Selasa, 26 Agustus 2014

Seminggu di Incheon (2)


Menikmati malam di Best Western Incheon Airport Hotel adalah satu kemewahan untuk saya. Menyenangkan rasanya bisa merebahkan diri dan beristirahat di kamar Deluxe Suite walau hanya semalam ini saja. Rasa lelah usai seharian menyesatkan diri di Seoul terbayar lunas. Walau begitu, saya masih terkejut kala mendapati toilet yang sama, toilet tanpa semprotan air. Untuk seminggu ke depan, saya harus lebih terbiasa.

Saya tiba di hotel pukul 19.45. Menurut kalender hijriyah Ramadhan yang saya dapat dari Masjid Agung Itaewon, hari ini maghrib turun pada 19.55. Masih ada sepuluh menit untuk bersiap-siap menyantap hidangan buka puasa pertama di negeri orang, negerinya Bong Dal Hee pula. :p

Ketika maghrib tiba, tidak ada kumandang adzan disini. Hanya ada deru mesin pesawat yang mengangkasa dari airport terbaik di dunia. FYI, hotel ini hanya berjarak lima menit sehingga setiap menitnya saya pasti tahu bila ada pesawat yang take off dan landing. Suasana seperti ini kelak akan terus saya alami hingga larut malam nanti, entahlah.

Saya berpaling pada gadget dan segera menyalakan radio streaming. Adzan maghrib baru saja berkumandang di Bandung mengingat perbedaan antara Incheon dan Jakarta yang dua jam lebih awal. Saya meminum air kemasan komplimen yang disediakan hotel lalu turun ke restoran untuk makan besar. Let’s see what they have here.

Pilihan menu makan malam di hotel ini tidak berbeda dengan standar hotel bintang lima lainnya. Pilihan masakan bervariasi, mulai dari daging babi, daging sapi, daging ayam, dan sayuran. Walaupun orang Korea sama-sama makan nasi, saya sengaja tidak mengambil nasi untuk makan malam. Saya mengambil beef steak, beef sausage yang bersebelahan dengan pork ribs, dan beberapa potong ayam goreng ditambah pelengkap macam kentang goreng dan menu wajib disini yaitu kimchi. Ada empat macam kimchi; kimchi kubis, kimchi lobak, kimchi toge, dan green radish kimchi. Konon, yang disebut terakhir itu adalah kimchi berharga paling mahal.


Saya cukup menikmati makalan malam saya disini. Saya menutup menu dengan jus aprikot. Buah yang jarang saya temui di Indonesia (atau emang gak tau kali ya? :D ). Tidak terasa sudah pukul 21.00. Incheon mulai diselimuti malam. Deru bising mesin pesawat masih terdengar jelas sementara jalanan mulai sepi. Hanya lampu-lampu kendaraan terlihat bagai semut menuju Incheon Bridge.

Saya tidak lanjut menonton acara televisi. Hanya menonton berita saja sekilas di Arirang usai mandi. Setelah menunaikan shalat, saya segera tidur setelah alarm di set pukul 02.00. waktu subuh disini adalah 03.15 maka saya punya banyak waktu untuk mempersiapkan sahur.

Terlalu lelap tidur membuat saya tidak mendengar alarm yang sudah berteriak. Saya terbangun pukul 02.45 dan tergagap-gagap menyalakan water heater. Menu sahur pertama saya kali ini adalah semangkuk oatmeal dan potongan rendang daging yang saya bawa dari Indonesia. Butuh perjuangan untuk melawan waktu yang semakin mendekati imsak #TolongAnggiYaAllah. Sahur selesai pukul 03.10, saya bersyukur karena tidak melewati deadline. Saya langsung mengambil wudhu untuk shalat subuh. Tak lama, saya kembali ke ranjang untuk meneruskan mimpi yang tertunda. Siaran ulang entertainment news di Arirang menemani saya.

The Very First Day.


Senin, 7 Juli 2014. Hari pertama Electronic Safety Tools training akan dibuka secara resmi oleh Direktur IAAA. Melalui email beberapa hari kemarin, para peserta disuruh berkumpul di lobi hotel pada pukul 08.30 pagi. Hari sudah terang dan saya yang bangun jam 08.00 merasa sangat keteteran karena harus merapikan kembali koper dan tas perbekalan. Saya turun dan buru-buru mencapai lift disusul beberapa pilot dan cabin crew Vietnam Airlines.

Saya melapor pada Nick (nama aslinya Sung Ok Kang), sang Course Coordinator. Setelah semuanya siap, kami diantar menuju Incheon Airport Aviation Academy. Our sanctuary for this whole week. Menurut informasi yang saya terima dari Nick, IAAA berjarak 20 menit dari hotel. Saya pikir tidak akan terlalu jauh. Kenyataan memang tidak selalu menyenangkan. Kami melewati jalanan pedesaan yang lalu lintasnya sepi selama 20 menit itu. Jadi, bayangkan saja jauhnya. Bahkan Google Maps pun berkata demikian *sigh*.

