Minggu, 15 Desember 2013

Regional Runway Safety Seminar (1)

Selama ini saya hanya tahu seperti apa di Malaysia lewat Om yang bekerja di daerah Sepang. Om baru saja berhenti awal tahun kemarin karena tidak memperpanjang kontrak kerja di sebuah bengkel pesawat. Selebihnya, saya hanya bisa mengira-ngira maksud dalam lagu Bimbo, ‘Semalam di Malaysia’.

Rasa penasaran itu akhirnya bisa saya tuntaskan sendiri. Alhamdulillah, saya diberi kesempatan untuk menghadiri sebuah seminar dan training. Saya mendapat kesempatan dua minggu berturut-turut untuk merasakan Kuala Lumpur. Bukan untuk tujuan liburan atau vakasi. Kunjungan pertama saya ini murni business purpose. Saya akan menghadiri sebuah seminar regional sekaligus penugasan luar negeri pertama saya.


17 November 2013

Untuk pertama kalinya saya landing di airport luar negeri (maksudnya, di luar Indonesia). Pesawat Garuda yang kami naiki mendarat sekitar pukul 8 malam di terminal Internasional Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Hari sudah gelap, saya tidak bisa melihat jelas seperti apa suasana di sekitar airport. Saya hanya melihat pesawat-pesawat milik Malaysia Airlines. Saya sudah merasa airport ini luas sekali. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai apron dari taxiway lumayan lama sekitar 20 menit. Dengan traffic yang mencapai 78 pesawat perjam, KLIA seperti tidak pernah kehabisan tempat parkir.

Ketakjuban saya semakin bertambah ketika tahu bahwa KLIA punya kereta komuter antar terminal intra airport. Saya kaget karena terhenti di ‘stasiun’ ketika akan mengambil bagasi. Rupanya, pengambilan bagasi berada di terminal berbeda sehingga kami harus naik kereta monorel hingga ke terminal utama. Kereta ini tersedia dengan interval 2,5 hingga 5 menit, tergantung jam operasi yang bisa dilihat di papan informasi.

Saya tidak menemukan kendala apa-apa selama pengambilan bagasi. Papan penunjuk informasi bagasi pun segera memberi tahu antrian bagasi saya. Disini kita tidak perlu khawatir bagasi tertukar. Setelah habis bagasi dari satu penerbangan akan ada petugas yang menyusun setiap bagasi yang belum diambil. Hal ini dilakukan karena rel bagasi akan digunakan untuk penerbangan lainnya. Jadi, kita harus teliti untuk memastikan bagasi kita sendiri.

Tadinya, saya berencana untuk melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur dengan kereta api ekspres. Namun, teman saya sudah mencari informasi bahwa stasiun kereta KL Central agak jauh dari lokasi hotel kami dan mengharuskan kami naik taksi lagi, apalagi hari memang sudah malam.  Jadi, kami memutuskan untuk naik taksi saja dari Level 2, satu tingkat dibawah jalur kereta api.

Antrian Taksi di KLIA
Kami harus membayar 2 RM untuk passenger service lalu mengantri untuk memilih taksi. Tidak perlu khawatir, disini semua taksinya menggunakan argometer resmi. Ada dua pilihan, ada taksi regular (warna merah) dan taksi eksekutif (warna biru) dengan kendaraan sedan (Proton) atau minibus (Kijang Innova dan Proton Exora). Kebetulan kami mendapat giliran taksi reguler Proton Exora yang cukup luas dan nyaman untuk melepas penat sebelum masuk Kuala Lumpur.

Perjalanan dari KLIA menuju Kuala Lumpur lewat tol ditempuh sekitar 45-60 menit, tergantung seberapa cepat kecepatan taksi anda. Jalan tol ini mengingatkan saya pada Jalan Tol Cipularang, hanya saja disini lebih lebar bisa memuat 4 lajur. Deretan komplek perumahan dan pabrik menjadi pemandangan sepanjang perjalanan menuju hotel. Kami menghabiskan 4,5 RM untuk membayar tol dan 120 RM untuk taksi. Cukup mahal sebenarnya. Kota sudah mulai sepi,saya meminta driver taksi untuk menunjukkan Hotel Double Tree by Hilton yang akan saya kunjungi minggu depan, tak lupa juga saya memintanya untuk melintasi Twin Tower Petronas dan Zouk (*pernah jadi anak nongkrong MTV 90-an*). Kami tiba di Sheraton Imperial KL (SIKL) tepat pukul 21.30 Waktu Indonesia Bagian KL.Semoga tidak terlalu terlambat untuk check-in.

