Sabtu, 12 September 2015

Tragedi Mekkah


Musim Haji tahun ini kembali diwarnai dengan jatuhnya korban jiwa. Kali ini, crane proyek perluasan Masjidil Haram jatuh dan menyebabkan 200 lebih korban meninggal dan ratusan mengalami luka. Bahkan, Jamaah Haji asal Indonesia turut menjadi korban meninggal.

Bukan sekali ini terjadi tragedi di musim haji. Tahun 1990, Tragedi Mina cukup membuka mata kita bahwa perencanaan dan sistematisasi ibadah haji adalah hal yang amat penting sehingga tidak perlu menimbulkan korban sebanyak itu. Saya terkenang kembali kejadian itu setelah membaca catatan Emha Ainun Nadjib dalam bukunya yang saya lupa judulnya.

Kejadian semacam ini secara kasat mata membuktikan bahwa otoritas penyelenggara haji tidak belajar dari Tragedi Mina 1990. Faktor keselamatan Jamaah setidaknya perlu dievaluasi kembali mengingat ritual tahunan ini mendatangkan cukup banyak Jamaah dari segala penjuru dunia.

Berkaca dari hal-hal diatas, Pemerintah Arab Saudi seharusnya bukan sekedar menginvestigasi penyebab kejadian ini namun perlu juga untuk mengindikasikan adanya tindakan kriminal. Tindakan kriminal atas kelalaian penyelenggaraan proyek perluasan Masjidil Haram. Apakah faktor keselamatan Jamaah Haji selama proyek berlangsung mendapat perhatian khusus? Kemudian, apakah proyek tidak bisa dihentikan sementara selama musim haji berlangsung?

Lalu juga, jangan peristiwa syahidnya ratusan jamaah haji ini dijadikan pembenaran dengan mengatasnamakan takdir Allah SWT. Keselamatan jamaah haji harus jadi prioritas, sejak meninggalkan embarkasi hingga kembali ke embarkasi asalnya. Segala hazard atau potensi bahaya yang mungkin mengganggu keselamatan Jamaah harus dieliminir atau ditiadakan seminimal mungkin.

Perlu diingat, keselamatan bisa dicapai semaksimal mungkin bila hazard dimitigasi dan dikontrol dengan benar dan sistematis. Jamaah Haji bayar ONH bukan untuk dikecewakan apalagi meninggal saat beribadah. Tugas Pemerintah negara asal Jamaah dan Otoritas Penyelenggara Haji lah yang punya andil besar untuk keselamatan mereka.

Saya menulis catatan ini ketika Bapak dan Ibu Mertua sedang berada di sekitar Ka'bah. Tepat ketika SMS dari Bapak tiba dan berkata bahwa ia berada hanya 4 meter jauhnya dari TKP. Saya tidak ambil pusing dengan fakta-fakta proyek-apakah memang sudah sesuai standar atau tidak. Saya juga mengesampingan fakta soal cuaca serta implikasinya-misalkan, angin kencang dan badai pasir. Yang jelas, sebuah kecelakaan tidak terjadi begitu saja. Ada faktor-faktor penyebab dan kausalitas implikatif dari sekian potentious hazards. Nyatanya, kejadian selama Musim Haji yang menimbulkan banyak korban kembali terulang.

Pertanyaan saya, mengapa begitu mudah untuk membuat bangunan hotel mewah nan megah di sekitar Masjidil Haram tanpa menimbulkan banyak korban, namun proyek perluasan Masjidil Haram malah jadi sumber petaka? Saya khawatir hal ini ada hubungannya dengan mengapa para Nabi dan Waliyullah disebar di Jazirah Arab. Semoga Allah SWT menerima segala amal ibadah para syahid dan syahidah disana. Wallahu'alam.


Dharmawangsa, 12 September 2015.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...