Saya dibuat takjub ketika menginjakkan kaki usai melafalkan ‘Gamsahamnida’ kepada pengemudi bis. Sebuah Training Center yang berdiri megah di daerah pedesaan yang sepi dan terpencil. Saya agak ragu untuk menggunakan istilah desa karena jarak rumah paling dekat saja sekitar 1 km dari IAAA (kecuali rumah pemilik kebun di belakang asrama, lengkap dengan kandang anjingnya). Saya rasa Korea ini memang serius mengurusi bidang training bagi personil penerbangan di negaranya sendiri. Tercermin dari bentuk bangunan yang terdiri dari gedung utama, Aviation Training Center (isinya ada simulator pesawat dan ATC), classroom, dan dormitory. Ada juga jogging track di halaman belakang, lapangan sepakbola, dan tentu saja tanpa kolam renang (ngana pikir kita mau liburan?).

Saya merasa nyaman dengan suasana didalamnya. Tata bangunan modern minimalis  yang memaksimalkan tata cahaya membuat saya segera betah. Hanya saja, jangan melihat wilayah sekeliling Academy. Ada padang pasir luas terbentang di seberang Academy. Bila berjalan kaki melewatinya,  kita akan sampai ke Incheon Airport, entah kapan. Yang jelas, hilir mudik pesawat kembali terdengar dan terlihat. Tentu saja tak sehingar-bingar di hotel kemarin.

Kami digiring menuju meja respsionis untuk mendapatkan kunci kamar. Mereka menamakan asrama tempat tinggal kami sebagai dormitory. Tapi, bagi saya dan beberapa teman, asrama mereka terlihat seperti fasilitas hotel bintang 3++. Saya diberi kamar di lantai 5. Saya senang mendapat kamar dengan jendela besar yang menghadap ke belakang. Ada kebun sayuran dan bukit disana. Saya juga dapat melihat jelas rumah sang pemilik kebun. 10 menit kami lewati untuk menyimpan barang dan berkumpul untuk Opening Ceremony di Classroom. 


Pidato pembukaan tuan rumah disampaikan oleh Tony, Direktur IAAA. Seorang perwakilan telah ditunjuk dari kami untuk membacakan opening speech. Acara dilanjutkan dengan perkenalan seluruh peserta. Usai perkenalan, kami diberi break 5 menit sebelum pembicara pertama naik panggung. 


Slot pertama diisi oleh presentasi berjudul “New Paradigm and Strategies on Aviation Safety” dari Mr. Yool KIM, anggota National Continuous Monitoring Team, Office of Civil Aviation, MOLIT. April lalu, saya bertemu dengan NCMC Korea (Bos NCM Team) pada workshop di Jakarta. 



Slot kedua menampilkan seorang eks Pilot Boeing 767 Asiana Airlines yang kini bergabung dengan MOLIT. Capt. Yong Tae Ahn tampil membawakan presentasi bertajuk “Flight Safety Oversight System in Korea”.


Berkaca dari dua presentasi tersebut, saya takjub oleh keseriusan negara itu dalam membangun sebuah sistem keselamatan penerbangan yang mapan. Barangkali itu bedanya negara maju dengan negara berkembang. Ketika mereka sudah jauh melangkah dengan mapan, kita masih meraba-raba dan mencoba berbagai metode yang entah dipaksa dicocokkan dengan situasi negara kita. Andai saja kita mau lebih serius tanpa perlu berebut kepentingan, niscaya Indonesia pun akan maju pesat seperti mereka, i wish.

Dua sesi pembuka ini mengantarkan kami pada lunch break. IAAA menyediakan fasilitas catering di kafetaria mereka untuk urusan perut kami selama disini. Berhubung saya sudah memutuskan untuk tetap berpuasa maka saya tidak mengambil jatah makan siang saya. Hal ini membuat Nick sedikit gusar. Ia memastikan apakah saya baik-baik saja. Ia juga bertanya mengapa saya berpuasa sedangkan teman-teman dari Nigeria, Mali, Yaman, dan Tunisia tidak berpuasa. Saya menjawab bahwa mereka terlalu lelah dengan penerbangan kemarin, lagipula seorang muslim punya pilihan untuk berpuasa atau tidak jika sedang dalam perjalanan jauh. Beruntung Nick mengerti dan mengajak saya melihat-lihat kafetaria. Seorang kawan dari Yaman, menggelengkan kepalanya pada saya ketika melihat menu Korean Beef yang terparkir di sebelah pork ribs.

Saya kembali ke kamar dan berencana untuk tidur. Satu jam waktu istirahat ini akan saya habiskan dengan tidur siang. Satu kesempatan mewah yang sudah jarang saya nikmati belakangan ini. Saya menghabiskan 45 menit yang sangat mewah tadi dengan nyenyak dan sukses membuka mata tepat pukul 13.15. Masih ada 15 menit sebelum kelas mulai untuk menunaikan shalat.


