Senin, 15 Oktober 2012

Twivortiare

Berawal dari sebuah notification di kotak masuk surel pagi ini, saya teringat pada tulisan lama yang hanya tayang di akun Goodreads saya. Saya tidak memposting ke blog ini setelah saya tahu bahwa Twivortiare ini akan diterbitkan kembali oleh penerbit Divortiare juga. Plus dengan beberapa perubahan (minor changes, perhaps), begitu kata si penulisnya @ikanatassa.


FYI, Twivortiare disini refer to edisi pertama limited edition published by @nulisbuku. Saya termasuk yang beruntung untuk mendapatkannya. Apalagi, ditambah bonus tanda tangan penulisnya. Suatu hal yang belum tentu bisa saya dapatkan bila menunggu hingga cetakan versi penerbit mainstream itu terbit.

Bytheway, taxiway, runway. I hope you enjoy this post. Please noted, sampai hari ini saya belum membaca Twivortiare edisi baru itu.



Kenapa @alexandrarheaw start to tweeting in 23rd January, not in my birthday 19th January?


Buku Twivortiare dateng juga. Well, here some initial report: twitterature. Ketika fiksi membentuk dunianya sendiri. Ini masih akan jadi publishing trend yang happening banget. Awalnya, Kicau kacau penulis galau si Indra Herlambang, kumpulan @sajak_cinta, Twitit by Djenar Maesa Ayu, and now Twivortiare. Realitas fiksi semakin diuji ketika tokoh-tokoh fiktif itu dihidupkan. 

AFAIK, @alexandrarheaw did it well. Menghidupkan tokoh fiksi dari Twivortiare sehingga menarik pengalaman pembaca untuk benar-benar terlibat dalam dunia fiksi yang dibangun oleh frame set and field of experience dari Divortiare-Twivortiare. Ini menandakan babak baru dalam kehidupan sastra Indonesia. Major changes in telco industry has been contributed on significant effect in the way we communicate the ideas. Also, the rapid development on communication technology has been changing the way we communicate now.

Cerita-cerita tentang bagaimana Beno berhasil mendekati dan menikahi Alexandra untuk kedua kalinya, sketsa-sketsa pertengkaran Beno dan Alexandra, hingga pertanyaan-pertanyaan tentang kelanjutan hidup Beno dan Alex yang mulai menginginkan 'orang ketiga'-seroang anak dalam kehidupan mereka, semua dirangkum melalui cara bercerita yang sangat berbeda.

Melihat kembali konteks judul, hal ini sangat lumrah. Hanya masalah penyajian saja yang menghasilkan pengalaman-pengalaman yang tentu berbeda juga. Narasi cerita yang sangat jauh berbeda antara Divortiare dan Twivortiare tentu menghadirkan pengalaman tersendiri bagi pembaca karya-karya Ika Natassa. Pada Twivortiare, kekuatan kata-kata menjadi lebih terasa. Kekuatan yang dibentuk justru dalam keterbatasan 140 karakter. Imajinasi pembaca dituntut untuk sedikit lebih fokus menyimak penggalan-penggalan kisah cerita hingga pada akhirnya.

Sebagai sekuel dari Divortiare, Twivortiare hadir untuk menegaskan kembali ending dan kelanjutan jalan cerita dari Divortiare. Ada keseragaman dan keselarasan konteks yang hanya bisa dicapai oleh pengalaman membaca Divortiare.


Bandung, 5 Maret 2012
ditulis kembali disini: Medan, 15 Oktober 2012.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...