Minggu, 21 Juli 2013

This is Indonesia!: LIVERPOOL FC ASIA TOUR 2013



Awalnya

Final FA Cup 1996. Courtesy: belfasttelegraph.co.uk

Saya sudah lupa kapan saya mulai mencintai Liverpool FC. Kalaupun mengira-ngira, barangkali medio 90-an. Yang jelas, saat itu saya sangat kecewa ketika Liverpool dikalahkan Manchester United di Final Piala FA tahun 1996 di Webley. Gol yang dibuat Eric Cantona pada menit ke-85 membuyarkan impian Liverpudlians untuk menikmati titel FA Cup ke-6.

Pertandingan ini juga menandai comeback Eric Cantona ke Premier League usai menjalani skorsing 7 bulan akibat insiden ‘tendangan kungfu’. Saya sungguh menikmati Liverpool dekade 90-an. Liverpool masih punya Robbie Fowler (my childhood hero), Stan Collymore, winger Steve McManaman, John Barnes, David James, dan Jason McAteer, yang kemudian diteruskan oleh generasi Gerrard-Owen-Carragher.

Final UEFA Champions League 2005 Istanbul

Dilema mulai melanda ketika Final Liga Champions 2005, dimana Liverpool menghadapi AC Milan. Keduanya adalah tim favorit saya. Satu di Inggris, satu lagi di Italia. Saya sungguh tidak bisa memprediksi siapa yang akan jadi juara. Namun, tetap hati kecil berkata bahwa melihat performa Liverpool hingga ke final di Istanbul tidak menutup kemungkinan mereka bisa meraih trofi Liga Champions ke-5 mereka. Walau tetap saja perang batin tidak bisa dihindari.

Milan berhasil unggul 3-0 sepanjang babak pertama melalui gol cepat Paolo Maldini dan dua gol Hernan Crespo. Saya mengira final ini sudah berakhir untuk kemenangan AC Milan. Ternyata, Liverpool berhasil bangkit memanfaatkan permainan Milan yang mulai mengendur. 3 gol dalam 6 menit dari Gerrard, Smicer, dan Alonso, adalah pembuktian bahwa Gerrard cs masih belum menyerah hingga memaksa Milan bermain drama adu penalti. Penampilan gemilang Jerzy Dudek turut mewarnai sejarah Liverpool yang berhasil meraih titel kasta tertinggi di Eropa yang ke-5.

Maka dari itu, ketika tiket pertandingan pra-musim sudah dirilis, saya segera membeli. Ditambah bonus sempat bertemu dengan Robbie Fowler di Senayan City (Kamis, 18 Juli 2013) yang akan mengisi sebuah acara di gerai sports equipment. Sayang, saya tidak mendapat kesempatan foto bersama.

Liverpool FC Indonesia Tour 2013

Brendan Rodgers saat Konferensi Pers resmi

Kabar tentang kedatangan Liverpool ke Indonesia sudah berhembus saat penandatanganan kontrak kerjasama sponsorship antara Garuda Indonesia dengan Liverpool FC. Asumsi bahwa Liverpool akan benar-benar menjejakkan kakinya di Bumi Pertiwi tidak bisa dihindari. Banyak yang berharap bahwa Liverpool suatu saat akan singgah di Indonesia untuk tur pra-musim. Hingga kabar itu benar-benar menjadi kenyataan usai musim 2012-2013 berakhir.

Kedatangan Liverpool FC di Bandara Halim Perdanakusuma (17 Juli 2013)

Liverpool menjadikan Jakarta sebagai tujuan tur pra-musim mereka, bersama Melbourne dan Bangkok. Perlu dicatat bahwa kedatangan mereka ke Indonesia tanpa undangan atau dukungan promotor. Liverpool menilai bahwa Indonesia merupakan satu basis suporter terbesar di Asia Tenggara. Data kasar facebook, dari 12 juta orang yang ‘like’ Liverpool FC di seluruh dunia, 1,2 juta ‘like’ berasal dari Indonesia. Sedikit jauh diatas Inggris sendiri yang hanya 1,17 juta. Data itu belum termasuk data ‘real’ yang menurut Ketua Urusan Komersial Liverpool FC Billy Hogan mencapai 5,5 juta orang (harian Kompas, 20 Juli 2013).

