Menyambut Ramadhan 1434 H, semoga tulisan Emha Ainun Nadjib yang dikutip dalam blog ini, mampu menjadi pengingat bagi kita untuk selalu istiqomah dalam mengawali dan meniatkan ibadah shaum yang akan dijalani sebulan penuh ini. Insya Allah.
Cak Nun memimpin forum Bangbang Wetan. courtesy: @caknundotcom |
Berbeda dengan shalat dan zakat, ibadah puasa bersifat lebih ‘revolusioner’, radikal, dan frontal. Pada orang shalat, dunia dibelakanginya. Pada orang berzakat, dunia di sisinya, tetapi sebagian ia pilah untuk di-‘buang’. Sementara pada orang berpuasa, dunia ada dihadapannya, tetapi tak boleh dikenyamnya.
Orang berpuasa disuruh langsung berpakaian ketiadaan: tidak makan, tidak minum, dan lain sebagainya. Orang berpuasa diharuskan bersikap ‘tidak’ kepada isi pokok dunia yang berposisi ‘ya’ dalam substansi manusia hidup. Orang berpuasa tidak menggerakkan tangan untuk mengambil dan memakan sesuatu yang disenangi; dan itu adalah perang frontal terhadap sesuatu yang sehari-hari merupakan tujuan dan kebutuhan.
Puasa adalah pekerjaan menahan di tengah kebiasaan menumpahkan, atau mengendalikan di tengah tradisi melampiaskan. Pada skala yang besar nanti kita bertemu dengan tesis ini: ekonomi-industri-konsumsi itu mengajak manusia untuk melampiaskan, sementara agama mengajak manusia untuk menahan dan mengendalikan. Keduanya merupakan musuh besar dan akan berperang frontal jika masing-masing menjadi lembaga sejarah yang sama kuat.
Sementara ibadah haji adalah puncak ‘pesta pora’ dan demonstrasi dari suatu sikap dimana dunia disepelekan dan ditinggalkan. Dimana dunia disadari sebagai sekadar seolah-olah megah.
Ibadah tawaf adalah aktualisasi dasar teori inna lillahi wa-inna ilaihi raji’un: suatu perjalanan nonlinier, perjalanan melingkar, perjalanan siklikal, perjalanan yang ‘menuju’ dan ‘kembali’-nya sejarah. Ihram adalah ‘pelecehan’ habis-habisan atas segala pakaian dan hiasan keduniaan yang palsu: status sosial, gengsi budaya, pangkat, pemilikan, kedudukan, kekayaan, atau apa pun saja yang sehari-hari diburu oleh manusia.
(dikutip dari tulisan “Makna Spiritual dan Sosial Puasa” , dalam buku ‘Tuhan Pun Berpuasa’, Emha Ainun Nadjib, Penerbit Buku Kompas, Juni 2012. Hal. XIV-XV)
Pharmindo, 11 Juli 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar