Selasa, 30 April 2013

Sebuah Prosa, Sebuah Cerita

Spasi

Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?

Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang? Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.

Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi. Darah mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali. jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah. Jadi, jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.

Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat. Janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung.

Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring.



Sebuah prosa dari Dewi Lestari yang ditulis tahun 1998, dikutip dari Filosofi Kopi (2012)
 
                                                                     *

Ada semacam perasaan magis saat membaca prosa diatas. Spasi, adalah kata sederhana untuk menyiratkan makna jarak, seberapa pun panjangnya terentang. Spasi, adalah jeda untuk membuka ruang. Karena dalam ruang itu kehidupan berada. Dinamika dan segala persoalan hidup ada karenanya.

Tak terkecuali saat membaca kembali prosa ini. Dalam keadaan dan situasi yang berbeda, things will never be the same again. Jarak mengulur waktu. Memisahkan dua hati yang meminta untuk jalan saling beriring. Rindu, hanyalah akibat dari jarak.

Saya jadi tahu artinya sebuah spasi, dalam sebuah penantian. Saya belajar menerima bahwa spasi atau pun jeda hanyalah sebuah penguji bagi ruang yang entah kapan atau sedang ditinggali. Pun, ketika menyadari bahwa dalam jeda, saya tahu bahwa saya semakin merindukannya.

Ik hou van jou.
 

Pharmindo, 30 April 2013.

1 komentar:

Adit Purana mengatakan...

tanpa spasi, kita akan kelelahan.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...