Rabu, 12 November 2014

12 Tahun AADC

Adalah cinta yang mengubah jalannya waktu
Karena cinta, waktu terbagi dua
Denganmu dan rindu, untuk membalik masa


Dua tahun lalu, saya menemukan sebuah jawaban atas sebuah pertanyaan dua belas tahun lalu. Finally, tahun ini Rangga dan Cinta mengalaminya. Dua belas tahun jarak waktu dan ruang membentang akhirnya kembali tayang. Apa hubungannya? Abaikan. Apapun itu, kita harus berterimakasih pada perusahaan developer aplikasi chatting yang sengaja mengumpulkan The Signature of 2002. Minus Dennis Adhiswara.


Ada Apa Dengan Cinta akhirnya kembali tayang. Meski dalam format mini drama yang habis ditonton sekali duduk. Biarpun begitu, AADC versi 2014 ini membuat para muda-mudi yang mengalami masa-masa bangkitnya perfilman Indonesia medio 2002 silam,  kembali mengenang masa keemasan paling indah dalam hidup mereka (Saya sih iya. Kamu?). Mini drama ini seakan ingin menjawab pertanyaan atas segenap rasa penasaran kita, “12 tahun ini Rangga dan Cinta ngapain aja?”.

Rangga terlalu sibuk, mana sempat ingat sama Cinta.
Dimulai dengan Rangga yang disela kesibukannya harus menyempatkan diri pulang ke Jakarta demi urusan pekerjaan. Well said. Rangga kini sudah jadi pekerja kreatif yang (nampaknya) sukses di New York sana. Ukurannya apa? Rangga bisa dapat penugasan ke luar negeri dari kantornya.

Sambil menyiapkan bekal perjalanan tugasnya, tak sengaja Rangga menjatuhkan buku “Aku” karya Sjuman Djaya. Ini pasti sebuah konspirasi besar alam semesta untuk mengembalikan ingatan Rangga pada Cinta.

The Gang: Friendship never ends
Cinta sendiri (barangkali) menjalani pekerjaan impiannya. Sambil sesekali berkumpul bersama geng SMA, Alya, Maura, Milly, dan Carmen; yang tentunya sudah punya hidup masing-masing juga. Saat itu juga, Rangga menemukan kembali Cinta lewat fitur aplikasi chatting yang terkenal gara-gara stikernya itu. Rangga yang terkenang masa lalu bersama Cinta, mengirim pesan langsung ke ponsel  Cinta. Sejenak, Cinta merasa aneh karena ia tidak mengenal Rangga yang lain. Alhasil, pesan Rangga itu berhasil mengoyak jala memori dalam ingatan Cinta.


Rangga berusaha menemui Cinta dalam perjalanannya ke Jakarta. OK, sampai disini barangkali juga pembaca sudah mafhum bahwa beredar kabar hoax yang menyatakan bahwa Cinta sudah tidak lagi tinggal di Jakarta tapi di Bekasi, lalu Rangga mencoba menyamar menjadi agen MLM untuk mendekati kembali Cinta. Prelude yang bagus untuk rehat sejenak dari kebosanan rutinitas :p.


Rangga terus menerus mengirimi pesan pada Cinta. Pesan yang percuma saja karena tidak terbalas. Cinta sendiri bukannya tak ada usaha.  Ia mencoba meyakinkan perasaannya kembali pada Rangga. Satu sisi, ia tidak ingin memberikan harapan apa-apa untuk Rangga. Namun, sisi lain hatinya pun merasa ingin melangkah dan melanjutkan hidup tanpa bayang-bayang masa lalu (baca: Rangga).

Rangga dan Cinta bakal ciuman lagi?

Memang dasarnya sekuel mini ini berbasis drama, selalu ada kejutan menjelang akhir cerita. Lupakan sejenak pesan sponsor. Cinta memutuskan untuk tidak menjawab pesan-pesan Rangga. Rangga pun sudah patah harapan untuk bertemu Cinta. Keajaiban itu nyata bagi mereka yang meyakininya. Sepertinya doa Rangga didengar Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Maha Pembulakbalik Hati, yang akhirnya mengirim Cinta untuk menemui Rangga. Lagi-lagi, menjelang waktu keberangkatan Rangga.

Detik tidak pernah melangkah mundur,
Tapi kertas putih itu selalu ada.
Waktu tidak pernah berjalan mundur,
Dan hari tidak pernah terulang.
Tetapi, pagi selalu menawarkan cerita yang baru.
Untuk semua pertanyaan, yang belum sempat terjawab.


“Jadi, beda satu purnama di New York dan di Jakarta?” Pertanyaan akhir yang menutup cerita. Kiranya, penonton harus kembali menunggu jawaban apa yang akan Rangga berikan pada Cinta.

