Kamis, 10 April 2014

Membaca Kembali Kisah Cinta Gege

Pembacaan pertama atas Gege Mengejar Cinta saya selesaikan pada awal tahun 2005, usai meminjam dari seorang teman. Saya menghabiskannya sekali duduk. Saya tidak akan pernah lupa bagaimana seorang Geladi Garnida a.k.a Gege berhasil membius saya untuk tidak berhenti tersenyum hingga tertawa sekaligus tertegun dengan beberapa perumpamaannya.


Pembacaan kedua ini melibatkan edisi cetak ulang kedua dengan covernya yang sederhana namun cukup menohok. Buku bersampul warna putih polos ini dihiasi pertanyaan yang agak sedikit ‘menyentak’ (or it just me who feels that?). Mana yang seseorang akan pilih? Mereka yang dia cintai? Atau mereka yang mencintainya?

Saya sempat mencatat beberapa magic words dari Gege yang juga entah sebuah pepatah tua. Satu yang selalu saya ingat adalah: “Sebuah pohon tumbang ditengah hutan... Siapa yang peduli? Yang mendengar saja tidak ada.” Maklum, waktu itu saya sedang berada dalam posisi Gege. Bedanya, saya hanya tinggal menyatakan perasaan pada si Nina (bukan nama sebenarnya), sedangkan si Gege masih harus kenalan (mengulang kenalan, tepatnya) dengan Caca.

Pelajaran lain dari Gege adalah jangan sampai salah menyebut nama sang pujaan hati  ketika akan mengatakan cinta kepadanya. Gege salah menyebut nama Caca dengan nama Tia sehingga Caca semakin meyakini keputusannya untuk pindah kerja ke Singapura dan meninggalkan seorang Geladi Garnida dengan segumpal rasa penyesalan.

At the otherside, saya sangat menikmati kembali script siaran sandiwara radio buatan Gege. Plus, adegan kejar-kejaran menuju Bandara. Gege mengejar Caca. Tia mengejar Gege. Joko tanpa D mengejar Caca. Sayang, Gege tidak bisa meyakinkan Caca seperti Jusuf a.k.a Ucup mampu meyakinkan Farah bahwa tidak ada bajaj di Barcelona. Sila baca kembali ‘Travelers’ Tale – Belok Kanan: Barcelona’ masih dari @adhityamulya dan kawan-kawan seperjalanannya. Apa mungkin juga ending kejar-kejaran lainnya di Travelers’ Tale diilhami dari kejadian Gege tadi.

FYI, sepanjang pembacaan kedua ini, imaji atas Caca yang ada dalam pikiran saya menunjuk kepada satu nama: Marsha Timothy. Why? Kenapa? Ya, Caca adalah panggilan untuk Marsha Timothy. Selanjutnya, deskripsi fisik apalagi soal rambut panjang yang....sila tanya Gege for more info, semakin membuat saya sulit untuk membuang imaji itu. Buku ini lebih nyaman dibaca sambil mendengarkan lagu-lagu yang jadi pengiring setiap bab baru didalamnya. Entah itu ‘Dancing Queen’ punya ABBA, ‘You Can’t Hurry Love’ by Diana Ross/Phil Collins atau ‘Stay’ dari Lisa Loeb.

Sekali lagi, Gege Mencari Cinta menjadi contoh bagaimana menghadapi cinta yang tak berbalas. Mau tak mau, kita harus berani menghadapi. Berani mengejar cinta atau hanya mampu menunggunya.



Pharmindo, 9 April 2014.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...