Senin, 30 Desember 2013

ICAO/COSCAPs HIRA Workshop 2013 (2-tamat)

3 Desember 2013 - Day 2


Pagi ini, saya berencana untuk lari pagi atau sekedar jalan kaki biasa. Tidak ada masalah dengan jam tidur karena Bangkok dan Jakarta tidak punya perbedaan zona waktu. Saya sudah bersiap-siap dan pemanasan kecil-kecilan dalam kamar. Iseng menonton berita, mereka bilang akan ada pergerakan massal. Wah, apakah peringatan dari briefing kemarin itu akan benar-benar terjadi? Saya tertegun di ujung tempat tidur. Sebelum tiba di Bangkok rasanya semua akan baik-baik saja. Saya tidak khawatir soal keamanan kota. Nyatanya, setelah mengalami sendiri tensi disini saya malah batal untuk menikmati lari pagi pertama saya di Bangkok.

Pergulatan sepanjang pagi ini membuat perut saya mulai berontak. Saya meilih menu sarapan yang berbeda dari kemarin. Saya ingin mencoba pilihan menu lain dari ‘jatah’ menu sarapan di restoran hotel ini. Saya memilih omelet telur, sosis ayam, bacon dan roti. Saya tidak khawatir menu pilihan saya mengandung pork or ibab or whatever you name it. Saya campur semuanya ala burger. Lumayan mengenyangkan sampai coffee break pertama jam 10.15 nanti.

Materi workshop hari ini adalah Risk Evaluation, Risk Assessment, dan Risk Control Measures. Materi ini diharapkan dapat menanamkan konsep dasar dari Risk Management. Untung saja, penyampaian materi tidak berlangsung lama. Kemarin, instruktur sudah menugaskan kami untuk membuat daftar hazard yang paling beresiko menimbulkan bahaya. Kami sudah membuat daftarnya, ada sepuluh poin hazard yang menurut analisa kami sering terjadi di Indonesia. Siang ini, Capt. Andy menjelaskan sebuah tool hasil modifikasinya untuk melakukan analisa terhadap hazard probability and severity. Tool sederhana itu dibuat dalam satu file Microsoft Excel, lengkap dengan panduan pengisian modul.


Kami diminta membuat analisis dari satu contoh hazard yang jadi top priority. Kami bekerja menggunakan tool tersebut. Saya sedikit-sedikit paham cara mengerjakan hal yang seperti ini. Huge thanks to Pak Bambang yang selalu mengajak saya mendampinginya mengajar kelas SMS awal tahun kemarin. Kami semua juga sudah pernah mengikuti training SMS, jadi sudah familiar dengan istilah-istilah dan metode analisa resiko. Usai makan siang nanti, perwakilan setiap negara peserta diminta untuk melakukan presentasi. Sebenarnya, instruktur hanya meminta tiga negara saja. Namun, karena waktu dinilai masih cukup maka keputusan itu diralat.

Presentasi Pertama di Luar Negeri

Bersama Singapura dan Macau, Indonesia jadi tiga negara terakhir yang maju untuk presentasi hasil analisis masing-masing. Dari delegasi Indonesia saya ditunjuk jadi presenter. Saya harus maju dan tampil di depan forum. Maklum, saya adalah yang paling junior dari semua anggota delegasi. Pak Bambang sudah terlalu expert untuk konteks SMS, dua senior saya pun begitu.

Saya tidak keberatan untuk maju walau kemampuan bahasa Inggris masih pas-pasan. Hanya saja, saya selalu didera deg-degan yang selalu seperti itu setiap sebelum ‘mentas’. Saya ambil baiknya saja, saya ingin sebuah pengalaman. Saya sudah pernah tampil ‘mengajar’ di kelas training ICAO Developing Countries Training Program dua kali. Lagipula, bukan tanpa alasan seorang expert sesenior Pak Bambang menugaskan saya si junior ikut dalam workshop ini.