Gugatan Seorang Penulis Dadakan

Saya termasuk dalam generasi emas yang ikut mengalami fenomena Ada Apa Dengan Cinta jilid pertama. Saya juga termasuk dalam golongan pembaca yang ikut penasaran dengan buku “Aku” tulisan Sjuman Djaya namun batal membelinya di toko buku. Saya masih kelas 1 SMA ketika Cinta memberikan ciuman perpisahan pada Rangga. Film ini seakan mewakili keberadaan entitas kami di dunia yang tak pernah selebar daun kelor ini.

Kembalinya kisah Rangga dan Cinta ini sempat saya ketahui dari judul headline sebuah portal berita online. Katanya, pemeran AADC-minus Dennis Adhiswara @omdennis- kembali reuni untuk promosi sebuah produk. Saya tidak lantas membaca berita itu lebih lanjut karena tidak menyangka bahwa reuni mereka akan berakhir dengan sebuah rilis mini drama.

Weekend minggu lalu, saat Persib bersiap merayakan keberhasilannya menjuarai Liga Indonesia, saya dikejutkan dengan rilis sekuel AADC yang bisa ditonton di Youtube. Saya tidak menyangka bahwa akan ada konspirasi besar antara pemilik modal (sebut saja perusahaan pengembang aplikasi chatting berwarna hijau) dengan reuni pemeran AADC.


Saya bersyukur karena akhirnya tidak lagi penasaran, apakah Rangga berhasil melalui satu purnama tanpa Cinta nun jauh disana. Buktinya, keduanya baik-baik saja tanpa harus saling mengingat, hanya dengan menjalani hidup masing-masing saja. Tetapi, kita memang tidak pernah tahu apa nasib waktu. Kita tidak pernah benar-benar paham bagaimana persinggungan takdir mempertemukan kita dengan seseorang, lantas akrab lengket seperti ketan, kemudian kembali berpisah atas nama takdir pula.

Melalui mini drama ini, kita kembali dihadapkan pada Cinta yang masih mengalami peer pressure dari keempat sahabatnya. Lupakan Rangga, cari yang lain saja. Begitu kata mereka *kecuali Alya*  yang merasakan kegundahan Cinta. *peluk Ladya Cheril*. Cinta terlihat seperti yang tidak mau cari ‘gara-gara’ dengan Rangga namun akhirnya mengalah pada perasaannya dan menemui Rangga di saat-saat terakhir langkah Rangga di Jakarta. Pelajarannya, barangkali Dian Sastro dan Nicholas Saputra ingin berpesan bahwa tidak baik memberikan harapan palsu pada seseorang kecuali kamu sudah seganteng dan secantik mereka berdua. #justsaying

Alya, aku juga pengen kita mulai dari awal lagi *digetok Mira Lesmana*

12 tahun waktu berlalu dan mereka berdua asyik dengan hidup masing-masing dan hanya dihabiskan dengan pertemuan singkat di akhir cerita. Keduanya tidak sama-sama berusaha untuk menjalin kembali apa yang telah mereka mulai. Kalau saat itu umur mereka 18 tahun, berarti mereka sekarang sudah berumur 30 tahun. Waktu yang cukup dari ideal untuk mempersatukan tali cinta abadi. Hal ini menandai satu fenomena bahwa kaum muda di Ibukota baru memulai untuk menjalin hubungan serius di penghujung umur 20-an mereka. Tentu, perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikan hipotesis dadakan saya ini.

Kemasan mini drama sekuel ini rasanya cukup baik dengan polesan scoring yang tepat. Dibuka dengan puisi Rangga, diiringi instrumen lagu-lagu official soundtrack, dan ditutup dengan puisi Rangga dan Cinta. Perlu ada analisis tersendiri pula mengapa lagu ‘Demikianlah’ menjadi dominan di akhir cerita. Apa karena ada liriknya yang berkata: “kata orang rindu itu indah”, sehingga Rangga dan Cinta butuh waktu lagu untuk menikmati kebersamaan mereka dalam bentangan jarak dan waktu? Semoga kita tidak perlu menunggu hingga 12 tahun lagi untuk mendapatkan jawaban.

Terakhir, andai saya jadi Rangga saya akan menjawab pertanyaan Cinta.

“Jadi, beda satu purnama di New York dan di Jakarta?”

Saya akan menjawab:

“Cinta, percayalah, bahwa ketika engkau menatap purnama di langit Jakarta, aku pun menatap purnama yang sama di langit New York” *keselek duren*



Paninggilan, 12 November 2014.
menatap nanar pada gerimis, rindu

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...