Senin, 30 November 2015

Negeri Senja

Awal bulan kemarin adalah sesuatu yang membahagiakan. Setidaknya untuk saya pribadi dan pembaca Seno Gumira Ajidarma. Novel ‘Negeri Senja’ akhirnya diterbitkan kembali tahun ini. Penerbitan kembali ini disertai dengan tampilan cover yang baru dan juga ilustrasi dari tokoh-tokoh pemeran cerita dalam novel itu sendiri. Dengan demikian, suasana pembacaan menjadi agak sedikit hidup karena pembaca tidak lagi perlu membuat imajinasi sendiri mengenai rupa para tokoh tersebut. ‘Negeri Senja’ sendiri selama masa terbitnya yang pertama meraih penghargaan Khatulistiwa Literary Award tahun 2003.


Cerita mengenai bagaimana kehidupan dalam ‘Negeri Senja’ hanya saya baca samar-samar belaka, sebelum bisa membaca tuntas pada edisi penerbitan kembali ini. Pernah juga saya membaca satu cerpen yang terinspirasi dari Negeri Senja. Pada cerpen itu, dikisahkan mengenai kereta api terakhir bagi mereka yang ingin mengunjungi Negeri Senja. Syaratnya, para penumpang harus yakin untuk tidak kembali lagi, karena konon siapapun yang datang ke Negeri Senja tidak akan pernah bisa kembali lagi.

Usai pembacaan ‘Negeri Senja’ yang sebenarnya, saya diingatkan kembali bahwa cerpen yang sebelumnya saya baca itu ternyata memang menggunakan Negeri Senja hanya sebagai hiasan. Negeri Senja adalah satu negeri dimana senja tidak pernah berakhir. Harusnya, keadaan seperti itu membuat bosan para penduduknya. Penduduk Negeri Senja hanya tahu senja seperti itu saja tanpa perlu merasa tahu bagaimana rasanya menikmati matahari pagi maupun redupnya cahaya bulan.

Matahari tidak pernah terbenam di Negeri Senja. Begitulah setidaknya si tokoh aku menggambarkan situasi disana. Dengan situasi yang demikian itu, rakyat Negeri Senja sudah terlanjur percaya oleh mitos kedatangan Sang Penunggang Kuda dari Selatan. Dialah yang akan membebaskan mereka dari jerat kekuasaan Ratu Tirana. Usaha untuk menuntaskan rezim Tirana sudah berulang kali dilakukan. Buntutnya, pada usaha terakhir untuk membunuh Tirana, menyebabkan terjadinya pembantaian besar-besaran di Negeri Senja. Usaha untuk membunuh Tirana telah gagal. Hingga aku si pengembara itu meninggalkan Negeri Senja, matahari belum juga terbenam di Negeri Senja.

Seperti novel dan roman lainnya, SGA tidak pernah meninggalkan signaturenya. SGA tidak pernah melupakan cinta sejatinya, Alina dan Maneka. Bahkan, kesan perjalanan yang dilakukan aku si pengembara tidak bisa lepas dari kesan terhadap Alina dan Maneka. Overall, ‘Negeri Senja’ adalah bacaan wajib bagi para pembaca SGA untuk mengetahui alasan-alasan kenapa senja selalu tampak begitu indah di mata seorang Seno Gumira Ajidarma.
 
Judul           : Negeri Senja
Penulis        : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit      : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun         : 2015
Tebal          : 243 hal.
Genre         : Novel
 
Halim Perdanakusuma, 30 November 2015.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...