Presentasi Delegasi Indonesia
Saya melakukan presentasi sebagaimana mestinya. Tidak ada kekhawatiran bahwa saya akan gugup dan kehilangan kata-kata di depan forum. Entah nanti di depan penghulu. Saya percaya bahwa pengalaman adalah guru yang paling hebat. Setiap tampil membawakan materi, saya tidak pernah terpaku pada materi yang ada dalam handout/laptop di hadapan saya. Saya selalu berusaha untuk menjelaskan sambil tetap menjaga kontak mata dengan forum.

Trik itu berhasil walau tidak sampai mengundang pertanyaan dari delegasi negara lain. Namun, saya cukup senang ketika Capt. Andy melakukan sedikit koreksi terhadap materi yang saya sampaikan. Artinya, beliau menaruh perhatian pada apa yang saya sampaikan. Saya mengucapkan terima kasih atas hal tersebut. Komentarnya sangat berguna untuk pemahaman kami nantinya. Ketika turun panggung, saya melihat Capt. Kim tersenyum kepada saya. Kami sudah sering makan siang bersama di Jakarta. Tak lupa, Pak Bambang menyalami saya, beliau mengucapkan selamat atas keberanian saya maju ke depan forum. Walau sudah sering saya mendampingi beliau, jabat tangan hari ini terasa betul bedanya.

Pratunam Market

Workshop hari ini berakhir lebih cepat setengah jam dari waktu normal. Cuaca cukup cerah. Kami bertiga berniat pergi ke Pratunam Market, pasar tradisional yang masuk to-do-list-when-you-in-Bangkok. Kami berpisah dengan Pak Bambang di stasiun Petchaburi. Menurut Bangkok City Map yang saya dapat dari lobi hotel, jarak dari stasiun Petchaburi menuju Pratunam Market tidaklah terlalu jauh. Itu kata peta. Ketika kami keluar stasiun, eng ing eng. Damn, masih jauh ternyata. Kami terpaksa naik taksi dan membayar 60 THB. Jalanan sore di Bangkok sama saja dengan Jakarta, padat merayap. Masih ada sisa setengah jam sebelum pasar tutup jam 6 petang.

Kami biarkan satu-satunya perempuan dalam delegasi kami menghabiskan baht di Pratunam ini, siapa tahu dia memang mendapatkan apa yang dia cari. Saya berdua hanya mengelilingi pasar dan membeli beberapa potong kaos lagi untuk menambah stok persediaan. Sedia payung sebelum hujan memang ada benarnya. Kita tidak pernah tahu siapa lagi yang akan datang dalamn hidup kita.

Malam mulai turun. Pasar mulai sepi. Jika anda masih belum puas, toko-toko di pelataran dekat Pratunam Market masih banyak yang buka hingga pukul 10 malam. Kami melanjutkan perjalanan pulang dengan mampir sebentar di Starbucks Mall Platinum yang tepat berada di seberang Pratunam. Kami lanjut menuju mall Central World yang ternyata cukup dekat untuk dijangkau dengan jalan kaki.


Suasana malam di pelataran mall dipenuhi ornamen Natal. Ada beberapa pohon cemara yang sengaja ditempatkan dan dihias begitu rupa untuk menyambut keceriaan Natal. Yeah, Christmas is coming. I’m gonna sing my favourite Christmas song, Last Christmas. Hari Kamis lusa, 5 Desember adalah hari ulang tahun Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej. Semboyan ‘Long Live The King’ ada di setiap baligo atau banner yang dipajang di stasiun. Beberapa mall juga saya lihat membuat altar penghormatan terhadap Raja berusia 81 tahun ini yang sedang dirundung sakit.

Kami bertiga bergantian saling mengambil foto di area pelataran mall. Naluri eksistensial kami diuji disitu. Kami baru memutuskan untuk pulang ketika rasa lapar mulai melanda. Kami kembali ke Sukhumvit dengan naik Skytrain dari stasiun Chitlom ke stasiun Nana. Sepanjang perjalanan menuju Chitlom, kami bergantian berfoto lagi.

Makan malam hari ini kami rayakan di restoran India yang kami pilih pada malam pertama kemarin. Kami tentu tidak memilih menu yang sama. Pelayan menawarkan kami pilihan menu one-for-all, nasi dengan berbagai macam pilihan lauk.

