Minggu, 21 September 2008

Cerita Pada Suatu Malam

Malam telah turun menggerayangi langit. Perlahan bulan dan bintang menatap sekilas. Masihkah malam bertambah kelam? Malam adalah kehilangan. Kehilangan tentang kekasih, tentang hidup, bahkan cinta. Malam adalah kelambu yang menutupi sebuah ranjang. Mampu menampakkan sebagian walau tak seluruhnya. Malam juga yang membuat tersingkapnya satu sisi kehidupan setiap manusia. Malam adalah persembunyian. Persembunyian bagi seonggok jiwa yang rapuh karena terang telah mengganti hari. Kadang, malam menutupi kesucian dan menampakkan kepalsuan. Segala yang kelihatan suci disaat terang belum tentu bila malam menemaninya. Kau juga tidak pernah tahu tentang malamnya segala entitas di jagad raya ini.

Aku disini menulis tentang malam. Hanya yang aku tahu saja tentang malam. Malam bagiku hanyalah sebuah ruang waktu saja yang sudah menjadi kebiasaan-dan pasti akan tiba. Malam buatku sangat berarti. Aku bangun pada setiap malam dimana malam menampakkan dirinya yang anggun tanpa keangkuhan sedikitpun. Malam adalah bagian dari diriku juga. Seperti engkau yang selalu menunjuk satu bintang di langit kelam*).

Aku bukan seorang penjaga malam, bukan juga wanita malam, atau malah kunang-kunang malam. Aku hanyalah seorang penulis yang menulis di waktu malam. Entah kenapa, setiap malam aku menulis rasanya ada saja yang menemaniku. Aku bisa merasakannya. Aku bisa mendengar suara penyanyi jazz yang melengking. Aku bisa mendengar obrolan para penjaga malam yang rupanya tidak kebagian jatah zakat dan elpiji hari ini. Aku juga bisa mendengar suara tembakau yang dibakar kala mereka mulai mengobrol.

Aku juga sudah terbiasa dengan riuh rendah suara tuts keyboard mahasiswa yang mengerjakan tugas kuliah ataupun skripsinya. Aku bisa dengar teriakan speaker di lantai dugem yang penuh dengan hedonis-hedonis muda. Aku bisa dengar marahnya seorang istri karena suaminya pulang larut malam setelah mabuk-mabukkan dengan rekan sekerjanya. Aku juga bisa mendengar si perempuan itu ketika mulai menangis.


Aku hanya menuliskan cerita ini pada sebuah malam yang biasa. Ramalan cuaca berkata malam ini hujan tidak akan turun. Langit sepertinya masih kelam. Aku masih akan terus menulis hingga engkau terjaga dan bertanya padaku jam berapa sekarang hingga aku dengan sigap akan menyelimutimu kembali sampai engkau kembali tertidur dan mimpi indah. Aku masih menulis. Aku mendengar sebuah lagu.

malam ini tak ingin aku sendiri...
kucari damai bersama bayanganmu...**)

Malam juga bisa berarti kesepian. Kesepian yang tak kunjung padam karena rindu yang terbakar. Kesepian yang selalu berujung rindu. Rindu pada peluk hangat kekasih. Rindu pada belaian sayang Ibu. Pada kerasnya tatapan Bapak. Akankah kesepian selalu seperti itu? Mengapa malam begitu membuat kesepian dan kehilangan menjadi seakan lebih berarti dibandingkan siang. Apa karena semuanya hanya tampak remang saja?

Aku masih menulis dan malam masih terlalu muda. Engkau sekarang masih pulas tertidur dengan rona wajah yang tersenyum. Aku jadi teringat padamu sewaktu masih berada jauh dariku. Aku tak berharap engkau mimpikan aku. Semoga mimpimu indah walau bukan denganku, itu harapku. Dulu engkau pernah jauh dariku hingga malamku berbeda dengan malam di tempatmu. Engkau selalu memaksaku bercerita tentang malam disini sedang disana engkau masih saja tertegun menunggu malam.

Malamku disini masih sama seperti malam-malam yang pernah kita habiskan bersama usai memaksa senja untuk menampakkan keindahannya di pantai itu. Engkau tentu masih ingat kala kita habiskan hari hanya untuk menunggu senja mengganti malam. Engkau juga tentu masih teringat ketika seseorang yang jahil menggunting senja itu dan mengirimkan senja itu pada kekasihnya yang di ujung dunia.

Malam masih menggenangi langit. Aku masih terus menulis tentang malamku. Sementara, engkau masih tersenyum dalam tidurmu. Akankah engkau masih akan terus begini bila suatu saat malam tak lagi seperti malam? Akankah engkau masih bisa tersenyum karena malam telah menyelimutimu? Apakah malam-malam yang terlewati ini masih akan bisa disebut malam? Aku tak mau menjawab atau sekalipun berkomentar.

Mendadak aku teringat pada malam-malamku yang lain. Malam yang kuhabiskan berteman tumpukan buku-buku di rak perpustakaan. Ditemani dengan secangkir kopi kental panas dan rokok buatan Kediri. Aku hanya duduk-duduk saja sementara e-mailku berisi pesan dari Pustakawan dari Sarang Perawat itu. Aku sedang tidak ingin membahasnya. Aku hanya ingin memikirkanmu saja. Kadang aku mengharapkanmu berada di sela-sela tumpukan buku itu. Menyelinap bersembunyi di bawah luna kelam.

Memang benar adanya. Aku pernah merasakan malam membawakan rindu yang rapuh ini padamu. Aku pernah juga mengirimkan rindu itu yang kuhembuskan dalam setiap hembusan asap rokok buatan Kediri itu. Aku hanya bisa mengirimkan itu saja padamu. Aku kirimkan rindu itu lewat angin malam. Bukan lewat kurir atau tukang pos. Entah, apa engkau bisa menerimanya dengan menghirup angin malam yang mungkin mampir ke tempatmu.

Aku belum mengantuk malam ini. Kadang aku berpikir, enak sekali bisa sepertimu. Tertidur kala malam mulai meninggi lantas mulai bermimpi. Sudah lama rasanya aku kehilangan saat-saat itu. Saat-saat aku menemanimu. Saat-saat aku mendekapmu. Saat-saat aku membacakan cerita-cerita tentang malam. Hingga akhirnya, kau mulai tertidur, terlelap, lantas terlihat begitu bahagia dengan senyuman itu. Aku selalu berada disampingmu, menemanimu hingga sampai pada saat ini aku masih selalu menulis cerita. Tepat pada saat malam.

Aku masih belum tahu kapan aku mulai tertidur, sama seperti malam-malam kemarin. Aku masih belum mengantuk. Aku masih akan terus menulis sambil berpikir cerita apa lagi yang akan kutulis untukmu. Cerita yang selalu kutulis dan kuceritakan kembali. Hingga akhirnya kau tertidur dan menampakkan senyum itu lagi. Sebuah senyuman bahagia yang masih sama setiap malamnya.


Bukit Pakar Timur 100, 21 September 2008, 15.59


*) sebuah judul lagu dari Rida Sita Dewi, Satu Bintang di Langit Kelam, album Bertiga, 1996
**) sebuah lagu dari Dian Pisesha, Tak Ingin Sendiri, dinyanyikan pula oleh Hetty Koes Endang

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...