Minggu, 17 Februari 2013

Sketsa Sejarah Republik (2)

Dilihat dari gambar sampulnya, buku seri ke-4 dari petikan Sejarah Kecil Indonesia ini kiranya memberi perhatian lebih pada sosok dan profil seorang Rosihan Anwar. Jam Gadang di Bukittinggi itu merupakan perlambang identitas asal usul Rosihan Anwar yang sengaja diungkapkannya dalam 19 bab buku ini.

Selain itu, pada bab-bab pembuka, Rosihan Anwar bercerita tentang tokoh-tokoh yang masih ada hubungannya dengan perjuangan republik. Tokoh-tokoh itu tidak bersentuhan langsung dengan beberapa peristiwa sejarah negeri. Namun, kehadiran mereka tidak lalu dapat dilupakan begitu saja. Bahkan, Rosihan Anwar pun menulis tentang Anwar Ibrahim yang asal Malaysia itu. Tak ketinggalan kisah awkward moment dengan Soe Hok Gie, ikut diceritakan.

Rosihan juga menceritakan pengalaman-pengalaman yang dirasakannya ketika melakukan "peran" yang berbeda-beda sebagai penulis resensi (resensor), kolumnis, reporter, penulis editorial, komentator luar negeri, dan terakhir sebagai seorang sastrawan. Perlu dicatat, bahwa Rosihan Anwar pernah menulis dua cerita pendek, yaitu "Radio Masyarakat" dan "Pamankoe" yang dimuat dalam majalah mingguan Djawa Baroe. Kedua cerpen itu tidaklah luar biasa, katanya. "Radio Masyarakat" meraih hadiah ketiga dalam sebuah sayembara dan dimuat oleh H. B. Jassin dalam buku antologi Gema Tanah Air. Sedangkan, "Pamankoe" dimuat pada awal 1945.


Kemudian, Rosihan Anwar menceritakan jatidiri dan asal usulnya. Tentang siapa saja yang disebut sebagai nenek moyangnya. Rosihan tidak kehilangan detil cerita dalam pengungkapan beberapa peristiwa yang saling berkaitan dengan apa yang pernah ditulisnya pada seri buku 1-3. Dapatlah kiranya pembaca menemukan fakta bahwa Rosihan Anwar punya hubungan kerabat dengan Marah Roesli. Penulis yang terkenal dengan karya "Siti Nurbaya" yang tak pernah lekang oleh waktu sejak 1920 hingga kini.

Rosihan menginsafi betul peran dan jalan hidup yang ditempuhnya. Terbukti, beberapa catatan harian peribadinya sengaja dimunculkan dalam satu bab menjelang akhir buku. Dengan beberapa suntingan di sana-sini Rosihan Anwar menulis tentang kegelisahannya di masa usia Republik masih muda. Konfrontasi dan konflik yang terus meningkat terekam jelas dalam catatannya. Khusus untuk catatan seputar peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, membuat saya teringat pada Bung Tomo, "Pertempuran 10 November 1945".

Kredit khusus diberikan Rosihan Anwar pada cucunya, Azka, yang membantu sepanjang penulisan seri buku terakhir ini (kelak terbit seri ke-5 dan ke-6). Tak lupa juga, Rosihan Anwar menyisipkan sebuah sajak berjudul asli "Radja Djin" yang dimuat dalam koran Merdeka pada peringatan 6 bulan Republik Indonesia. Nama Radja Djin mengacu pada penamaan cara sandiwara Stambul, dimana Radja Djin digunakan untuk pelaku utama pria, sedangkan "Sri Panggung" untuk pelaku utama perempuan.

Catatan Seorang Kolumnis Dadakan

Secara pribadi, minat saya terhadap sejarah sudah berlangsung lama. Saya masih ingat, sejak masih TK saya selalu membaca buku pelajaran IPS Sejarah untuk kelas 6 SD. Buku itu selalu tersimpan di satu lemari di Rumah Nenek di Teluk Buyung.

Saya merasa beruntung karena akhirnya selama kurang lebih dua bulan ini berhasil melakukan sebuah perjalanan panjang, long-range reading, terhadap serial Petite Histoire ini. Kemudian, saya harus mengambil nafas lagi karena ternyata masih ada terbitan baru serial ke-5 dan ke-6.

Pembacaan ini ternyata memberi sebuah efek domino. Ketertarikan atas sejarah dan cerita-cerita non-fiksi membuat buku-buku lain seputar sejarah Kiblik mengantri untuk dibaca. Sebut saja Doorstot Naar Djokja, Napak Tilas ke Belanda, dan Mengenang Sjahrir. Khusus untuk yang disebut terakhir, itu memang amanat Ibu yang menginginkan saya membaca tentang Sjahrir dan Natsir. Entah apa maksudnya, tapi suatu hari nanti saya akan lakukan permintaan Ibu itu.

Saya bersyukur karena "nafsu" atas pengetahuan sejarah negeri ini terpuaskan dengan terbitnya Sejarah Kecil Indonesia ini. Saya memberi perhatian lebih bagi hal-hal yang "kecil" itu karena darinya tentu akan menguak hal-hal lain yang lebih besar. Penutup, saya selalu ingat sebuah kalimat dari Seno Gumira Ajidarma: Sejarah, seberapa jauh kita belajar darinya?

Judul       : Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia; jilid 4
Penulis     : Rosihan Anwar
Penerbit   : Penerbit Buku Kompas
Tahun      : 2010
Tebal       : 282 hal.
Genre      : Sejarah

Paninggilan, 17 Februari 2013.
-di hari ulang tahun Ibu-

2 komentar:

Adit Purana mengatakan...

eykeh ada buku ttg M. Natsir, bilih bade ngaaos..

Anggi Hafiz Al Hakam mengatakan...

Geus aya urang oge "Mengenang Sjahrir" by Rosihan Anwar (ed)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...