Kamis, 16 Februari 2012

Penyesalan

“Rasa sesal di dalam hati diam tak mau pergi, haruskah aku lari dari kenyataan ini.”
(Iwan Fals – Yang Terlupakan)

 
Gerbang Tol Cikarang Utama. Senin, 04.43. I need you now, more than words can say*. Entah kenapa, saya merasa harus menaikkan volume suara radio dari tape mobil saat lagu itu mengalun. Entah kenapa pula, perasaan saat itu langsung menunjuk pada seseorang dan menyebut sebuah nama. Seseorang yang saya temui akhir pekan lalu, di toko buku pojokan sebuah jalan. Suatu pertemuan biasa yang sangat luar biasa. Saat-saat dimana rasa berpadu menyublim dalam kenangan.

Harusnya ada yang tersampaikan. Tersampaikan langsung pada dua bola mata itu. Entah kenapa, kalau ingat lagi saat itu malah jadi malu. Rasanya jadi manusia paling bodoh, pengecut, dan munafik sedunia. Ternyata meraih kesempatan, memang tak mudah. Penyesalan selalu datang terlambat. Tapi lebih baik menyadarinya sekarang sambil berharap dan mencoba untuk menemui dia kembali.

Terus terang, ada tanya yang mengganjal dalam pikiran. Apakah saya terlalu serius menanggapi isi fiksi itu. Ketika memendam rasa dinilai lebih baik dibandingkan dengan pengungkapan rasa yang justru malah menjauhkan. Lagipula itu hanya fiksi dan saya merasa salah sekali karena mempercayainya. Suatu hal yang absurd, tidak realistis.

Saya takut dia menjauh, itu pasti. Sangat takutnya hingga malah membuat saya terpenjara dalam kemunafikan paling agung: Mencintai tanpa mengungkap rasa. Saya memang salah. Saya tidak bisa adil pada perasaannya. Sudah seharusnya saya menanggung beban rindu yang berkejaran. Saling membaur dalam realita dan semu. Beban itu semakin bertambah ketika dia bilang sedang ingin sendiri. Walau ingatan saya waktu itu langsung merujuk lirik lagu Rinto Harahap: bila kau seorang diri, ku ingin menemani. Tetapi, saya hanya mampu diam tanpa kata. Mematung dalam lebat hujan Kota Kembang.

You only have one shot at everything**. Tulisan itu mengingatkan saya kembali bahwa tidak banyak orang beruntung yang memperoleh kesempatan kedua. Jika memang kesempatan itu belum ada, biar saya menciptakannya. Saya harus melakukannya. Seperti adegan closing film “For The Love of The Game.” Saya ingin mengatakan semua ini agar kelak tiada penyesalan lagi. Bila waktu itu datang. Saya akan ada disana. Demi sebuah pengakuan, tentang rasa.

 
Medan Merdeka Barat, 16 Februari 2012

*dari lirik lagu “(I Need You Now) More Than Words Can Say” dinyanyikan oleh Alias.
**dari teks dalam buku “Catatan Mahasiswa Gila” ditulis oleh Adhitya Mulya (@adhityamulya), Mahaka Media, 2011.

- dibuat sambil memutar lagu "I Have Nothing"dan Ï Will Always Love You", Live performance by Charice 2009, yang semakin membuat perasaan semangkin tidak karuan.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...