Saya bersyukur atas semua yang saya dapat hari ini. Suatu saat nanti, saya yakin pengalaman-pengalaman hari ini akan membawa saya ke tempat lain.

4 Desember 2013 - Day 3


Sarapan pagi ini adalah kejutan. Saya memesan menu yang sama dengan kemarin. Saya terkejut ketika pelayan restoran memberi tahu bahwa dalam menu itu terdapat pork. Yeap, saya makan babi kemarin dan saya baru tahu hari ini. Semoga Tuhan mengampuni. Andai saya seorang Ali, tentu akan saya keluarkan isi kerongkongan saya seketika itu juga. Akhirnya, saya makan babi juga.

Hari terakhir ini kami masih punya materi risk management implementation. Kami harus berhadapan kembali dengan teori-teori. Sempat terjadi diskusi panjang antara delegasi India dengan instruktur. Dari diskusi itu berkembang menjadi satu forum yang lebih besar. Kami ikut menyimak jalannya diskusi. Terakhir, sebagai jalan tengah instruktur kembali membuka beberapa referensi yang membuat diskusi berakhir dengan fair. 

Officially Certified
Workshop ini resmi ditutup dengan penyerahan sertifikat kepada semua peserta. Saya bersyukur karena saya bisa menyelesaikan workshop ini dengan baik. Sertifikat yang saya terima barangkali adalah bukti bahwa apa yang telah saya lakukan tidaklah terlalu salah. This is the end beautiful friend.

Shop Till You Drop

Kami selesai lebih cepat satu jam hari ini. Kami punya waktu untuk selonjoran selama sejam sebelum kembali menghabiskan sisa baht di MBK. Saya langsung menuju Toys Studio untuk memastikan barang incaran saya masih ada. Saya mencoba melihat lagi koleksi toko ini, ternyata mereka punya miniatur ATR72-500 HOP for Air France skala 1:100 buatan Herpa Jerman. Kabar buruknya, ini adalah stok terakhir mereka. Saya langsung membayar 1.150 THB untuk ATR72 itu. program saya untuk punya miniatur pesawat bermesin turboprop pun tuntas disini. 


Tidak hanya itu, saya juga menemukan miniatur Boeing 787 Dreamliner Thai Airways skala 1: 200 seharga 750 THB. 787 itu menandai habisnya uang baht saya. Kecuali, 5200 THB untuk bayar hotel besok sebelum check-out. Untuk berjaga-jaga supaya tidak sampai kelaparan dan masih bisa jalan-jalan besok pagi, saya akhirnya mengambil lagi uang 1.000 THB di ATM milik Bangkok Bank. Untuk transaksi itu, saya dikenai charge sebesar 180 THB. Tapi tetap saja yang keluar di ATM hanyalah selembar 1.000 THB. Dengan demikian, 1.180 THB akan dibebankan ke rekening BNI saya, tentu dengan kurs atas.
Never Trust Strangers

Judul ini kelihatannya agak berlebihan, tapi percayalah anda kini sedang berada di negeri asing dan orang asing belum tentu selalu menyenangkan. Sebelum berangkat, saya sudah membaca artikel, blog dan beberapa diskusi di forum backpackers. Banyak tulisan soal pertemuan dengan orang asing berperilaku aneh. Semua itu cukup membuat saya berhati-hati bila bertemu orang asing terutama di Bangkok.

Petang ini, dalam perjalanan menuju MBK, teman saya tiba-tiba diajak kenalan dengan seorang pria yang mengaku dari Arab Saudi. Orang Arab yang entah benar atau gadungan itu tahu kami berasal dari Indonesia. Ketika turun dari Skytrain, ia mendekati saya dan bertanya berapa nilai rupiah untuk 1 USD. Saya jawab 11.000 IDR. Ia terus mendesak saya dan menunjukkan isi USD di dompetnya sambil berkata bahwa ia ingin melihat uang rupiah.

Ingatan saya langsung melayang pada artikel yang saya baca. Modus seperti itu sudah sering dilakukan para penjahat di Bangkok. Dalam artikel itu, si penulis bertemu dengan orang dari Afrika. Saya segera menjauh darinya dan mengajak teman saya keluar dari pintu yang berbeda. Si Arab itu berteriak-teriak seperti orang yang tidak percaya bahwa seseorang telah mencurigainya sebagai bukan orang baik. Saya langsung jelaskan bahwa perkenalan semacam itu tadi adalah modusnya untuk mencuri atau lebih parah menghipnotis kita.

Teman saya heran karena saya bisa tahu hal semacam itu. Mereka jelas kaget karena tidak menduga akan mengalami hal yang demikian. Saya juga lupa tidak memberi tahu mereka soal itu. saya juga tidak mengira bahwa saya benar-benar akan mengalami hal yang demikian. Mungkin itulah kenapa Tuhan membiarkan saya membaca artikel-artikel itu.

Sekali lagi, saat sedang melihat-lihat obral pakaian di lantai dasar MBK, seseorang menunjuk ke arah saya sambil memegangi polo shirt yang saya kenakan. Ia berteriak pada temannya bahwa kaos seperti inilah yang ia cari. Ia segera mengajak saya belanja bersama dan bilang bahwa saya dari Indonesia. Ia juga bilang kita sesama Muslim jadi tidak perlu khawatir. Nggak perlu khawatir pala loe peang! Saya segera menjauhinya dan bergegas pergi.

Dari awal masuk ke toko itu saya sudah curiga padanya. Perawakannya tidak lebih tinggi dari saya. Dari mukanya saya segera bisa mengenali bahwa ia berasal dari keturunan Timur Tengah. Hanya saja, ia berbelanja dengan seorang anak muda seumurnya dan seorang Ibu berusia kurang lebih 50 tahun dan tidak ada rupa turunan Timur Tengah.

Tidak ada salahnya berhati-hati dengan orang asing. Walau kadang keterasingan membawa kita pada pengalaman tertentu dan lain dari biasanya. Waspadalah!

Malam ini segera berakhir ketika kami mulai mengaku tidak ada jatah baht lagi untuk malam ini. Kami segera kembali ke hotel dan tidur. Besok, kami masih punya waktu sedikit untuk menikmati pagi di Bangkok. Saya ingin ke Chao Phraya besok. Semoga waktu mengizinkan.

5 Desember 2013 – Last Day in Bangkok

Good Morning, Chao Phraya


Pagi ini saya bangun terlambat. Tentunya usai shalat Subuh pukul 5 pagi. AC yang lupa dimatikan sudah cukup membuat saya kedinginan lalu terbangun. Saya bangun kembali jam 6.30 dan segera membangunkan teman saya untuk sarapan. Saya bersikeras ingin ke Chao Phraya sebelum pulang.

Dari Sukhumvit, kami menuju stasiun Nana dan naik Skytrain menuju Siam untuk transit dan pindah kereta ke arah Saphan Taksin. Dari situ, tinggal jalan kaki menuju pinggir sungai Chao Phraya. Terima kasih, Tuhan. Saya kini berada di tepi sungai Chao Phraya. Kami langsung disambut para penyedia jasa tur Chao Phraya. Ada paket yang full day, half day, atau short trip. Untuk paket paling singkat, trip selama 1,5 jam dikenai biaya 140 THB. Ada banyak paket pilihan lokasi sesuai keinginan pengunjung. 


Saya tidak mengambil paket apapun. Kami pasti akan ketinggalan pesawat bila ikut tur disini. At least, saya sudah menepi ke Chao Phraya, menuntaskan satu keinginan terpendam.Kami hanya berfoto saja di sekitar pelabuhan. Sebagai bukti bahwa kami pernah berada disini.

Sebelum episode pagi di Chao Phraya ini berakhir, teman saya mengajak untuk pergi ke sebuah taman dekat Central Chidlom. Ide yang bagus mengingat waktu kami semakin sempit.

