Rabu, 04 Juli 2012

Apakah Laga Eropamu Berakhir Duka atau Ceria?

Begitu pertanyaan dari sebuah portal situs berita. Pertanyaan seperti itu justru sangat layak ditanyakan pada Wayne Rooney, Cristiano Ronaldo, atau Rafael van der Vaart. Mengapa? Wayne Rooney adalah produk Premiership yang tempatnya hampir tidak tergantikan di line up striker The Three Lions. Pun, ketika Premiership menjelma sebagai liga sepakbola terbaik di dunia. Namun, bukan jaminan bagi Inggris untuk meraih kesuksesan di gelaran Piala Eropa tahun ini. Inggris hancur lebur di tangan Italia setelah drama adu penalti.

Tanyakan pula pada Cristiano Ronaldo, kenapa seorang pemain terbaik dan termahal di dunia gagal menjadi inspirasi bagi negaranya yang belum pernah sekalipun menikmati trofi penguasa sepakbola Eropa? Begitu juga kepada van der Vaart, mengapa Belanda yang bertabur pemain bintang yang bertaburan di seantero klub besar Eropa gagal menyumblim dalam permainan khas der Oranje? Barangkali, kalau mau menyebutkan masalah mereka tanpa harus memberikan pretensi, mungkin sebabnya adalah egoisme sentris. Sehingga, Portugal dan Belanda tampil tidak sebagai tim, tetapi hanya sebagai kumpulan individu yang bermain secara berkelompok.



Buat saya, 4-0 untuk Spanyol atau Italia sekalipun tidak menjadi soal. Final sesungguhnya di Piala Eropa tahun ini sudah selesai sebelum Italia bertemu dengan Spanyol. Laga Italia versus Inggris dan Italia versus Jerman adalah dua partai “final” yang menurut saya lebih krusial dibandingkan pertarungan Iberian Warriors melawan Roman Knights.



Italia, yang tahun ini kembali digoyang isu skandal Calciopolli Jilid 2, menggantungkan asa pada kenangan 6 tahun lalu saat mereka menjuarai Piala Dunia 2006. Waktu itu, meski dibayangi skandal Calciopolli, Italia mampu tampil prima, mengalahkan tuan rumah Jerman, dan masuk final melawan Prancis, lalu menang di adu penalti.

Kisah serupa hampir terulang andai saja Spanyol tidak lebih fit dari Italia. Italia kembali bertemu Jerman di semifinal, mengulang kenangan itu, dan Italia kembali menang. 2-0. Dibayar kontan dengan dua gol yang diborong Si Bengal Balotelli. Inilah final sesungguhnya buat saya. Sudah tidak diragukan lagi reputasi keduanya sebagai tim turnamen. Jerman tampil dengan kekuatan talenta mudanya. 



Reformasi sistem sepakbola timnas Jerman memang mengubah Jerman menjadi tim yang penuh semangat dan haus kemenangan. Sebuah potret yang sempurna untuk melawan Italia, dengan kekuatan yang hampir seadanya karena regenerasi yang lambat. Namun, siapa sangka agresivitas Jerman mendadak tidak berkutik saat menghadapi Italia yang seadanya.

Final melawan Spanyol, Italia kembali melambungkan asa untuk kembali merengkuh mahkota seperti enam tahun lalu. Begitulah, sepakbola telah menampilkan dirinya sebagai sebuah tragedi sekaligus kebahagiaan. Sudah banyak tragedi terjadi di Ukraina-Polandia kemarin. Kemenangan Spanyol sebagai juara Eropa dua kali berturut-turut adalah bagai menemukan bola dibalik bulan. Dibutuhkan lebih dari sekedar sejarah dan tiki-taka untuk menemukannya. Bola-bola nasib pun tidak kalah berperan ketika Italia terpaksa harus turun dengan sepuluh orang pemain, usai Thiago Motta mengalami cedera.


Spanyol telah mengukir sejarah baru di jagad persepakbolaan Eropa. Spanyol telah membuktikan kendati Liga BBVA bukan liga terbaik tetapi kualitas pemain timnas tetap terjaga. Spanyol tidak kehilangan talenta meski David Villa tidak bisa tampil. Bukan mustahil bila hal itu menimpa Xavi atau Torres sekalipun Spanyol akan tetap tampil impresif. Hala Espana. La Roja is all in!

Medan Merdeka Barat, 4 Juli 2012.

* images are reproduced from UEFA website, www.uefa.com/uefaeuro

1 komentar:

Adit Purana mengatakan...

saya angkat topi untuk para Italiano lah!

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...