Sabtu, 12 Juli 2014

Surat dari Seoul

Dear Ella,

Annyeonghaseyo,

Kabut turun perlahan di waktu sahur ini. Tadinya saya pikir saya sedang bermimpi. Perlahan, kabut bergerak menerpa kaca jendela meninggalkan embun. Seperti biasa, saya buka nasi instan yang saya beli sore kemarin di Emart. Tak lupa, rendang vacuum dari Indonesia. Waktu Shubuh segera tiba.

Sejak pukul 8 ini kami melakukan Excursion Day ke Seoul. Saya belum tahu kemana Nick (course leader) akan membawa kami. Kemarin, usai closing ceremony saya bertanya apakah ia akan membawa kami ke Seoul Tower. Ya, dia akan membawa kami kesana. Entah pagi, siang, atau sore nanti.

Konon, di Seoul Tower ada tempat yang penuh gembok cinta. Banyak pasangan mengikat janji mereka dan mengucinya pada gembok yang dipasangkan ke sebuah pagar disana. Mungkin, terinspirasi dari drama dan sinetron Korea yang syuting disana. Boys Before Flower salah satunya.

Saya menulis surat ini di sebuah restoran tradisional Korea yang terletak di Korean Folk Village. Korean Folk Village adalah tujuan pertama kami. Jina, tour guide kami sengaja membawa kami kemari sebagai tujuan pertama agar kami memahami tradisi kehidupan masyarakat Korea. Harga tiket masuk cukup mahal. 15.000 KRW untuk dewasa, 12.000 KRW untuk grup, sedangkan untuk anak-anak dan remaja berkisar antara 8.000-12.000 KRW.

Atraksi yang bisa dinikmati disini cukup banyak. Ada tarian dari sekelompok petani untuk merayakan panen. Kemudian, ada juga atraksi Tightrope Acrobatic. Bila sedang beruntung, Ella bisa menyaksikan prosesi pernikahan tradisional Korea juga. Menarik untuk mengetahui bagaimana orang Korea jaman baheula menjalani tata kehidupan bermasyarakat. Sejarah, sepertinya tidak benar-benar mereka lupakan.

Selanjutnya, kami berjalan-jalan menelusuri rumah-rumah tradisional. Seperti yang biasa Ella tonton di drama kolosal mereka. Sinetron Daejanggeum mengambil lokasi syuting disini. Kami pun menghabiskan waktu makan siang kami disini. Sajian menu tradisional bibimbab dan green radish kimchi jadi menu utama hari ini. Sayangnya, saya masih punya 8 jam sampai waktu shaum berakhir.


Usai berkeliling, saya menemukan sebuah kumpulan batu besar. Tertulis siapa saja boleh menuliskan harapannya pada kertas yang disediakan, lalu melipat dan mengikatkannya pada tali pengikat batu. Mirip ritual ‘Gembok Cinta’ di Seoul Tower. Hanya saja disini sedikit lebih unik. Karena Seoul Tower masih jauh. Saya menulis sebuah harapan dan merekatkannya pada tali jerami. Semoga harapan yang saya tulis tadi tidak lantas nyangkut di langit dan Tuhan segera membacanya. 

Waktu makan berakhir terlalu singkat. Saya tidak sempat menengok toko souvenir yang ada disana. Namun, saya menemukan Lee Yo Won dalam wujudnya sebagai poster The Great Queen Seondeok. What a coincidence. Rasanya ingin mampir sebentar ke toko didalamnya dan mencari posternya, barangkali si pemilik toko masih punya barang satu atau dua. Sayang sekali, Jina segera bergegas mengumpulkan kami untuk berangkat kembali ke Gyeongbokgung Palace.

Nanti disana saya tulis surat lagi. Konon, hari libur begini banyak turis dari banyak negara. Let’s see, apakah ada orang Indonesia juga disana.

Penuh rindu. Annyeonghigaseyo.


Gyeonggi-do, Seoul
12 Juli 2014
Haus... :(

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...