Long Live The King
Kami segera naik ke stasiun Saphan Taksin. Sial, kami salah naik kereta. Harusnya kami naik Skytrain ke arah Siam. Namun, kami naik kereta menuju Wongwian Yai. Kami pun segera turun di stasiun pertama, Krung Thon Buri. Ajaibnya, stasiun itu terletak di bagian seberang Chao Phraya. Tuhan telah mengizinkan saya untuk menyeberangi Chao Phraya dengan caraNya, walau tidak dengan perahu.

Untitled Park


Setelah berganti kereta, kami segera menuju Chit Lom. Kami turun di stasiun itu dan segera menuju Central Chidlom untuk turun. Kami juga sempat melihat beberapa barang branded yang masih sale. Kebetulan, 5 Desember atau hari ulang tahun Raja ini adalah hari terakhir sale. Sayang, tidak ada ukuran sepatu yang cocok untuk kaki kami.


Saya tidak tahu nama taman ini. Melihat banyaknya orang beraktivitas pagi disini, saya yakin taman ini memang cukup nyaman. Letaknya yang dikelilingi bangunan tinggi membuatnya tetap teduh. Saya jatuh cinta dengan taman ini. Kenapa saya tidak ke taman ini saja untuk olahraga pagi. Saya agak menyesal juga.

Puas berfoto, kami menuju ke KFC untuk makan siang. Saya yakin kami tidak akan punya waktu lagi untuk makan siang di Suvarnabhumi. Pesawat kami akan terbang pukul 17.20. Usai makan siang kami harus segera berangkat ke airport. Kami pun tidak sempat bertemu lagi dengan Pak Bambang beserta istri dan putrinya karena sudah pulang dengan pesawat jam 10 pagi tadi.

Tadinya kami akan naik kereta seperti hari kedatangan. Namun, melihat barang bawaan yang beranak pinak kami putuskan saja untuk naik taksi. Kebetulan sedang ada taksi yang menganggur di depan hotel. Usai membayar, saya segera tanya harga taksi menuju bandara pada petugas hotel. 400 THB. Harga yang cukup murah untuk dishare bertiga.

Perjalanan menuju bandara naik taksi dari kota memakan waktu sekitar 30 menit. Kami segera menuju counter check-in hanya untuk mendapat pemberitahuan bahwa counter akan dibuka pukul 3.15. masih satu setengah jam lagi. Oke, kami harus menunggu.

Satu Hati, Satu Indonesia

Kontingen Jambore Pramuka Internasioal dari Indonesia
 Tiba-tiba, antrian check-in penuh dengan rombongan berseragam pramuka. Mereka akan satu pesawat dengan kami. Ternyata, mereka adalah putra-putri terbaik bangsa yang baru saja mengikuti jambore internasional di Bangkok. Mereka terdiri dari putra-putri murid SMP di seluruh Indonesia, begitu pula dengan pembimbingnya. 

Melihat mereka membuat saya melihat kembali diri saya tiga belas tahun lalu. Rasanya, ada rasa bangga tersendiri melihat putra-putri terbaik negeri mewakili bangsanya. Saya berdoa untuk mereka, semoga suatu saat nanti mereka bisa mewakili Indonesia di tingkat yang lebih tinggi.

Kami menghabiskan waktu dengan berfoto dan kelalang-keliling. Saya pun membeli majalah Playboy Thailand untuk membunuh waktu. Anyway, Playboy disini dijual murah, cukup dengan 180 THB saja. Asal mau tahan karena tidak bisa membaca aksara Thailand, itu sudah lebih dari cukup. Saya tentu berharap rombongan anak-anak SMP itu tidak seperti saya kelak hehehe :D.

Counter Check-in pun dibuka. Kami segera mengurus bagasi dan masuk menuju pemeriksaan imigrasi. Masih ada waktu satu jam sebelum boarding. Kami habiskan satu jam terakhir kami dengan mengelilingi semua duty free shop di terminal internasional Suvarnabhumi. Hingga akhirnya pengumuman boarding menghentikan langkah kami. Saya pun belum sempat mengaktifkan ID untuk mengakses free wifi disini. Kelak, saya akan menikmatinya saat menunggu pesawat menuju Chiang Mai. Semoga.

Bangkok, 5 Desember 2013.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...