Fans menyambut kedatangan Liverpool FC.

Antusiasme fans menjadi energi tersendiri bagi Liverpool untuk mendekati basis komunitas pendukungnya di Indonesia. Liverpudlians Indonesia menyumbang 16 persen dari jumlah fans Liverpool sedunia. Oleh karena itu, mereka memilih langsung Indonesia sebagai tujuan tur pra-musim. Lengkap dengan seluruh pemain utama, minus Luis Suarez dan Pepe Reina yang masih menjalani libur pasca Piala Konfederasi. 

Tour and Charity, together.


Coaching Clinic di satu sekolah di Jakarta

Tidak hanya itu, keberadaan Liverpool di Indonesia lebih lama dibandingkan dengan Arsenal. Beberapa acara yang digelar Liverpool FC Foundation turut memeriahkan tur pra-musim mereka di Jakarta. Coaching clinic digelar di beberapa sekolah hingga buka puasa bersama anak-anak yatim pun dijalani. Selain staf coach dari Liverpool FC Foundation, turut hadir pula Robbie Fowler, Ian Rush, dan Dietmar 'Didi' Hamann. Yang berkesan, salah satu coaching clinic diberikan kepada Special Olympic Indonesia (SO-Ina). Hal ini tentu sangat berkontribusi bagi community relations yang turut dibangun dan menjadi satu paket dengan tur pra-musim ini.

Indonesia XI VS Liverpool FC

Pengalaman bermain melawan Arsenal minggu sebelumnya membuat Indonesia XI harus bekerja ekstra melawan Liverpool. Berbagai evaluasi tentu sudah diterapkan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Secara umum, tidak banyak yang berubah dari komposisi pemain asuhan Jacksen F Tiago. 

Starter Liverpool FC
Starting XI Liverpool: 22 Mignolet; 2 Johnson, 5 Agger, 4 Toure, 3 Enrique; 21 Lucas, 8 Gerrard, 6 Alberto, 19 Downing; 10 Coutinho, 9 Aspas

Cadangan: 1 Jones, 11 Assaidi, 14 Henderson, 31 Spearing, 24 Allen, 29 Borini, 31 Sterling, 34 Kelly, 37 Skrtel, 38 Flano, 47 Wisdom, 49 Robinson, 33 Ibe

Starter Indonesia XI
Starting Indonesia XI: Kurnia Meiga, Ruben Sanadi, Igbonefo, M. Roby, Hasyim Kipuw, Taufik, Bustomi, Maitimo, Mofu, Van Dijk, Titus Bonai

Cadangan: I Made Wirawan, Dian Agus, Ramadhan, Fachruddin, Yustinus Pae, Boaz Solossa, Bayu Gatra, Pellu, Ahmad Juprianto, Ferdinand Sinaga

Tidak seperti ketika melawan Belanda, Indonesia XI kali ini mengenakan seragam merah sedangkan Liverpool mengenakan seragam ketiga mereka untuk musim ini.


Liverpool berhasil unggul di menit 10 dengan gol dari Coutinho. Sementara, Indonesia XI masih bisa menekan pertahanan Liverpool dengan beberapa peluang dari tendangan bebas maupun tendangan sudut. Hingga babak pertama usai, kedudukan masih 1-0.

Memasuki babak kedua, Liverpool dan Indonesia XI mulai melakukan pergantian pemain. Demi menjaga kebugaran pemain, Liverpool mengganti semua pemain kecuali kiper Simon Mignolet. Kedua tim masih berusaha saling menyerang. Indonesia XI berhasil menekan beberapa kali dan beberapa peluang tercipta. Liverpool pun demikian, namun baru menit 87 Sterling berhasil membuat gol memanfaatkan kerjasama dengan Assaidi. Hingga peluit panjang dibunyikan, skor 2-0 untuk keunggulan Liverpool.



