangsa itu sendiri.

Nasionalisme yang perlahan pudar ini telah meyadarkan kita sebagai bangsa Indonesia untuk lebih menghargai apa yang kita miliki. Sesuatu yang telah menjadi identitas bangsa sejak dahulu kala. Kita baru tersadar ketika identitas bangsa itu dipertanyakan. Atau lebih parah, diklaim oleh bangsa lain. Padahal, identitas memberikan makna eksistensial bagi suatu komunitas sekaligus menyadarkannya akan keberadaan komunitas lain di sisi mereka.

Penutup

Lupakan sejenak perdebatan tentang batik yang telah mendapatkan pengakuan internasional. Jelas itu bukan hal yang mudah untuk mempertahankan dan mempertanggungjawabkannya. Berapa banyak dari kita yang tahu jumlah motif dan corak batik di setiap daerah? Apa bedanya batik Pekalongan, batik Madura, dan batik Trusmi. Lalu, adakah hubungan pola batik dari batik Majalengka, Indramayu, Cirebon, dan Kuningan? Mari kita lupakan sejenak yang demikian itu.

Lebih jauh, batik sebagai warisan budaya asli Indonesia adalah satu dari sekian banyak kebudayaan peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia. Kebudayaan yang digali dari sumber-sumber tata kehidupan masyarakat Indonesia di masa lampau. Suatu entitas dalam perjalanan sejarah yang panjang dalam pencarian identitas bangsa untuk menambal kembali nasionalisme yang perlahan terkikis tergerus arus zaman.


Pharmindo, 25 Maret 2012

*)Jamal D. Rahman, dalam kolom Catatan Kebudayaaan Majalah Horison, Edisi September 2009
**)Sekilas tentang sejarah batik dikutip dari http://pesonabatik.site40.net/Sejarah_Batik.html dan http://www.museumbatik.com/page/Tentang_Batik.html



Disertakan pada lomba Blog Entry bertema Batik Indonesia, kerja sama Blogfam dan www.BatikIndonesia.com

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...