Rabu, 26 November 2014

Surat dari Sanur (2): Episode Senja



Selamat malam kekasihku,

Akhirnya, saya menjumpai senja pertama di Sanur. Tadi pagi hujan deras dan siang begitu panas. Usai kelas sore tadi, saya berlari seperti biasa. Kemudian, masih dengan keringat yang bercampur asin laut, senja tiba perlahan. Mendekatkan cahayanya yang selalu menimbulkan perasaan ajaib. 

Rasanya, saya tidak perlu jadi seorang Sukab. Menggunting sepotong senja untuk kemudian mengirimkannya pada satu yang terkasih, Alina. Saya rasa saya tidak akan melakukannya untukmu. Bahaya besar akan menimpa umat manusia bila sampai senja di Sanur saya gunting dan paketkan supaya engkau bisa memajangnya di meja kerjamu. 

Cintaku,

Hari ini semua modul sudah selesai disampaikan. Artinya, tugas instruktur sudah selesai walau masih harus memeriksa ujian Jum'at esok. Percayalah, bahwa aku pun sebenarnya ingin pulang saja dan segera menemuimu. Berbincang santai denganmu seraya menyelesaikan semua persiapan untuk pernikahan kita nanti yang tinggal menghitung satu purnama lagi. 

Senja ini menuntun pada lamunan tentangmu. Sejauh mana pun saya berlari, ia akan selalu menuntun kepadamu. Saya memang terlalu angkuh untuk mampu menuturkan kata lewat jaringan Indosat. Tapi jangan sekali-kali engkau pikir aku tidak pernah ingin berusaha ada di dekatmu. Membenarkan letak kerudungmu sambil menemanimu minum teh. Ya, kalimat itu tadi sengaja saya adaptasi dari puisi Soe Hok Gie. Beruntung kita masih diberkahi dua jemari yang sehat untuk memijat layar sentuh yang juga ajaib itu. 

Ella yang baik,

Sejenak saya termenung di hadapan laut yang membentang. Langit masih berwarna keunguan. Laut yang terhampar dan bergelora itu mengajari saya bercermin. Tubuh kita ini hanya perahu pada dunia dan angin waktu. Entah, suasana senja yang selalu menghadirkan perasaan menakjubkan ini membuat diri saya terkesiap dan tiba pada pikiran seperti itu. Entah apa maknanya, saya harap Ella mengerti, satu saat nanti. 

Disini, saya kirimkan juga potret senja sore tadi. Kiranya, engkau mampu menafsirkan sendiri senja macam apa yang mampu menenangkan dalam riak gelisah berulang. Apakah senja serupa dengan kesedihan yang sama, bila hanya untuk dinikmati sendirian?

Penuh cinta dan peluk hangat,


Afrectionately yours. 



Sanur, 26 November 2014. 
Teringat pada cerpen "Sepotong Senja Untuk Pacarku"

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...