Sepanjang pertandingan, Liverpudlians tak henti-hentinya menyorakkan chants kebanggaan dan lagu wajib ‘You’ll Never Walk Alone’. Pun, mereka ikut bersorak bagi Indonesia XI. Tidak ada batas antara fanatisme dan nasionalisme yang kadang dimaknai dengan sempit. Malam itu adalah malam persahabatan Liverpool dan Indonesia. 



Gelora Bung Karno penuh dengan spanduk dan bendera dari Liverpudlians seantero Indonesia. Atmosfer The Reds begitu terasa. Namun, satu yang membuat noda adalah spanduk yang bertuliskan “We’ll never forget your brutality in Heysel 1985”. Entah siapa yang membuat, keterlibatan oknum-oknum tertentu tidak bisa dipastikan. Yang jelas, mereka pulang dengan spanduk itu di pertengahan babak pertama diiringi gemuruh penonton. Hal itu tidak lantas mengurangi kegembiraan Liverpudlians. Suporter sepakbola Indonesia harus lebih belajar untuk saling menghargai satu sama lain untuk mewujudkan sepakbola prestasi.

Aftermatch


Tidak seperti laga ekshibisi sebelumnya, usai pertandingan para pemain disambut dengan pengalungan medali layaknya akhir laga Final Liga Champions sebagai tanda penghormatan dan penghargaan atas partisipasi. Kemudian, kapten Liverpool, Steven Gerrard menerima Standard Chartered Cup mewakili pemenang laga ekshibisi. Hal ini merupakan hiburan tersendiri bagi penonton usai disuguhi laga 90 menit. 


Gemuruh kembali bergema di seantero Gelora Bung Karno ketika Steven Gerrard memimpin skuad Liverpool diikuti skuad Indonesia XI melakukan walkaround ovation ke arah penonton. Sungguh suatu penghormatan yang sangat berkesan bagi fans Liverpool se-Indonesia. Saya pun hampir menitikkan air mata melihat Melwood Players melambai ke arah penonton. Liverpool, this night will still unforgettable to us!


Dikutip dari akun twitter @OfficialLFC_ID , Brendan Rodgers mengapresiasi dukungan Liverpudlians Indonesia yang diakui sama berisiknya dengan pada Scouser.


Pada kartun Minggu pagi di Harian Kompas, dimuat soal pertandingan Liverpool VS Indonesia XI. Masalahnya, adalah bukan soal nasionalisme yang kadang dimaknai sempit, tetapi sepakbola adalah soal universalisme.


Kartun ini juga mengingatkan saya pada Mice yang memang seorang Liverpudlian. Lebih lengkap bisa dibaca disini



Epilog

Saya bangga dan turut gembira karena bisa menjadi bagian dari sejarah kedatangan Liverpool FC pertama kali di Indonesia. Sebuah catatan dalam sejarah persepakbolaan Indonesia. Tidak menutup kemungkinan bahwa Liverpool akan kembali mengunjungi Indonesia. Tentunya, saya sangat berharap momen itu akan tiba. 


Bagaimanapun, sepakbola adalah bagian kecil dari fragmen-fragmen kehidupan. Sepakbola adalah bukan soal kalah-menang, skor, perbedaan warna, dan jumlah trofi, lebih dari itu sepakbola adalah jalan menemukan kembali hakikat kemanusiaan.


Paninggilan, 21 Juli 2013.

Note: all trademarks mentioned in this post belong to their respective owners.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Mantaaap euy kang anggie berkreasi di blog.
Tong he love kunjunganna ka blog abdi oge http://potret29.blogspot.com

nuinuyui mengatakan...


YNWA .

Merinding pas ngcant "You’ll Never Walk Alone" bareng kopites seindonesia di GBK 20 juli 2013.

Berharap The Reds berkunjung lagi ke Indonesia

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...