Senin, 14 Juni 2010

Komentator Dadakan

Agak sedikit membosankan menonton Piala Dunia 2010 sekarang. Karena sampai catatan ini ditulis, kemenangan terbesar dalam Piala Dunia 2010 diraih oleh Jerman yang berhasil mengandaskan The Socceroos, Australia, 4 – 0 dibayar tunai. Selebihnya, hanya Korea Selatan yang mampu menang dengan angka lebih dari satu, sisanya hanya menang tipis dan berbagi angka satu.


Tidak ada kejutan yang berarti dalam beberapa pertandingan awal Piala Dunia 2010. Kalaupun ada yang masuk kategori tersebut barangkali kegagalan Perancis untuk mencetak satu gol pun ke gawang Uruguay dan kesalahan Robert Green yang membuat jutaan fans Inggris menangis kecewa karena ia gagal menahan bola tendangan Clint Dempsey.


Meski banyak yang menjadikan Inggris sebagai favorit juara, saya tidak melihatnya demikian. Memang skuad Inggris saat ini adalah satu dari beberapa skuad terbaik dunia lainnya. Namun, mereka tidak punya kiper yang hebat. Itu memang sudah terbukti sejak Piala Dunia 2002, 2006, dan Kualifikasi Euro 2008. Saya rasa, jalan Inggris menuju tahtanya yang kedua masih sangat panjang.


Pemain Inggris berbeda sekali dengan Jerman misalnya. Pemain Jerman mampu memberikan segalanya untuk kemenangan tim. Itulah kenapa mereka menjadi tim yang solid sepanjang penampilannya di Piala Dunia. Sedangkan Inggris masih bergantung pada figur dan nama besar dalam skuad mereka. Inggris selalu mengusung slogan “Football coming home” setiap mereka turun dalam kejuaraan Eropa maupun Dunia, tetapi justru disitulah letak masalahnya. Inggris sendiri tidak bisa menentukan kapan mereka mau mengembalikan sepakbola ke tanah airnya sendiri. Seringkali mereka gagal karena ketidakpercayaan mereka terhadap kemampuan mereka sendiri.


Pertandingan Inggris melawan USA sejatinya merupakan pertandingan antara dua hegemoni besar di dunia. Tetapi, dalam kekuatan sepakbola keduanya berbeda kelas. Terakhir, Inggris menang 2-0 atas USA dan friendly match di Wembley pada 2008. Inggris dengan beberapa nama besar dalam skuadnya memang lebih diunggulkan bersama Spanyol, Argentina, Jerman, Brazil, dan Italia untuk meraih Juara Piala Dunia 2010. Suatu harapan yang terpendam selama 44 tahun.


Sayangnya, jalan masih terlalu panjang untuk menuju kesana. Don Capello memang berhasil membuat Inggris menjadi tim yang kuat dan penuh percaya diri pasca era Sven-Goran dan Steve Mclaren. Rekor kualifikasi mereka sendiri memang mengagumkan sekaligus jadi momok bagi setiap lawan Inggris di grup C. Melawan USA, Inggris menunjukkan determinasi tinggi dengan paduan umpan pendek dan gaya kick and rush, terbukti dengan gol Steven Gerrard di menit ke-4. USA pun bukannya tanpa perlawanan.


Serangan yang dimotori Landon Donovan, yang selama 3 bulan terakhir magang di Everton, cukup membuat barisan belakang Inggris kerepotan. Untung saja, Clint Dempsey yang juga berguru di Fulham, bisa membuat kedudukan imbang. Tendangannya tidak bisa diantisipasi oleh Robert Green. Seketika, harapan itu buyar. Kemenangan yang tentunya akan bisa dipertahankan musnah hanya sepersekian detik setelah Jabulani terlepas dari tangan Green. Kejadian itu terulang kembali. Kenangan buruk akan Piala Dunia 2006 dan kegagalan Inggris menembus Euro 2008 menyeruak hanya karena kegagalan kiper mereka.


Diluar semua kontroversi mengenai Jabulani, Inggris masih akan menatap keseriusan mereka dalam Piala Dunia kali ini. Inggris bisa saja berharap tuah tangan dingin Capello tetapi mereka juga butuh lebih dari itu. Seandainya mereka datang ke Afrika Selatan memang untuk menang, itu jauh lebih baik daripada sekedar mengenang kejayaan mereka yang hampir 5 dekade lalu. Obama pasti bahagia ketika mengajak David Cameron minum sampanye sedangkan diatas sana, Churchill merasa sangat malu pada Eisenhower.Sekarang atau tidak sama sekali.

*

Belanda menatap Piala Dunia 2010 dengan penuh keyakinan. Penampilan anak asuh Bert van Marwijck menunjukkan dominasi selama kualifikasi maupun pada saat partai ujicoba pemanasan. Cedera Robben yang menghantui mereka sudah bukan menjadi kekhawatiran. Belanda pun sama halnya dengan Inggris, datang dengan skuad utama yang hampir merata di semua lini.

Menyoroti Belanda, terutama dalam turnamen sekelas Piala Dunia tentu akan berhubungan dengan kegagalan mereka justru pada saat tim mereka dihuni oleh pemain-pemain hebat. Sejak generasi Cryuff, van Basten, de Boer, hingga van Persie kini Belanda hanya jadi raksasa tanpa gelar. Makanya, tidak berlebihan bila Rid de Saedeleer berkomentar, “Jika dalam sebuah Piala Dunia bermain 24 kesebelasan, 23 kesebelasan akan bermain untuk menang. Tinggal satu-satunya kesebelasan yang berniat untuk bermain bola dengan seindah mungkin, dan satu-satunya kesebelasan itu adalah Belanda.” Belanda pun masih punya masalah dengan diri mereka sendiri, seperti yang dikatakan Leo Beenhakker.

Mati dalam keindahan, itulah Belanda. Senada dengan Uwe Seller yang mengatakan bahwa pemain Belanda datang ke Piala Dunia untuk menunjukkan kemampuan mereka, bukan untuk menang. Pertandingan melawan Denmark nanti akan jadi saksi apakah Belanda akan bermain dengan indah dan penuh suka cita tanpa melupakan kemenangan atau hanya menunjukkan pada dunia bahwa mereka juga bisa menang.

Melawan Belanda, Denmark tentu akan tampil dengan tanpa beban. Mereka tentu ingin nyanyian fans Denmark di Euro 92 kembali bergaung di Johannesburg, “We are red, we are white, we are Danish dynamite.”



Paninggilan, 14 Juni 2010. 11.05


*dibuat setelah melihat beberapa hasil pertandingan dan untuk menyambut pertandingan Belanda vs Denmark
* foto Gerrard dan Donovan hasil print screen dari website FIFA

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...