Malam ini adalah pengalaman pertama saya menginap di hotel bintang lima di negeri orang. Beruntung, kami sudah melakukan reservasi seminggu sebelum seminar digelar. Selain mendapat rate diskon, kami pun diberi kemudahan untuk check-in, kalau bukan karena kartu kredit teman saya yang sudah mencapai limit. Kami sempat tegang karena kartu kredit lainnya juga diblokir. Akhirnya, saya menggunakan kartu debit untuk membayar hotel. Full paid empat malam, no deposit. Yang jelas, kami mengikuti saran Pak Bos sebelum mengizinkan kami berangkat: jangan sengsara di negeri orang.

Malam ini juga kami tidak keluar mencari makan malam.Pun memesan dinner via room service. Kami masih terlalu kenyang sehingga welcome drink dari hotel pun sudah kami anggap cukup. Dari lantai 29, kami bisa melihat Kuala Lumpur dengan jelas. Genting Highland terlihat berbinar dari kamar kami. Fasilitas kamar di SIKL terhitung baik, saya suka tata ruangnya. Kamar mandinya pun cukup luas.

Sebelum tidur, saya tidak henti berterima kasih pada Tuhan dalam hati, karena atas perkenanNya kami berdua bisa berangkat melaksanakan tugas disini dan menginap di hotel yang layak, if i may add.

18 November 2013

The journey begins. Maksud saya, hari ini adalah hari pertama seminar bertajuk “Asia-Pacific Regional Runway Safety Seminar” yang digelar oleh Department of Civil Aviation Malaysia sebagai penyelenggara didukung oleh Boeing Company, Airbus SAS, dan Flight Safety Foundation sebagai sponsor utama. Saya bangga bisa menjadi satu perwakilan Republik Indonesia dalam salah satu hajatan besar dalam komunitas penerbangan regional. 


Acara dimulai dengan welcoming speech dari Deputi Menteri Transportasi Malaysia dilanjutkan oleh Direktur Jenderal Penerbangan Sipil Malaysia. Tak lama, kami mengambil foto bersama sebagai bukti eksistensi. Sayang, lokasinya terlalu sempit sehingga komposisi peserta foto tidak seimbang. It’s just the opening anyway.

Rundown acara sudah tersusun rapi. Daftar pembicara lengkap dengan materi presentasi sudah ada di meja kami satu per satu. Selagi coffee break, kami menemui sesama peserta dari Indonesia. Ada perwakilan dari PT. Garuda Indonesia, PT. Angkasa Pura I & II, ConocoPhillips, dan Ditjen Perhubungan Udara (yang juga rekan kami sepekerjaan :D). Perlu dicatat, disini saya dan teman saya meninggalkan identitas kami sebagai Airworthiness Officer. Kami datang sebagai utusan dari State Safety Programme, sebuah program yang mengurus keselamatan penerbangan nasional yang dibentuk oleh Dirjen Perhubungan Udara.

All Indonesian Participants
Kami pun berkesempatan mengenal peserta lain yang mewakili negaranya masing-masing. Saya berkenalan dengan Mr. David dari CAA Philippines (otoritas penerbangan sipil Filipina). Obrolan kami masih seputar belasungkawa atas tragedi topan Haiyan yang menerpa Filipina dan merenggut banyak korban. Saya menyampaikan simpati karena Indonesia pernah mengalami hal yag sama ketika bencana tsunami melanda Aceh akhir tahun 2004 lalu. Ketika rekannya Marlene ikut dalam percakapan kami, mereka berbagi cerita mengenai pengalaman mereka mengatur lalu lintas udara untuk bantuan internasional dalam kondisi tower ATC yang hancur lebur. Percakapan kami berakhir dengan saling bertukar kartu nama.

Acara demi acara terus berlangsung. Saya tidak merasa bosan karena semua narasumber disini memang berpengalaman di bidangnya. Apa yang mereka sampaikan adalah pengalaman dari keseharian mereka. Ditambah, Dirjen mereka pun ikut menjadi moderator. Saya belum melihat hal yang sama terjadi di Indonesia.

Acara hari ini pun berakhir dengan sebuah invitasi untuk menghadiri makan malam bersama Datuk Deputi Menteri dan Datuk Dirjen  yang tadi pagi membuka acara. Tadinya, saya sudah berencana untuk tidak hadir karena itu hanya seremonial belaka. Hanya saja, sesorean ini kami berpikir bahwa seandainya Dirjen kami yang mengundang tentu tidaklah sopan bila kami tidak datang ke undangannya. Kami memutuskan untuk hadir di acara jamuan makan malam dengan niat menghargai niat tulus Datuk Deputi Menteri.

