Selasa, 28 Juli 2009

Pada Suatu Pagi (2)

Tenggelam lagi dalam kepulan asap rokok dan pekatnya kopi. Begitulah yang kujalani akhir-akhir ini. Aku merasa tekanan ini begitu menghimpitku sehingga butuh pelarian seperti itu. Padahal, itu tidak terlalu penting. Aku tidak ingin merasa dibebani oleh pekerjaan kalau ternyata tekanan itu lebih disebabkan oleh perasaan, Cuma oleh sekedar perasaan.

Kenapa perasaan seperti ini menyerangku lagi, setelah semua berjalan apa adanya. Aku tidak tahu jelas apa yang menghinggapi pikiranku saat ini. Entah jenuh atau Cuma sekedar bosan. Aku masih memejamkan mata ini sambil berharap pikiran ini kembali seperti biasanya. Aku harap perasaan ini bukan karena rinduku padanya. Asap rokok masih mengepul dalam pikiran yang berkabut. Lagu dangdut dari radio butut masih mengalun pelan.

Selamat malam,...duhai kekasihku*)
Sebutlah namaku menjelang tidur

Mendengar lagu itu aku sedikit merasa lebih baik. Ingin sekali aku memeluknya dimalam ini. Hilangkan gelisah setiap malam. Aku tahu dia pasti merindukan kehadiranku. Dia selalu ada disana. Selalu menungguku untuk menceritakan segala kepalsuan di dunia ini. Bila sudah begitu, seakan jauh rasanya dari dosa yang selalu mengepungku.

Ini memang tidak adil padanya. Aku telah meninggalkannya tanpa kerelaan apa pun. Tapi, perempuan itu tidak banyak bertanya. Ia hanya pasrah saja menerima kenyataan ini. Dalam hatinya mungkin masih ada keyakinan bahwa aku akan kembali pada suatu masa. Aku rasa dia tidak terlalu salah karena malam ini setelah rokok terakhir kuhisap dan cangkir kopi terakhir kuteguk habis aku akan kembali menemuinya. Hanya tinggal masalah waktu saja. Aku ingin lihat apakah waktu masih memberikan kesempatan padaku. Aku hanya ingin tahu apakah waktu masih mempunyai masa lalu yang bisa terulang lagi. Aku hanya ingin tahu saja, tidak lebih.

Sementara, malam bertambah pekat dalam balutan sunyi sepi. Aku masih sendiri. Aku merasa menjadi orang yang paling berbahagia malam ini. Betapa bahagianya aku malam ini. Aku masih bisa merasakan tekanan perasaan yang bertubi-tubi dan takkan pernah hilang walau teracuni kafein dan nikotin. Aku masih bisa bahagia dalam bayangan senyumannya. Aku masih bisa berbahagia walau hanya dengan hidup yang begini-begini saja, tanpa variasi. Aku masih merasa bahagia walau hanya mengkhayal tentangnya.

Rindu ini memang terasa berat. Andai aku bisa menjadikannya sebagai puisi. Sudahlah, itu semua tidak mungkin. Tidak mungkin kalau aku akan kembali menemuinya setelah sekian lama menghilang tanpa pesan. Kalaupun bisa aku tidak akan pernah kembali padanya. Lagipula untuk apa kalau selama ini ternyata sudah ada satu hati yang melengkapi hatinya yang lain.

Aku kembali dilanda sepi. Malam diluar jendela masih menampakkan pekat dalam cahaya lampu jalanan yang menandakan kota ini belum tidur. Aku menatap kosong keluar. Tidak ada lagi beban yang hinggap. Hanya ada sepi dan diriku yang kerdil dihadapan pencakar langit itu. Diam-diam kunyalakan lagi sebatang rokok. Radio butut itu kini terdengar jauh lebih merdu.

Malam ini tak ingin aku sendiri...**)
Kucari damai bersama bayanganmu...

Sebuah lagu lama yang kembali terdengar merdu dan mesra. Siapakah yang ingin selalu ditemani kesendirian? Siapakah yang tak ingin ditemani dalam malam yang sepi ini? Aku rasa jawabannya bukanlah aku. Aku tidak pernah tahu jawaban itu. Terlalu subjektif. Aku dengarkan lagu itu sampai selesai. Radio kumatikan sambil melangkah pulang.

