Selasa, 23 September 2008

Catatan Singkat: Perpisahan

Sahabat, aku ingin bertanya padamu. Aku ingin bertanya, perpisahan manakah yang paling berkesan seumur hidupmu? Perpisahan yang bukan sekedar berpisah lantas bertemu kembali. Perpisahan yang tidak selalu harus diiringi isak tangis dan janji untuk kembali. Perpisahan yang tidak selalu dengan lambaian tangan di ujung pelabuhan, terminal, atau stasiun. Perpisahan manakah yang pernah membekas begitu dalam pada hidupmu? Perpisahan semacam apakah yang mampu mengantarkan berjuta kenangan kembali ke pangkuan?

Kenapa perpisahan selalu menjadi tema untuk sebuah akhir? Apakah agar sebuah pertemuan yang dulu terjadi itu jadi lebih berarti? Apakah engkau akan lebih memahami perpisahan setelah engkau mengalami perjumpaan yang begitu hebat? Kenapa akhirnya sulit sekali untuk berpisah? Kenapa malah takut untuk berpisah? Bila memang perpisahan itu akan adanya dan celakanya jadi bagian dari hidup yang masih harus kita jalani.

Kita tidak berpisah di teras St. Carolus*), tidak juga di batas kota ini**) Kita berpisah dengan apa adanya. Keadaan yang sangat wajar untuk kita. Perpisahan ini tak diundang adanya. Tidak juga kau sertakan perpisahan ini dalam salam terakhirmu. Perpisahan ini menyisakan jarak terbentang antara kita. Dari Sibolga hingga Siberia, dari Bandung hingga Bandar Sri Begawan, dari Jakarta hingga Jamaika.

Walau begitu, biar kukenang perpisahan ini. Akan kubuatkan pusaranya disini, ditempat aku menulis perpisahan ini. Hanya sebagai penanda, kalau kita pernah bertemu, akrab dan lengket seperti ketan, lalu berpisah kemudian. Disini. Dalam catatan ini.


Bukit Pakar Timur 100, 23 September 2008, 16.57


*) diambil dari lirik lagu, "...aku berpisah di teras Saint Carolus...", dinyanyikan oleh Rani
**) sebuah lagu dari Tommy J Pisa, Di Batas Kota Ini

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...