Kami datang agak telat. Semua meja telah terisi. Kami tidak punya pilihan selain membuka meja sendiri. Tampak semua peserta sudah mulai membaur. Saya melihat perwakilan Republik Korea bersama delegasi dari Singapura dan Filipina. Sementara, di meja kami terjadi All Indonesian Final. Tak lama kemudian, Mrs. Kim dari Incheon Airport bergabung di meja kami. Ia memang terlambat dan tidak punya pilihan lain selain menjadi ‘wasit’ di All Indonesian Final ini :).

All Indonesian Final feat. Mrs. Kim
Saya senang Mrs. Kim bergabung dengan meja kami. Kami yang orang Indonesia ini bisa mencairkan suasana dengan bertanya soal Korean Invasion yang melanda negara-negara di Asia Tenggara. Saya dengan leluasa bercerita padanya soal dua artis Korea favorit saya: Lee Yo Won pemeran Bong Dal Hee dan Shin Min Ah, cinta gue pemeran Gumiho.

Mrs. Kim heran karena saya bisa begitu mengenal kedua artis itu. Ia semakin kaget karena saya menyimpan foto mereka berdua dalam ponsel lengkap dengan daftar film mereka. Saya juga bercerita bagaimana Wonder Girls dan Girls Generation menghipnotis penonton Indonesia. Ia juga kaget ketika saya beritahu bahwa tiket VVIP konser Girls Generation habis hanya dalam waktu dua jam saja. Mrs. Kim selalu tertawa setiap mendengar cerita saya soal awal mula kesukaan saya pada drama seri Korea. Mungkin aneh untuknya karena ia belum pernah bertemu orang seperti saya. Atau memang saya yang benar-benar aneh.

Makan malam ini rasanya terlalu berlebihan. Terlalu banyak menu yang disajikan. Tentu saja saya khawatir program #MenujuLangsing2015 akan kembali berantakan. Kami yang orang Indonesia pun sama bingungnya dengan Mrs. Kim karena banyak hidangan yang asing bagi kami. Kecuali seafood alias udang dan cumi.

Saya menikmati jamuan makan malam ini. Panitia pun menyuguhkan band yang memainkan lagu-lagu pop dan tradisional Malaysia diselingin tari-tarian tradisional Melayu. Satu dua lagu yang saya kenal, saya pun ikut bernyanyi. Saya bisa melihat atmosfir kegembiraan di wajah rekan-rekan Indonesia. Akhirnya, Mrs. Kim ‘dipaksa’ untuk ikut menari ke atas panggung oleh seorang penari. Sekembalinya dari panggung, ia kemudian memaksa saya untuk naik juga. Saya mengajukan syarat padanya, seandainya nona itu yang mengajak maka saya akan naik panggung dengan sukarela (sambil menunjuk ke arah seorang panitia). 


Teman-teman Indonesia saya tertawa lalu ia bertanya dengan penuh rasa heran. Saya hanya menjawab bahwa perempuan itu mirip dengan seseorang yang membuat saya gagal move-on. Literally, i added ‘my ex’ and said it to her. Ia hanya tersenyum. Rona mukanya sedikit berubah.

Sebelum makan malam selesai, saya bergurau bahwa kalau saya mengunjungi Korea, saya akan menemuinya (Mrs. Kim) supaya bisa diantar bertemu dengan Yo Won dan Min Ah. Tawa lebar Mrs. Kim menyertainya seraya kami bertukar kartu nama. Saya tidak akan pernah lupa pesan terakhirnya: Thank you for entertaining me tonight. (heueuh weh da saya teh badut hahaha :)))) )

Sepanjang jalan menuju kamar, saya memikirkan apa maksud dibalik pesan Mrs. Kim tadi. Entertaining me tonight. Who did that? Apakah saya cukup menghibur anda malam ini? Kepala saya sungguh dipenuhi tanya. Satu alasan yang membuat saya cukup pantas dibully oleh teman sekamar.

Saya menutup malam ini dengan kesan yang luar biasa, walau di hari pertama ini saya mendapat sebuah masalah. Apakah itu? Just keep on reading my travelogue.


Kuala Lumpur, 20 November 2013.

2 komentar:

Adit Purana mengatakan...

perhaps, it means you made me happy.

Robertus Benny Murdhani mengatakan...

Ecieh Mas Anggi.
:)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...