Kamis, 26 Juli 2012

Primer Amor I dan Sebuah Catatan

It’s my first love, what i dreaming of, when i go to bed, when i lay my head upon my pillow... (First Love, Nikka Costa)


Primer Amor I 


Cinta pertama bisa dibilang suatu anugerah yang tak terkira. Suatu masa dimana cinta hadir dalam bentuk rupa paling sempurna. dalam kesempurnaannya itu cinta mewujud dalam keseharian. Menambatkan rasa pada satu yang terkasih. Cinta takkan pernah salah. Cinta tahu kemana ia membawa hati berlabuh. Walau kadang, cinta harus tunduk pada kenyataan hingga luruh dalam samudra kenangan.

12 kisah cinta pertama ini mengantarkan kita pada suatu pemaknaan cinta pertama menurut pengalaman 12 orang penulis. Cinta tetaplah cinta. Bagaimanapun rasa itu terpendam, cinta akan mampu mengungkapkannya. Begitu dalamnya kisah cinta pertama, maka selalu akan terkenang. Romansa berbalut ketulusan mencinta takkan terlupa begitu saja. Primer Amor I, setidaknya berhasil mendokumentasikan perasaan 12 anak manusia atas nama cinta.


 

Sebuah Catatan



Membaca kembali Primer Amor 1 rasanya saya harus terbang kembali ke masa silam dua belas tahun yang lalu. Suatu masa dimana segalanya berjalan begitu saja. Saya harus menelisik kembali jala-jala memori. Menelusuri satu per satu jalan kenangan yang terbentang luas dan tersimpan dalam rongga ingatan.

Benar saya menulis tentang Andhita. Seseorang yang pernah begitu merajai hati ini, waktu itu. Seseorang yang memberi rasa berbeda. Sebuah nama yang turut melukis kisah-kisah indah di masa yang lalu. Sebuah nama yang ikut mengukir hari-hari sepi dalam lamunan angan.

Well, saya hanya bisa tertawa ketika Tika menanggapi tulisan saya dengan sepenggal quote yang diambil dari cerita pendek milik saya.
“Andhita”, sebuah cerita persembahan dari Anggi Hafiz Al Hakam membuat pembaca terpukau dengan sajian kalimat yang tertata begitu indah, diselingi kiasan dan metafor yang terajut begitu halus dan menarik. Sejak awal hingga akhir cerita, pembaca akan dibombardir dengan peluru kata-kata, hingga tertepikan pada sebuah pemaknaan, “Cintaku takkan berhenti jadi sajak walau senja tiba di langit kota yang tak pernah tua”.

Ini bukan kali pertama. Sudah dua kali saya mengalami hal yang demikian. Pertama, pada cerpen "Sepenggal Tanya di Halte Busway" di Antologi #JakartaBanget. Kedua, pada cerpen “Andhita” di Primer Amor 1 ini. Saya sendiri tidak pernah tahu bagian kalimat mana yang bisa dijadikan quote dari tulisan saya. Nyatanya, seseorang berhasil merangkum hal tersebut. Terima kasih karena telah membantu saya.

Saya tergelitik sekali membaca review dari @tikasylviautami diatas. Apakah betul saya telah menembakkan peluru kata-kata dalam cerpen 'Andhita' itu, lengkap dengan segala kiasan dan rajutan metafor yang halus. Sehingga, cerita tentang cinta pertama saya itu terkesan ditulis dengan serius. Padahal, betapa tersiksanya saya dalam proses penulisannya. Betapa repotnya mengingat kembali pertemuan dua bola mata yang saling bersinggungan dalam jalan takdir.

Saya tertawa sejadi-jadinya. Bukan menertawakan review tadi, melainkan diri saya sendiri. Saya menertawai diri sendiri karena membuat cerpen yang seperti itu. Sebuah cerpen yang diangkat dari kejadian nyata dan memiliki quote yang bisa selalu diingat.



Saya juga tertawa karena hal lainnya. Saya menertawai diri saya juga karena pernah jatuh cinta sedalam kisah yang saya tulis itu. Saya tertawa pada segenap kebodohan saya untuk mencintai Andhita dengan membabi-buta. Saya semakin menertawakan diri sendiri ketika akhirnya saya berkaca: sebegitu cintanya saya sama Andhita ya?
 

Judul           : Primer Amor I
Penulis        : Curious Media and Friends
Penerbit     : Curious Media Publisher
Tahun         : 2012
Tebal         : 154 hal.
Genre        : Kumpulan Cerpen

For review or order please visit:  http://nulisbuku.com/books/view/primer-amor-1


Paninggilan-Medan Merdeka Barat, 26 Juli 2012.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...