Kamis, 11 September 2008

Budaya Instan di Dunia Kita - Catatan Seorang Pegawai

Mbak, anda pasti tahu kan kenapa suasana di kantor setiap jam 8 pagi tiba-tiba langsung sepi. Kenapa tiba-tiba teman sebelah meja anda hanya terdiam dan terpaku begitu ketemu komputernya, jarinya terus mengetik sambil kadang tersenyum. Anda heran kalau tiba-tiba begitu? Waktu jalan sebelum masuk ruangan masing-masing rasanya semua masih mengobrol, entah membicarakan gosip yang ditambah resensi tempat buka puasa paling enak atau membahas soal pekerjaan? Saya yakin anda tidak melakukan itu, Mbak. Saya yakin itu.

Begitulah rupanya rutinitas di kantor anda, setidaknya dari yang saya perhatikan akhir-akhir ini. Seringkali saya melihat teman-teman Mbak kelihatan begitu sibuk. Seakan-akan memang banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan. Saya bisa lihat itu dari suara jari-jari yang mengetik keyboard Logitech itu. Belum lagi, wajah-wajah mereka yang tampak serius sekali sambil kadang-kadang sedikit tersungging senyumnya.

Saya begitu heran Mbak melihat semua itu. Masalah pekerjaan, pekerjaan macam apa sih yang menghabiskan banyak waktu untuk mengetik? Kantor anda bukan rental pengetikan dan bukan juga tempat orang mengantri untuk bikin surat kelakuan baik kan? Tapi mengapa kok ramai sekali oleh suara keyboard yang kalau saya boleh beri judul "simfoni keyboard #5".

Mbak, kalau bukan anda sendiri yang bilang sama saya, mungkin saya sekarang masih penasaran. Ternyata persoalannya ada pada software instant messaging buatan Yahoo itu ya. Masuk akal. Memang untuk beberapa alasan termasuk etika kerja di kantor, lebih baik menggunakan fasilitas instant messaging kalau hanya untuk sekedar bertanya pada rekan di ruangan sebelah. Lebih enak, feedbacknya langsung, dan yang penting tidak mengganggu orang lain. Bayangkan kalau anda menggunakan line telepon dan ada telepon dari klien untuk anda, bisa jadi masalah baru kan? Belum lagi kalau memang keluar pulsa, berapa uang yang harus dikeluarkan perusahaan untuk semua itu. E-mail. Itu juga memakan waktu, setidaknya ada feedback yang tertunda. Belum tentu juga semua rekan anda itu bisa menggunakan fasilitas e-mail.

Instant messaging. Instant messaging atas nama efisiensi, efektivitas, dan etika kerja. Rupanya, budaya instan masih enggan untuk pergi dari dunia kita, Mbak. Zaman sekarang apalagi untuk anda yang tinggal di ibukota yang katanya metropolitan itu semuanya kalau bisa harus serba instan. Semuanya. Tidak terkecuali. Mau apa tinggal pesan kalau perlu dibeli saja sekalian yang penting cepat dan praktis, begitu anda ucap kata kuncinya, abrakadabra semuanya tumplek blek ada dihadapan anda.

Memang dengan adanya fasilitas itu arus komunikasi bisa jadi lebih efektif dan efisien dengan catatan: selama yang berhubungan dengan pekerjaan. Masalahnya, dalam dunia kita yang serba instan ini apa saja bisa menjadi bahan pembicaraan. Apakah Mbak pernah berpikir bahwa suatu saat nanti blazer lengkap dengan selendang warna merahnya dan juga lipstik warna merah menyala yang selalu Mbak pakai bisa jadi bahan omongan teman-teman yang lain, tentu saja di IM mereka masing-masing. Masih ada lagi yang bisa mereka bicarakan tentang Mbak.

Tentang wangi parfum yang menggoda, tentang sepatu hak tinggi yang selalu bersuara tak tik tuk, tentang celana dalam buatan Victoria's Secret, tentang lingerie yang Mbak beli di La Senza, dan mungkin saja tentang bra yang anda kenakan hari ini yang tentu buatan dari Victoria's Secret juga, semua itu bisa saja tidak luput dari pembicaraan. Lalu, ketika salah seorang teman melihat Mbak sedang makan malam bersama teman Mbak yang pustakawan itu di sebuah restoran mewah dari daerah selatan ibukota dan tiba-tiba saja dengan cepat menjadi gosip di kantor hanya karena teman anda itu memotret anda lewat kamera handphonenya mirip paparazzi. Apakah itu kelakuan seorang teman? Masih layakkah dia disebut teman?

Mbak, anda bisa saja menyangkal semua itu, tapi ketika gosip itu menyebar sebegitu cepatnya dan menjadi pendapat umum, anda mau apa? Anda jawab Ya, berarti anda memang mengakui anda memiliki hubungan spesial dengan si pustakawan itu. Bilang Tidak, berarti anda di cap sebagai orang yang munafik, celakanya oleh rekan-rekan di kantor anda. Ini bisa berbahaya buat kredibilitas anda kan? Kalau saja tiba-tiba ada rekan anda yang ngegosip bareng klien, itu bisa jadi pukulan telak buat anda. Image, Mbak. Image anda akan rusak hanya karena isu-isu yang belum tentu jelas tapi terlanjur matang jadi gosip.

Apa yang mau anda buat kalau sudah sampai pada situasi seperti itu? Ah, rasanya itu tidak mungkin kan Mbak? Saya rasa kebijakan di kantor anda untuk mengembalikan semua pada fungsi dan tempatnya telah berjalan dengan baik, bahkan sangat baik. Sehingga, anda tidak perlu khawatir kalau ada kabar-kabar angin yang berseliweran mampir di IM anda. Saya hanya mengingatkan saja supaya anda selalu berhati-hati. Terutama dengan siapa lawan bicara anda. Bila ada obrolan yang sudah menjurus dan mulai mencurigakan, segera tinggalkan. Karena seperti perang di Kosovo, saya, anda, dan mereka, tidak pernah akan tahu siapa kawan dan siapa lawan kita yang sebenarnya-selain setan- di dunia yang serba instan ini.


Salam dari Bukit,


Bukit Pakar Timur 100, 11 September 2008, 16.35



Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...