Kamis, 27 November 2014

Surat dari Sanur (3)




My Dearest Ella,

Today must be a long long day for you. Saya tidak tahu apakah engkau sudah sampai ke Jakarta ketika surat ini mulai ditulis. Sejak kereta rel listrik Jakarta - Bogor selalu menyanyikan lagu yang sama. Kereta tiba pukul berapa...

Saya terbangun pagi ini dengan kalender yang menunjukkan tanggal 27 November. Tidak ada apa-apa memang dengan tanggal ini. Hanya saja, ketika saya terduduk lesu penuh kantuk di kloset, tiba-tiba saya teringat pada rencana kita satu bulan lagi sejak hari ini. Hari pernikahan kita semakin menjelang. Bagai gelombang yang menghantam karang.

Siang tadi hujan deras mengguyur Bedugul. Saya tidak mendapatkan apa-apa disana selain basah. Kami hanya menemani rekan kami dari Bhutan itu. Mereka ingin pergi ke tempat eksotis seperti itu. Saya melihat rona bahagia dari pancaran sinar mata mereka. Mereka nampak berbahagia walau hujan deras enggan berhenti sejenak. Keindahan danau yang dikelilingi Pura ini tertutup kabut pula. Mirip Situ Patenggang di Ciwidey sana.

Menjelang sore, kami pergi lagi ke Tanah Lot. Tanah Lot jadi satu tempat lagi yang ingin mereka kunjungi. Dawa menunjukkan foto-foto Tanah Lot hasil Googling kemarin. Ia minta tolong agar saya dan Pak Bambang bicara pada panitia agar diberikan waktu untuk berkunjung kesana. Akhirnya, kami pun pergi kesana. Hujan sudah reda. Namun senja seperti di Sanur kemarin memang langka adanya. Awan tebal yang entah kumolonimbus atau stratokumulus menghalangi keindahan senja. 

Malam ini, bulan sabit bersinar terang. Seperti menggantung di atas lautan tenang. Saya tidak tahu apakah engkau disana memandangi bulan sabit yang sama di langit yang sudah terlalu tua. Saya berjalan-jalan sebentar di tepi pantai usai makan malam. Saya harus mengakui bahwa saya pun mengalami tekanan untuk menyiapkan hari pernikahan kita. 

Dolly Parton pernah bilang, "If you want the rainbow, you gotta put up with the rain." Tidak ada sesuatu yang instan di dunia ini kecuali lautan yang membelah ketika Musa menyeberanginya atas izin Tuhan. Jika kita ingin melihat pelangi di ujung sana, kita harus melalui dan membiarkan hujan berlalu terlebih dahulu. Saya berharap, apapun yang kita usahakan-dengan segala kekhawatiran-akan menjadi pengantar yang sempurna bagi pelangi di ujung senja. Nanti, satu putaran purnama lagi.

Seperti biasa, bersama surat ini juga saya kirimkan riak debur ombak yang menghantam karang di Tanah Lot. Rinduku, lebih dari itu.

Selamat malam kekasihku, semoga malam indah temani nyenyaknya tidurmu.

Penuh rindu,


Affectionately yours.


Tanah Lot-Sanur, 27 November 2014.
H-30

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...