Aku sampai di rumah dengan perasaan yang datar. Tidak ada yang aneh. Aku memastikan semuanya baik-baik saja. Aku tidak ingin lagi terbangun dengan keadaan tidak menentu lalu menemukan seorang perempuan lagi. Aku hanya menemukan sebuah surat dibawah pintu. Entah dari siapa, tidak ada nama pengirimnya. Sebuah amplop warna merah muda dengan bekas tanda ciuman bibir. Aku bisa lihat dari sisa lipstik yang masih menempel pada amplop itu. Sepertinya surat ini belum lama sampai.

Aku sama sekali tidak merasa penasaran. Aku simpan surat itu. Aku baca besok pagi saja. Aku ingin segera tidur lalu lupakan semua yang terjadi. Namun, rupanya paduan nikotin dan kafein dalam tubuhku mulai bekerja. Aku tidak bisa tidur lelap, bahkan untuk memulainya saja pun tidak bisa. Aku merasakan detak jantungku mengencang, tidak seperti biasanya. Lalu, mata ini belum mau terpejam juga.

Aku duduk sambil melamun. Tiba-tiba, pikiranku terarah pada surat itu. Aku akan segera membacanya.

Sayang,

Maafkan atas kelancanganku kemarin. Aku masuk ke rumahmu tanpa izin. Aku tahu kamu pasti kaget melihatku ada di tempat tidurmu. Kamu tidak perlu tahu aku ini siapa. Aku hanyalah seorang perempuan biasa, sama seperti yang biasa kau temui di lingkungan kantormu. Aku sama seperti mereka.

Malam itu kebetulan aku lewat depan rumahmu sebelum aku melihat ada sesuatu yang aneh. Rumahmu memang aneh (aku harus akui itu). Pintu masuknya terbuka, pagar tidak dikunci, belum lagi jendela yang selalu terbuka karena angin. Ketika itu aku masuk. Dan tanpa sengaja aku langsung menuju satu-satunya kamar. Lalu, aku duduk di tempat tidurmu.

Aku merasa nyaman sekali disitu. Udaranya begitu sejuk, mungkin karena kamu pandai mengurusi tanaman di taman depan itu. Aku pun langsung merebahkan tubuhku. Perlahan tapi pasti aku tertidur. Dalam tidurku itu aku merasa ada seseorang lain di rumah ini. Aku bisa rasakan ia masuk kedalam kamar. Aku masih tetap tertidur. Lalu, aku merasa seperti ada yang membuka kancing kamejaku. Tak hanya itu, perlahan ia menciumi leherku. Perlahan juga aku merasa payudaraku diremas-remas. Aku rasa aku sedang dalam permainan cinta yang dahsyat. Aku merasakan sebuah kenikmatan namun masih dalam keadaan tertidur.Nafsuku terbakar. Dadaku berdegup kencang. Aku tidak sanggup membuka mata ini. Aku dikepung sejuta nafsu dalam kenikmatan. Aku malu untuk bilang padamu kalau aku telah mencapai orgasme. Tapi, apa boleh buat. Aku telah mengatakannya padamu.

Setelah itu, aku benar-benar kelelahan. Aku yakin kalau si pemilik rumah ini telah memberiku kenikmatan yang paling dahsyat dalam hidupku. Aku tahu permainan cinta macam apa yang paling disukai seorang wanita. Sudah berkali-kali aku melakukannya. Tetapi tidak ada seperti yang kamu berikan. Kamu adalah lelaki paling hebat. Hanya kamu saja yang pernah melakukannya. Tidak seperti yang lain.

Aku hanya berharap suatu saat dapat kembali berada di kasur itu dan melakukan hal yang sama denganmu. Ingat, hanya denganmu saja. Kita mainkan lagi permainan cinta yang paling dahsyat yang hanya kamu saja yang punya. Kamu tidak perlu menungguku. Aku akan datang kapanpun kamu mau.

Peluk hangat,

*****

GILA. Benar-benar gila.


Kelapa Gading, 28 Juli 2009


*) dari lagu Selamat Malam, dinyanyikan oleh Evie Tamala
**) dari lagu Tak Ingin Sendiri, dinyanyikan oleh Dian Pisesha

p.s Pada Suatu Pagi bagian pertama dapat dilihat di edisi April

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...