Rabu, 28 Maret 2012

For Whom The Bell Tolls (The Nightsong #2)

Saya selalu merindukan saat-saat berkumpul dengan keluarga. Terutama dengan Paman, adik bungsu dari Ibu. Petang itu, selepas maghrib jatuh kami berkumpul lagi di rumah yang sudah dua tahun ini saya tempati. Saya selalu senang setiap Paman datang. Biasanya, sambil merenungi laptop masing-masing kami akan mulai memainkan lagu. Saya selalu rindu pada musik dan lagu yang nanti akan Paman mainkan. “Sepi kieu euy, euweuh kesenian.” Begitu kata Paman setiap kami bekerja dalam sepi tanpa iringan musik.

Kedatangan Paman saya kali ini cukup istimewa. Paman adik bungsu Ibu ini tidak membawa oleh-oleh dari Bandung. Tidak ada yang beliau bawa kecuali luka dalam hatinya. Mendung sedang enggan pergi dari pikirannya. Saya tahu ada sesuatu yang salah dari raut muka yang biasanya berseri itu. Kenyataan dalam kehidupan rumah tangga telah merubah semuanya.

Dalam diam, tiba-tiba Paman mulai mencari lagu-lagu di folder komputer kerja yang tersambung dengan perangkat audio. Disana sudah ada lagu-lagu dari Iwan Fals, Doel Sumbang, Classic Slow Rock, P Project, hingga koleksi Bee Gees: Their Greatest Hits. Paman saya ini dulunya pemain band, drummer. Dia sangat mengagumi Metallica. Tetapi tidak keberatan untuk menyanyikan Isabella sambil setengah teriak setiap kami pergi ke tempat karaoke.

Tiba-tiba mengalun pelan irama sebuah lagu yang pernah saya kenal. Saya tidak benar-benar tahu judulnya apa. Tapi dari nadanya mungkin itu dari Bee Gess. Tepat sekali. Paman saya ini memilih lagu “For Whom The Bell Tolls”. Lagu yang dirilis tahun 1993, tahun yang sama dengan tahun Paman masuk kuliah. Satu judul lagu yang sama dengan lagu milik Metallica. Sambil nyengir sedikit, dia hanya bilang, “Gak apa apa, mirip Metallica judulnya”.


Saya rasa ada alasan lain dibalik itu. Bukan lantas karena mirip dengan Metallica semata. Ada sesuatu yang mengharuskan dia memutar lagu itu. Karena penasaran, saya mencoba untuk memperhatikan dan mendalami lirik lagu ini. Tanpa mengurangi rasa hormat saya, rasanya ada sesuatu yang memang berkaitan dengan suasana hati Paman Sejuta Umat (julukan khas keluarga kami) ini. Keadaan rumah tangga yang sedang ditimpa ujian telah memaksanya untuk sejenak menjauh agar mampu membuka hati kembali.

Lagu ini terus diputar berulang-ulang. Ingatan saya merujuk pada buku The Song Reader, kisah seorang pembaca lagu (Huge thanks to @taqi_qisthi for giving me this book exactly before Westlife's concert last October). Barangkali benar adanya bahwa lagu ini jadi penanda untuk suasana hati yang gelisah. Sama gelisahnya seperti saya yang mencoba untuk move on namun tersandung untuk kembali pada suatu nama.

Waktu itu, saya pikir tidaklah terlalu salah untuk membuka diri dan memulai kembali hubungan dengan Lia. Setelah apa yang terjadi dan berkali-kali awkward moments diantara kami yang seakan tidak pernah saling mengenal, tidak pernah saling melekat lengket bagai ketan. Saya rasa sudah cukup untuk mengakhiri denying period atau masa penyangkalan ini. Tidak bisakah kita berteman kembali layaknya sahabat seperti kemarin? If it’s meant to be, it’s gonna be us. Us like yesterday, with all the laughs we shared.

Petang itu, dua anak manusia, Paman dan seorang keponakannya sedang berlomba dalam pikirannya masing-masing. Mencoba menaklukkan tantangan terhebat yang muncul dalam pertempuran hebat antara logika dan hati. Demi satu rasa, satu hati, satu cinta.

*

For Whom The Bell Tolls

I stumble in the night
Never really knew what it would've been like
You're no longer there to break my fall
The heartache over you
I gave it everything but I couldn’t get through
I never saw the signs
You're the last to know when love is blind

Through the tears and the turbulant years
When I would not wait for no one
Didn’t stop take a look at myself
See me losing you

When a lonely heart breaks
It's the one that forsakes
It's the dream that we stole
And i’m missing you more
And the fire that will roar
There’s a hole in my soul
for you it’s goodbye
for me it’s to cry
for whom the bell tolls

i’ve seen you in a magazine
a picture at a party where you shouldn’t have been
hanging on the arm of someone else

I'm still in love with you
Won't you come back to you're little boy blue
I've come to feel inside
This precious love was never mine

Now I know but a little to late that I could not live without you
In the dark or the broad daylight
I promise I'll be there

When a lonely heart breaks
It's the one that forsakes
It's the dream that we stole
And I'm missing you more
And the fire that will roar
Theres a hole in my soul
For you it's goodbye
For me it's to cry
For whom the bell tolls

Never knew ther'd be times like this
When I couldnt reach out to know one
Am I never gonna find someone that knows me like you do
Are you leaving me a helpless child
When it took so long to save me
Fight the devil and the deep blue sea
I'll follow you anywhere
I promise I'll be there

When a lonely heart breaks
Its the one that forsakes
Its the dream that we stole
And I'm missing you more
And the fire that will roar
Theres a hole in my soul
For you its goodbye
For me its to cry
For whom the bell tolls


Paninggilan, 28 Maret 2012. 20.03

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...