Back to Classroom. Teman-teman sudah terlihat lebih segar. Mungkin karena mereka sudah selesai dengan urusan perut mereka. Saya pun demikian, hanya saja perut saya masih perlu diisi 6,5 jam lagi. Materi course hari ini adalah Introduction to SOMS and Installation (Safety Oversight Management System). Satu aplikasi yang digunakan Republik Korea sebagai workspace bagi Aviation Safety Inspector mereka. Materi ini adalah materi perkenalan sebelum praktek aplikasi besok. Kelas dibubarkan pukul 15.55 karena kami akan pergi untuk Airport Visit.

Bubaran kelas, kami diberi kesempatan untuk mencoba-coba aplikasi sesuai panduan di Guidance Material. Kesempatan yang tentu saja disia-siakan oleh semua peserta karena mereka masih lelah dan butuh tidur untuk menghilangkan jetlag :D. 

Airport Visit

Saya berharap bahwa visiting kali ini akan memberikan keleluasaan bagi kami untuk berjalan di runway layaknya Alessandra Ambrosio di VS Fashion Show. Nyatanya, seperti di KLIA, kami duduk di dalam bus dan mendengarkan penjelasan dari James, Airport Operations Instructor.

One of symbol from their glory.
Kami dibawa berkeliling Incheon Airport, melihat lebih dekat aktivitas yang berlangsung di lapangan. Incheon Airport merupakan salah satu bandar udara hub tersibuk di dunia. 15.000 orang bekerja disini dan ada 7.000 kendaraan operasional berlalu lalang setiap hari.

Kami dibuat takjub dengan cara negara ini menjalankan operasi bandar udara terbesar di dunia. Tak heran bila KLIA pun meniru beberapa hal dari sini.



Untung saja, waktu makan malam segera tiba dan IAAA menyambut kami dengan Welcoming Dinner. Acara santai menjelang istirahat malam pertama di Academy. Acara dimulai pukul 18.00. Maghrib belum akan nampak. Sementara teman-teman menyantap makan malam, saya ikut bergabung dengan mereka di meja dan mengobrol. Kebetulan, James, seorang instruktur duduk di sebelah saya. Kami saling bertukar pikiran mengenai saya yang berpuasa sedangkan teman muslim lainnya tidak.

"So you are a good moslem, and they aren't?" katanya.
"No. We have different perspective especially when we are on our way abroad. Options are open. You may fasting for full day or not fasting and replaced in on another day, outside Ramadhan." jawab saya.

Jawaban yang tentu masih mengundang pertanyaan lainnya buat Nick dan James sendiri. Melalui diskusi semacam itu, saya jadi tahu bagaimana orang Korea memahami umat Muslim. Mereka memandang Muslim sebagai satu entitas yang saklek dan kaku dalam memaknai kitab sucinya. Padahal dengan penjelasan yang mendasar, mereka pun dapat memahami detail kehidupan umat Muslim.



Makan malam usai sebelum pukul 19.00. Tidak ada sesi karaoke seperti dijanjikan Nick. Kami semua kembali ke kamar dan tidak ada seorang pun yang berkeliaran selepas makan malam. Semua sepertinya sibuk di kamar masing-masing, kecuali saya yang melamun di teras asrama lantai 5, menghadap ke utara, menikmati senja pembukaan di langit Incheon. Maghrib masih lama. Saya teringat bait puisi:

Maghrib jatuh, buluh cintaku rapuh *)

Saya menikmati sore di Incheon dengan khidmat. Mendengarkan nyanyian angin yang menghempas deru di kejauhan. Sejenak saya bertanya, “sedang apa Ella disana? Apakah langit berwarna sama di Kebayoran Baru sana?”. Lamunan saya terhenti oleh suara keras dari pintu yang dikunci oleh penjaga keamanan. Dia tersenyum pada saya lantas berlalu.

Maghrib pun tiba, saya makan lagi oatmeal dan rendang untuk berbuka puasa. Ditambah mie instan sejuta umat, Indomi*. Kapan lagi makan rendang dan mie instan nggak pake nasi, pikir saya. Ritual berbuka puasa ini memakan waktu 45 menit. Waktu yang cukup lama dari kebiasaan saya. Saya pun mandi dan shalat. Saya butuh hiburan malam ini, maka saya mengutak-atik channel televisi dan sukses menemukan fakta bahwa hanya KBS World dan Arirang yang berbahasa Inggris. Sisanya? Saya menonton drama “Emergency Couple” dengan bahasa aslinya dan tanpa subtitle.

Malam semakin dingin, saya tidak menutup jendela. Dari kejauhan terdengar rintik hujan. Anjing pemilik kebun berhenti menggonggong. Rindu, datang tiba-tiba.


Jung-gu, Incheon, 8 Juli 2014.

*) dari puisi “Magrib Jatuh”, Esha Tegar Putra. Majalah Horison, Juli 2009, hal.8

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...